BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sumber daya
manusia adalah salah satu faktor paling penting dalam suatu organisasi atau
perusahaan, oleh karena itu organisasi atau perusahaan bertanggung jawab atas pembinaan
dan kualitas kehidupan tenaga kerja agar bersedia memberikan konstribusinya
terhadap perusahaan secara optimal. Maka dari itu dilakukan suatu proses yang
mampu menangani banyak perkara dalam ruang lingkup tenaga kerja agar dapat
menunjang kegiatan berorganisasi
atau perusahaan demi tujuan yang sudah ditentukan, hal tersebut dilakukan oleh
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
(Wardhana, et al, 2021). Selain
memnajemen sumber daya manusia, kesehatan kerja di perusahaan juga perlu di
perhatikan.
Kesehatan kerja
didalam perusahaan merupakan spesialisasi dalam ilmu kesehatan beserta
prakteknya dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit
dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya
dipergunakan untuk dasar tindakan korektif dan bila perlu pencegahan
kepadalingkungan tersebut, agar pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan
terhindar dari bahaya akibat kerja, serta dimungkinkan untuk mengecap derajat
kesehatan setinggi-tingginya (Kuswana : 2014).
Untuk menjamin
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat
kerja, serta sumber produksi, proses produksi, dan lingkungan kerja dalam
keadaan aman, perlu penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(SMK3). Keselamatan dan kesehatan kerja harus dikelola sebagaimana dengan aspek
lainnya dalam perusahaan, aspek K3 tidak akan bisa berjalan tanpa adanya
intervensi dari manajemen dengan upaya terencana untuk mengelolanya (Rachim et al., 2017).
Keselamatan
kerja dimaksudkan untuk memberi perlindungan kepada tenaga kerja agar tenaga
kerja secara aman dapat melakukan pekerjaannya guna meningkatkan hasil kerja
dan produktivitas kerja. Dengan demikian, tenaga kerja harus memperoleh
perlindungan keselamatan dan kesehatannya dalam setiap pelaksanaan pekerjaannya
sehari-hari (Rachim et al., 2017)
Kecelakaan kerja
adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak
terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau
properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri
atau yang berkaitan dengannya. Pada pelaksanaannya, kecelakaan kerja di
industri dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu kategori kecelakaan
industri (industrial accident) dan
kategori kecelakaan di dalam perjalanan (community
accident) (Rachim et al., 2017).
Terjadinya
kecelakaan kerja disebabkan karena dua golongan. Golongan pertama adalah faktor
mekanis dan lingkungan (unsafe
condition), sedangkan golongan kedua adalah faktor manusia (unsafe action). Beberapa penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa faktor manusia menempati posisi yang
sangat penting terhadap terjadinya kecelakaan kerja yaitu antara 80– 85%
(Suma’mur, 2009 dalam Karina dkk., 2013: 68).
Pentingnya pengetahuan yang dimiliki
pekerja pada program K3 bisa merubah sikap para
pekerja saat melaksanakan pekerjaan sebab informasi mengenai K3 yang bisa menyadarkan seorang pekerja
bahwa disetiap tempat kerja bisa terjadi
bahaya baik ringan ataupun berat. Pengetahuan mengenai K3 adalah salah satu aspek krusial sebagai pemahaman
terhadap pentingnya peran serta pengawas dan pemilik
perusahaan pada pelaksaan K3 dipekerjanya (Ariani, 2022).
PT. Sinarjaya
Inti Mulya adalah suatu perusahaan yang dirancang untuk memproduksi palm kernel
menjadi crude palm kernel oil / minyak sawit murni (CPKO) dan plam
kernel expeller (PKE). Dengan
kegiatan industri yang dilakukan selama 24 jam menggunakan alat berat serta
berbahaya tentunya setiap bagian memiliki tingkat resiko kecelakaan kerja yang
sangat beragam dan perlu dilakukan tindakan pencegahan. Dalam kaitannya dengan
alat pelindung diri, penulis telah melakukan wawancara kepada pihak perusahaan,
dinyatakan bahwa pihak perusahaan telah menyediakan alat pelindung diri sesuai
dengan jumlah pekerja namun para pekerja belum sepenuhnya mengunakan alat
pelindung diri saat bekerja.
