MAKALAH
THALASSEMIA
Disusun
oleh
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESHATAN AISYAH
PRINGSEWU
LAMPUNG
S1
KEPERAWATAN KONVERSI SEMESTER 1
TAHUN
2021
KATA
PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat
Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul " THALASSEMIA"
dengan tepat waktu.
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Pringsewu, Januari 2022
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ............................................................................................. i
KATA
PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ........................................................................................................ iii
BAB
IPENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.............................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah......................................................................................... 2
C.
Tujuan Penulisan........................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Definisi Thalasemia ...................................................................................... 3
B. Klasifikasi Thalasemia .................................................................................. 3
C. Etiologi.......................................................................................................... 5
D. Patofisiologi.................................................................................................. 6
E. Gejala ............................................................................................................ 7
F. Komplikasi..................................................................................................... 8
G. Pemeriksaan Penunjang................................................................................. 9
H. Penatalaksanaan ......................................................................................... 10
I. Konsep Asuhan Keperawatandari Thalasemia............................................. 12
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................ 24
B. Saran .......................................................................................................... 24
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Thalassemia adalah kelainan bawaan
sintesis hemoglobin, dan salah satu penyakit mono- genetik paling banyak
dijumpai. Di Indonesia diperkirakan akan lahir 2500 anak dengan thalassemia mayor
setiap tahunnya. Berkat kemajuan penanganan medis, sebagian besar pasien akan
mengalami pertumbuhan normal pada masa anak-anak namun selanjutnya akan terjadi
gangguan pertumbuhan dan keterlambatan pubertas secara signifikan.
Tujuan. Mengetahui gambaran tinggi
badan, kecepatan tumbuh, usia tulang, kadar hemoglobin pretranfusi, dan kadar
feritin serum pasien thalassemia.
Metode. Laporan serial kasus pada anak
yang menjalani rawat inap di Sub-bagian Hematologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dari bulan Desember 2010-Februari 2011. Data yang
diperoleh disajikan dalam bentuk tabel.
Hasil. Limabelas subyek thalassemia
mayor, berumur antara 1,9 tahun – 13,5 tahun, 7 laki-laki dan 8 perempuan. Dua
anak berumur kurang dari 3 tahun dan 7 anak telah memasuki usia pubertas. Semua
pasien telah menjalani terapi kelasi besi deferioksamin namun kualitasnya tidak
memadai. Perawakan pendek ditemukan pada 4 anak (26%), semua subjek mempunyai
kecepatan tumbuh <5 cm/tahun. Secara klinis satu orang dikategorikan sebagai
pubertas terlambat. Kadar hemoglobin rata-rata pre-transfusi dapat
dipertahankan 8 mg/dl (10), sisanya (5) memiliki hemoglobin rata-rata di bawah
8 mg/dl. Empat anak dengan feritin serum di atas 3000 ng/ml, dan semua subjek
mempunyai perawakan pendek. Pada evaluasi radiologi manus sinistra 5 anak
memiliki usia tulang terlambat.
Kesimpulan. Perawakan pendek didapatkan
pada 26% kasus dan semua subjek telah memasuki usia pubertas. Semua subjek
mempunyai perawakan pendek dan memiliki kadar feritin serum >3000 ng/ml.
Thalasemia merupakan penyakit yang
diturunkan. Pada penderita thalasemia, hemoglobin mengalami penghancuran
(hemolisis). Penghancuran terjadi karena adanya gangguan sintesis rantai
hemoglobin atau rantai globin. Pada penderita thalasemia kelainan genetik
terdapat pada pembentukan rantai globin yang salah sehingga eritrosit lebih
cepat lisis. Upaya pengobatan Thalasemia bisa menggunakan donor susmsum tulang
belakang dan transfusi darah yang rutin. Selain itu juga dibutuhkan agent pengikat
besi (Iron Chelating Agent) yang harganya cukup mahal untuk membuang kelebihan
besi dalam tubuh. Jika tindakan ini tidak dilakukan maka besi akan menumpuk
pada berbagai jaringan dan organ vital seperti jantung, otak, hati dan ginjal
yang merupakan komplikasi kematian dini.
Sementara itu di Indonesia jumlah
penderita Thalasemia hingga tahun 2009 naik menjadi 8, 3 persen dari 3.653
penderita yang tercatat pada tahun 2006. Hampir 90% para penderita penyakit
genetik sintesis Hemoglobin (Hb) ini berasal dari kalangan masyarakat miskin Kejadian thalasemia sampai saat ini tidak bisa
terkontrol terkait faktor genetik sebagai batu sandungan dan belum maksimalnya
tindakan screening untuk thalasemia khususnya di Indonesia. (Modell b &
Darlison m. 2008)
B.
Rumusan
Masalah
Bagaimana konsep teori dan asuhan
keperawatan dari kasus Thalasemia?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan umum
Untuk
mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan tentang thalasemia
2.
Tujuan khusus
Untuk
mengetahui asuhan keperawatan tentang thalasemia
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Thalasemia
Thalasemia
adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan pembentukan
salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin, sehingga
hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel darah
merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek
kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia (Suriadi dan Rita Yuliani, 2010 p 28).
Thalasemia adalah kelainan kongenital,
anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit
sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang relatif
mempunyai fungsi yangsedikit berkurang (Hassan dan Alatas, 2002 p 79).
B.
Klasifikasi Thalasemia
Thalasemia diklasifikasikan berdasarkan molekuler menjadi dua
yaitu thalasemia alfa dan thalasemia beta (Herdata, 2008 p 97).
1.
Thalasemia Alfa
Thalasemia
ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh globin rantai alfa yang ada.
Thalasemia alfa terdiri dari :
a.
Silent Carrier State
Gangguan
pada 1 rantai globin alfa. Keadaan ini tidak timbul gejala sama sekali atau
sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat.
b.
Alfa Thalasemia Trait
Gangguan
pada 2 rantai globin alpha. Penderita mengalami anemia ringan dengan sel darah
merah hipokrom dan mikrositer, dapat menjadi carrier.
c. Hb H Disease
Gangguan pada 3 rantai globin alfa. Penderita dapat
bervariasi mulai tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang
disertai dengan perbesaran limpa.
d. Alfa Thalassemia Mayor
Gangguan pada 4 rantai globin alpha. Thalasemia tipe
ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada thalassemia tipe alfa. Kondisi
ini tidak terdapat rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF
yang diproduksi. Janin yang menderita alpha thalasemia mayor pada awal
kehamilan akan mengalami anemia, membengkak karena kelebihan cairan, perbesaran
hati dan limpa. Janin ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak
lama setelah dilahirkan.
2. Thalasemia Beta
Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu
atau dua rantai globin beta yang ada. Thalasemia beta terdiri dari :
a. Beta Thalasemia Trait
Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal dan satu
gen yang bermutasi. Penderita mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel
darah merah yang mengecil (mikrositer).
b. Thalasemia Intermedia
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih
bisa produksi sedikit rantai beta globin. Penderita mengalami anemia yang
derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.
c. Thalasemia Mayor
Kondisi ini kedua gen mengalami
mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Gejala muncul pada
bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat. Penderita thalasemia
mayor tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga hampir tidak ada
oksigen yang dapat disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama kelamaan akan
menyebabkan kekurangan O2, gagal jantung kongestif, maupun kematian. Penderita
thalasemia mayor memerlukan transfusi darah yang rutin dan perawatan medis demi
kelangsungan hidupnya.
C. Etiologi
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan
secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut
sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom
selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan
salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta
yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa
sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam
keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia
jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua
kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen
yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa
sifat thalassemia (Suriadi, 2001 p 110).
gambar 3.1 Skema Penurunan Gen Thalasemia Mendel
D. Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra
eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida
alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang
konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar
kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya
sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh (Suriadi dan Rita Yuliani, 2010 p 28).
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab
primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif
disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah
karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system
retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan
adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari
hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara
transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis
yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis (Herdata N.H, 2008 p 105).
Gambar 4.1 pathway thalasemia
E. Gejala
Penderita thalasemia memiliki gejala yang bervariasi tergantung
jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya. Penderita
sebagian besar mengalami anemia yang ringan khususnya anemia hemolitik.
Keadaan yang berat pada beta-thalasemia
mayor akan mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, penderita
tampak pucat karena kekurangan hemoglobin. Perut terlihat buncit karena
hepatomegali dan splenomegali sebagai akibat terjadinya penumpukan Fe, kulit
kehitaman akibat dari meningkatnya produksi Fe, juga terjadi ikterus karena
produksi bilirubin meningkat. Gagal jantung disebabkan penumpukan Fe di otot
jantung, deformitas tulang muka, retrakdasi pertumbuhan, penuaan
dini (Herdata.N.H, 2008 p 110).