Berdasarkan hasil
observasi, dan wawancara pada saat penulis melaksanakan praktik kerja industri
di PT.
Sinarjaya
Inti Mulya tahun 2022 didapatkan informasi dari para pekerja bahwa sebelumnya telah
terjadi beberapa kali insiden kecelakaan kerja dengan luka ringan pada tenaga
kerja perusahaan tersebut seperti cedera, luka akibat benda tajam, atau patah
tulang. Dalam kejadian tersebut terjadi pada saat proses produksi ataupun pada
saat pekerja menggunakan peralatan atau benda tajam di bengkel kerja. Lampu penerangan pada gudang PT Sinarjaya
Inti Mulya kurang terang, sehingga pada saat karyawan bekerja tidak terlalu
kelihatan maka mengakibatkan rawanya kecelakaan kerja.
Pada
penelitian ini penulis, mencoba melakukan studi tentang keselamatan dan
kesehatan kerja (K3). Penelitian ini di maksud untuk mengetahui peranan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam upaya pencapaian Zero Accident
pada PT. Sinarjaya Inti Mulya. Sehingga,
peneliti tertarik untuk mengetahui Gambaran Faktor Lingkungan Kerja Terhadap Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di PT Sinarjaya Inti Mulya Kota
Metro Tahun 2023.
B. Rumusan
Masalah
kegiatan
industri yang dilakukan selama 24 jam menggunakan alat berat serta berbahaya
tentunya setiap bagian memiliki tingkat resiko kecelakaan kerja yang sangat
beragam maka
dari itu penulis ingin melakukan penelitian dengan
merumuskan masalah sebagai berikut : “Gambaran faktor lingkungan kerja terhadap kesehatan dan keselamata
kerja PT Sinarjaya Inti Mulya Kota Metro Tahun 2023”
C. Tujuan
Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran
faktor lingkungan kerja terhadap kesehatan dan keselamata
kerja di PT Sinarjaya Inti Mulya Kota Metro Tahun 2023
2.
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui sistem manajemen K3 di PT. Sinarjaya Inti Mulya yang meliputi :
a.
Untuk mengetahui
ketersediaan alat pelindung diri (APD) di PT. Sinarjaya Inti Mulya Kota Metro Tahun 2023.
b.
Untuk mengetahui
Pengawasan dalam penggunaan APD di
PT. Sinarjaya Inti Mulya Kota Metro Tahun 2023.
c.
Untuk mengetahui
ketersediaan rambu keselamata di
PT. Sinarjaya Inti Mulya Kota Metro Tahun 2023.
d.
Untuk mengetahui
lingkungan kerja di PT. Sinarjaya Inti Mulya Kota Metro Tahun 2023.\
D. Manfaat
Penelitian
1.
Manfaat bagi Politeknik
Kesehatan Kemenkes Tanjungkarang, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
sumber informasi tambahan serta menambah kepustakaan atau referensi untuk
penelitian lebih lanjut.
2.
Manfaat bagi perusahaan,
hasil penelitian ini dapat memberikan wacana serta masukan berupa saran dan
arahan kepada PT Sinarjaya
Inti Mulya guna meningkatkan pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan
kerja untuk lebih baik lagi khususnya bagi para pekerja.
3.
Manfaat bagi penulis,
penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta mengaplikasikan
ilmu yang telah diperoleh selama masa pendidikan di Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang Jurusan Kesehatan Lingkungan.
E. Ruang
Lingkup
Ruang
lingkup Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Ketersediaan Alat pelindung diri (APD), Pengawasan Dalam Penggunaan APD,
Rambu keselamatan, Lingkungan kerja di PT
Sinarjaya Inti Mulya Kota
Metro Tahun 2023.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai
suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil
terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan
kecelakaan, maupun kerugiankerugian lainya yang mungkin terjadi. Jadi dapat
dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah
dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan
yang mungkin terjadi (Rijanto,
2010).
Manajemen sumber daya manusia yang
mempunyai tinjauan wawasan masa depan harus mempunyai program memasukan sistem
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi karyawan dalam organisasi.
Pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan
tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja (Abdurrahmat 2006).
Dalam
proses industrialisasi tidak lepas dari peranan tenaga kerja, oleh karena itu
membangun tenaga kerja yang produktif, sehat dan berkualitas perlu
memperhatikan faktor keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (Suardi, 2007).
1.
Faktor penybab
terjadinya kecelakaan kerja
Menurut
(Rahman et al., 2557),
faktor faktor penyebab kecelakan kerja antara lain :
·
Penyebab langsung –
bagian atau komponen yang secara aktual menyebabkan cedera atau kerusakan
·
Akar penyebab –
tindakan atau kegiatan yang menyebabkan kontak dengan penyebab langsung.
2.
Indikator Program
Keselamatan Kerja
Menurut
(Rahman et al., 2557).
Indikator Program keselamatan kerja dapat dilihat dari lingkungan kerja secara
fisik antara lain:
·
Penempatan benda atau
barang, sehingga tidak membahayakan atau mencelakakan orang-orang yang berada
di tempat kerja atau sekitarnya.
·
Perlindungan pada
pegawai atau pekerja, yang
melayani alat-alat kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan, dengan cara
memberikan alat-alat perlindungan yang sesuai dan baik .
·
Penyediaan
perlengkapan, yang mampu digunakan sebagai alat pencegah, pertolongan dan
perlindungan.
·
Penyediaan program
sosialisasi pencegahan kecelakaan, yang diberikan oleh perusahaan terhadap
pegewai atau pekerja.
3.
Penyakit Kerja
Penyakit kerja adalah kondisi abnormal
atau penyakit yang disebabkan oleh kerentanan terhadap faktor lingkungan yang
terkait dengan pekerjaan. Hal ini meliputi penyakit akut dan kronis yang
disebabkan oleh pernafasan, penyerapan, pencernaan, atau kontak langsung dengan
bahan kimia beracun atau pengantar yang berbahaya (Dessler, 2007).
4.
Syarat – syarat
keselamatan kerja
Dengan
peraturan (UU RI, No 1 1970) ditetapkan
syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada
waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau
radiasi, suara dan getaran;
h.
Mencegah dan
mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis,
peracunan, infeksi dan penularan;
i.
Memperoleh
penerangan yang cukup dan sesuai;
j.
Menyelenggarakan
suhu dan lembab udara yang baik;
k.
Menyelenggarakan
penyegaran udara yang cukup;
l.
Memelihara
kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses kerjanya;
n.
Mengamankan dan
memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang
o.
Mengamankan dan
memelihara segala jenis bangunan;
p.
Mengamankan dan
memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
q.
Mencegah terkena
aliran listrik yang berbahaya;
r.
Menyesuaikan dan menyempurnakan
pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
B.
Sistem Manajemen K3
Menurut
(PP RI No 50 TH, 2012) Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem
manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif. Untuk meningkatkan efektifitas perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja, tidak terlepas dari upaya pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan
terintegrasi melalui SMK3 guna menjamin terciptanya suatu sistem keselamatan
dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,
pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat
kerja yang nyaman, efisien dan produktif.
Kegagalan manajemen merupakan salah faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Banyak perusahaan yang sudah menerapkan berbagai sistem manajemen untuk meningkatkan kualitas, produktifitas serta
menghilangkan potensi terjadinya kerugian akibat kecelakaan dan berhasil
mencapai sasaran yang diharapkan dengan menerapkan berbagai sistem manajemen
tersebut.
Landasan hukum Sistem Manajemen Keselamatan (SMK3) berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja :
keselamatan dan kesehatan kerja adalah
pengawasan terhadap orang, mesin material dan metode yang mecakup lingkungan
kerja agar pekerja tidak mengalami cidera. Manajemen yaitu suatu proses kegiatan meliputi
planning, organization, pelaksanaan, pengukuran dan tindak lanjut untuk
mencapai tujuan yang telah di tetapkan dengan menggunakan manusia dan sumber
daya yang ada. Sistem Manajemen yaitu kegiatan manajemen yang teratur dan saling
berhubungan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
1.
Tujuan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan (SMK3)
a.
Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
b.
Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,
pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh; serta
c.
Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.
2.
Penerapan SMK3
a.
Penerapan SMK3 dilakukan berdasarkan kebijakan nasional
tentang SMK3.
b.
Kebijakan nasional
tentang SMK3 sebagai pedoman
perusahaan dalam menerapkan SMK3.
c.
Instansi pembina sektor usaha dapat mengembangkan pedoman penerapan SMK3
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3.
Kewajiban Penerapan SMK3
Setiap perusahaan wajib menerapkan
sistem manajemen K3 bagi perusahaan yang mempunyai minimal 100 pekerja/buruh
yang mempunyai tingkat resiko potensi bahaya tinggi. (Ketentuan mengenai tingkat potensi bahaya tinggi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan). Penerapan SMK3 memperhatikan ketentuan
peraturan perundang-undangan serta konvensi atau standar internasional.
4.
Penerapan SMK3 diperusahaan
Dalam menyusun kebijakan K3 Pengusaha paling sedikit harus:
a.
Melakukan tinjauan awal kondisi K3, meliputi:
1)
Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian
risiko;
2)
Perbandingan
penerapan k3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik;
3)
Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
4)
Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya
yang berkaitan dengan keselamatan; dan
5)
Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang
disediakan.
b.
Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara
terus-menerus.
c.
Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh.
Muatan Kebijakan K3
paling sedikit memuat visi; tujuan perusahaan; komitmen dan tekad melaksanakan
kebijakan; dan kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan
secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.
6. Pelaksanaan Rencana
K3
Dalam melaksanakan rencana
K3 didukung oleh sumber daya manusia di bidang K3, prasarana, dan
sarana. Sumber daya manusia harus memiliki:
a.
Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat
b.
Kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin
kerja/operasi dan/atau surat penunjukkan dari instansi yang berwenang.
Prasarana dan sarana
paling sedikit terdiri dari:
a.
Organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3
b.
Anggaran yang memadai
c.
Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta
pendokumentasian
d.
Instruksi kerja.
Dalam melaksanakan rencana K3 harus
melakukan kegiatan dalam pemenuhan persyaratan K3, kegiatan tersebut:
a.
Tindakan pengendalian
b.
Perancangan (design) dan rekayasa
c.
Prosedur dan instruksi kerja
d.
Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
e.
Pembelian/pengadaan barang dan jasa
f.
Produk akhir
g.
Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana
industri;
h.
Rencana dan pemulihan keadaan darurat
C.
Alat Pelindung Diri (APD)
1.
Penyediaan alat
pelindung diri (APD)
Berdasarkan UU RI No 1, 1970 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, yaitu pasal 14 (c), perusahaan menyediakan alat pelindung diri
berupa APD (Alat Pelindung Diri) bagi Karyawan maupun tamu yang berkunjung ke
perusahaan. Berikut adalah APD yang disediakan perusahaan :
a.
Safety
Helmet, berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala
secara langsung.
b.
Tali Keselamatan
(Safety Belt), berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat
transportasi ataupun peralatan lain yang serupa (mobil, pesawat, alat berat,
dan lain-lain)
c.
Sepatu Karet (Sepatu
Boot), berfungsi sebagai alat pengaman saatbekerja di tempat yang becek ataupun
berlumpur.
d.
Sepatu Pelindung
(Safety Shoes), berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki
karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dan
sebagainya.
e.
Sarung Tangan,
berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau
situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan.
f.
Tali Pengaman (Safety
Harness), berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian.
g.
Penutup Telinga (Ear
Plug/ Ear Muff), berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di
tempat yang bising.
h.
Kacamata Pengaman
(Safety Glasses), berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misal
mengelas).
i.
Masker (Respirator),
berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan
kualitas udara yang buruk (misal berdebu, beracun, berasap, dan sebagainya).
j.
Pelindung Wajah (Face
Shield), berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat
bekerja (misal pekerjaan menggerinda).
k.
Jas Hujan (Rain Coat),
berfungsi melindungi diri dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada
saat hujan atau sedang mencuci alat).
2.
Pengawasan Dalam
Penggunaan APD
Di
tempat kerja penerapan kesehatan dan keselamatan kerja sangat dibutuhkan, untuk
menekan serendah mungkin resiko kecelakaan kerja, serta meningkatkan
produktivitas dan efesiensi kerja (Kawatu, 2010). Filosofi dasar kesehatan dan
keselamatan kerja yaitu melindungi para pekerja saat melakukan pekerjaannya,
dengan melakukan usaha-usaha pengendalian kecelakaan kerja ditempat kerja (Tatuil et al., 2021).
Alat
Pelindung Diri merupakan alternative pencegahan bahaya yang ada ditempat kerja. Dengan
adanya alat pelindung diri maka akan sangat membantu para pekerja dalam upaya melindung
diri agar supaya tidak terjadi kecelakaan kerja serta timbulnya penyakit akibat
kerja (Tatuil et al., 2021). Ketika
atasan melakukan pengawasan
penggunaan alat pelindung diri secara rutin maka hal tersebut akan sangat
mempengaruhi perilaku para pekerja
dalam menggunakan alat pelindung, hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
ketika pengawasan dilakukan dengan baik dapat memberikan motivasi bagi pekerja (Tatuil et al., 2021).
Pengawasan yang baik akan sangat
mempengaruhi perilaku para tenaga kerja. Semua pekerja yang ada dilingkungan
kerja diwajibkan untuk menggunakan alat pelindung diri saat melakukan
pekerjaannya agar supaya terhindar dari kecelakaan kerja ataupun penyakit
akibat kerja (Tatuil et al., 2021).
Berdasarkan teori Domino, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi para pekerja ketika menggunakan alat
pelindung diri yaitu manajemen serta pengawasan yang kurang baik, kurangnya
ketersedian alat pelindung diri, tindakan atau perilaku tidak aman dari pekerja
itu sendiri (Tatuil et al., 2021).
D. Standar
Oprasional Prosedur (Sop)
Standar
operasional prosedur merupakan simbol bisnis dalam penggunaan sistem modern.
Para pengusaha meyakini bahwa dengan adanya SOP, bisnis bisa berjalan otomatis
tanpa harus dipantau setiap hari.. Pada dasarnya, SOP sangat dibutuhkan oleh
semua jenis organisasi termasuk organisasi
bisnis. Bisnis yang tidak memiliki sistem akan membuat ketidakjelasan dalam
banyak hal, mulai dari arah dan tujuan organisasi bisnis, tidak adanya ukuran
karyawan memiliki kinerja baik atau tidak, dan hal – hal lainnya yang semuanya
bermuara pada tidak adanya panduan operasional (Hermawan1 et al., 2017).
Pada
dunia kerja, SOP adalah petunjuk bagi pegawai untuk melaksanakan suatu
pekerjaan dengan standar yang telah ditetapkan. Standard Operating Procedure
adalah satu set intruksi tertulis yang digunakan untuk kegiatan rutin atau
aktivitas yang berulang kali dilakukan oleh sebuah organisasi (Hermawan1 et al., 2017).
Pengembangan
dan penggunaan SOP merupakan bagian intergal dari sebuah sistem mutu yang
sukses, karena menyediakan individu dengan informasi untuk melakukan pekerjaan
dengan benar dan memfasilitasi konsistensi dalam kualitas dan integritas produk
atau hasil akhir (Hermawan1 et al., 2017).
SOP
K3 di unit sarana dibagi menjadi 6