Secara umum gejala thalasemia yaitu
lethargi, pucat, kelemahan, anoreksia, sesak napas, tebalnya tulang kranial,
pembesaran limpa, menipisnya tulang kartilago (Suriadi dan Rita Yuliani, 2010 p
29).
F. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi
gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis
menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam
berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal
ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang
besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai
tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama
disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Suriadi
dan Rita Yuliani, 2010 p 29).
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila
darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis
mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit
meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin
(Herdata, 2008 p 120).
G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test (Hassan dan Alatas
, 2002 p 104).
1. Screening test
Di daerah endemik,
anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia.
a.
Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah
anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia
α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa
kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b.
Pemeriksaan osmotic
fragility (OF)
Pemeriksaan ini
digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan
eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangi. Studi OF
berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu
penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60,
false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53%
.
c.
Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat
indeks sel darah merah dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang
memberi nilai diagnostik.
d.
Model matematika
Membedakan anemia
defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah eritrosit
digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x
MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan
untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β .
2. Definitive test
a.
Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat
menentukan berbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa
konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak
di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai
abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia
minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan
Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis
bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J
b.
Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C
atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan
tepat terutama Hb F dan Hb A2.
c.
Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini
adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular
diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat
juga menentukan mutasi yang berlaku.
H. Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan Medis
Menurut (Ngastiyah, 2005 p 134) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain
:
a.
Pemberian transfusi hingga Hb mencapai
9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan
menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang
berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating
agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah
hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu
lebih dari 12 jam.
b.
Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan
pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari
suplemen (transfusi).
c.
Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi
darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani
transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat
oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada
bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi
genetik masih dalam tahap penelitian.
d.
Transplantasi sumsum tulang telah memberi
harapan baru bagi penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita
thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi
dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15
tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara
kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
2.
Penatalaksanaan Keperawatan
Pada dasarnya perawatan pasien thalasemia sama dengan
pasien anemia lainnya, yaitu memerlukan perawatan tersendiri dan perhatian
lebih. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan nutrisi (pasien
menderita anoreksia), resiko terjadi komplikasi akibat transfusi yang
berlangsung berulang-ulang gangguan rasa aman, dan kurangnya pengetahuan orang
tua mengenai penyakit (Ngastiyah, 2005 p 139).
I. Konsep Asuhan Keperawatandari Thalasemia
1.
Pengkajian
a.
Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania).
Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup
banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak
diderita.
b.
Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia
minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur
sekitar 4 – 6 tahun.
c.
Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai
alat transport.
d.
Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan
yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor.
Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam
kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.
Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia
minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e.
Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat
badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
f.
Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.
g.
Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka
anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling
pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya
penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
h.
Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga
faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin
dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu
segera dirujuk ke dokter.
i.
Data keadaan fisik anak thalassemia yang
sering didapatkan diantaranya adalah:
1)
Keadaan umum
Anak biasanya terlihat
lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal.
2)
Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak
mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk
mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua
mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
3)
Mata dan konjungtiva terlihat pucat
kekuningan
4)
Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5)
Dada
Pada inspeksi terlihat
bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang
disebabkan oleh anemia kronik.
6)
Perut
Kelihatan membuncit dan
pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali).
7)
Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk
umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil
bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
8)
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak
pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut
pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap
adolesense karena adanya anemia kronik.
9)
Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi
darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan
zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Ketidakefektifan perfusi jaringan
berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang menghantarkan
oksigen/nutrisi
b.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tidak
seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
c.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
d.
Kecemasan (orang tua) berhubungan dengan
kurang pengetahuan
3.
Rencana
Keperawatan
No |
DIAGNOSA |
RENCANA KEPERAWATAN |
|
TUJUAN |
INTERVENSI |
||
1. |
Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang
menghantarkan oksigen/nutrisi |
NOC Perfusi Jaringan : Perifer Status sirkulasi Kriteria Hasil: Klien menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat yang
ditunjukkan dengan terabanya nadi perifer, kulit kering dan hangat, keluaran
urin adekuat, dan tidak ada distres pernafasan. |
NNIC 1. Monitor Tanda Vital Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis sistem kardiovaskuler, pernafasan dan suhu untuk
menentukan dan mencegah komplikasi Aktifitas: 1.
Monitor tekanan darah , nadi, suhu dan
RR tiap 6 jam atau sesuai indikasi 2.
Monitor frekuensi dan irama pernapasan 3.
Monitor pola pernapasan abnormal 4.
Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit 5.
Monitor sianosis perifer 2. Monitor status neurologi Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk meminimalkan dan mencegah
komplikasi neurologi Aktifitas: 1.
Monitor ukuran, bentuk, simetrifitas,
dan reaktifitas pupil 2.
Monitor tingkat kesadaran klien 3.
Monitor tingkat orientasi 4.
Monitor GCS 5.
Monitor respon pasien terhadap
pengobatan 6.
Informasikan pada dokter tentang
perubahan kondisi pasien 3. Manajemen cairan Definisi:
Mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar
cairan yang abnormal. Aktifitas: 1.
Mencatat intake dan output cairan 2.
Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
(turgor kulit jelek, mata cekung, dll) 3.
Monitor status nutrisi 4.
Persiapkan pemberian transfusi (seperti mengecek darah dengan
identitas pasien, menyiapkan terpasangnya alat transfusi) 5.
Awasi pemberian komponen darah/transfusi 6.
Awasi respon klien selama pemberian
komponen darah 7.
Monitor hasil laboratorium (kadar Hb,
Besi serum, angka trombosit) |
2. |
Intoleransi aktifitas b.d tidak
seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen |
NOC Konservasi
Energi Perawatan
Diri: ADL Kriteria
Hasil: Klien
dapat melakukan aktifitas yang dianjurkan dengan tetap mempertahankan tekanan
darah, nadi, dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal |
NNIC 1. Manajemen energi Definisi: Mengatur penggunaan energi untuk mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi Aktifitas: 1.
Tentukan keterbatasan aktifitas fisik
pasien 2.
Kaji persepsi pasien tentang penyebab
kelelahan yang dialaminya 3.
Dorong pengungkapan peraaan klien
tentang adanya kelemahan fisik 4.
Monitor intake nutrisi untuk meyakinkan
sumber energi yang cukup 5.
Konsultasi dengan ahli gizi tentang cara
peningkatan energi melalui makanan 6.
Monitor respon kardiopulmonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi, dispnea, disritmia, diaporesis, frekuensi
pernafasan, warna kulit, tekanan darah) 7.
Monitor pola dan kuantitas tidur 8.
Bantu pasien menjadwalkan istirahat dan
aktifitas 9.
Monitor respon oksigenasi pasien selama
aktifitas 10.
Ajari pasien untuk mengenali tanda
dan gejala kelelahan sehingga dapat mengurangi aktifitasnya. 2. Terapi
Oksigen Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor keefektifannya Aktifitas: 1.
Bersihkan mulut, hidung, trakea bila ada
secret 2.
Pertahankan kepatenan jalan nafas 3.
Atur alat oksigenasi termasuk humidifier 4.
Monitor aliran oksigen sesuai program 5.
Secara periodik, monitor ketepatan
pemasangan alat |
3. |
Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d anoreksia |
NOC Status
Nutrisi: Energi Kontrol
Berat Badan Kriteria Hasil
: Klien menunjukkan Pencapaian
berat badan normal yang diharapkan Berat
badan sesuai dengan umur dan tinggi badan Bebas
dari tanda malnutrisi |
NNIC Definisi: Membantu dan
atau menyediakan asupan makanan dan cairan yang seimbang Aktifitas: 1. Tanyakan
pada pasien tentang alergi terhadap makanan 2. Tanyakan makanan
kesukaan pasien 3. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan (TKTP) 4. Anjurkan
masukan kalori yang tepat yang sesuai dengan kebutuhan energi 5. Sajikan
diit dalam keadaan hangat Definisi : Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk mencegah atau meminimalkan malnutrisi Aktifitas: 1.
Monitor adanya penurunan BB 2.
Ciptakan lingkungan nyaman selama
klien makan. 3.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak
selama jam makan. 4.
Monitor kulit (kering) dan perubahan
pigmentasi 5.
Monitor turgor kulit 6.
Monitor mual dan muntah 7.
Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, kadar hematokrit 8.
Monitor kadar limfosit dan elektrolit 9.
Monitor pertumbuhan dan perkembangan. |
4. |
Kecemasan (orang tua) b.d kurang
pengetahuan |
NOC : Kontrol Kecemasan Kriteria Hasil : Klien mampu mengidentifikasi
dan mengungkapkan gejala cemas Mengidentifikasi,
mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas Vital sign (TD,
nadi, respirasi) dalam batas normal Postur tubuh,
ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya
kecemasan. Menunjukkan
peningkatan konsentrasi dan akurasi dalam berpikir |
NIC 1. Menurunkan cemas Definisi: Meminimalkan rasa
takut, cemas, merasa dalam bahaya atau ketidaknyamanan terhadap sumber yang
tidak diketahui. Aktifitas: 1. Gunakan
pendekatan dengan konsep atraumatik care 2. Jangan
memberikan jaminan tentang prognosis penyakit 3. Jelaskan semua prosedur dan dengarkan keluhan klien 4. Pahami
harapan pasien dalam situasi stres 5. Temani
pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut 6. Bersama
tim kesehatan, berikan informasi mengenai diagnosis, tindakan prognosis 7. Anjurkan
keluarga untuk menemani anak dalam pelaksanaan tindakan keperawatan 8. Lakukan
massage pada leher dan punggung, bila perlu 9. Bantu
pasien mengenal penyebab kecemasan 10. Dorong
pasien/keluarga untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
tentang penyakit 11. Instruksikan
pasien menggunakan teknik relaksasi (sepert tarik napas dalam, distraksi,
dll) 12. Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi kecemasan |
4.
Evaluasi
DIAGNOSA |
CATATAN PERKEMBANGAN |
Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi |
S= pasien mengatakan kulitnya sudah tidak kering lagi O= nadi perifer pasien sudah teraba dan kulit pasien teraba
hangat A= masalah teratasi P= pertahankan intervensi |
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan dan
suplai oksigen |
S= pasien mengatakan masih lemas untuk melakukan aktifitasnya O= pasien masih dibantu dalam melakukan aktifitas A= masalah belum teratasi P= lanjutkan intervensi |
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia |
S= pasien mengatakan hanya makan 5
suap O= berat badan pasien masih dibawah
normal A= masalah belum teratasi P= lanjutkan intervensi |
Kecemasan (orang tua) berhubungan dengan kurang pengetahuan |
S= pasien dan orang tua pasien mengatakan sudah paham
tentang penyakit thalasemia O= pasien dan orang tua pasien sudah mampu menjelaskan tentang penyakit thalasemia A= masalah teratasi P= pertahankan intervensi |
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Thalasemia adalah suatu
penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan pembentukan salah satu dari
empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Thalasemia diklasifikasikan
berdasarkan molekuler menjadi dua yaitu thalasemia alfa dan thalasemia beta. Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan
secara genetik dan resesif. Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan
sekunder. gejala thalasemia yaitu lethargi, pucat,
kelemahan, anoreksia, sesak napas, tebalnya tulang kranial, pembesaran limpa,
menipisnya tulang kartilago. Pemeriksaan penunjang untuk Thalassemia
terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive
test.
B. Saran
Dalam
pembuatan makalah ini,
kami sebagai penulis tidak lepas dari kesalahan. Demi kesempurnaan makalah, kami
mengharap kritik dan saran agar pembuatan makalah kami selanjutnya bisa lebih
baik dan cermat.
DAFTAR
PUSTAKA
Hassan r dan
Alatas h. (2002). Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak. bagian 19
Hematologi hal. 419-450, bagian ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta.
Herdata,heru
noviat.(2008). Thalasemia,
http://ebookfkunsyiah.wordpress.com/category/hemato-onkologi/thalassemia/
Modell, B
& Darlison, M. (2008). Global epidemiology of hemoglobin disorders and
derived service indicators. Bulletin of the World Health Organization,
volume 86, number 6.
Ngastiyah. (2005). Keperawatan anak 1.
Edisi II. Jakarta: EGC.
Suriadi dan Yuliana rita. (2001).
Asuhan keperawatan anak. Edisi I.Jakarta : PT Fajar Interpratama.
Suriadi dan Yuliana rita.
(2010). Asuhan keperawatan pada anak.
Edisi II. Jakarta : CV.SAGUNG SETO.
https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=makalah+thalasemia&oq=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar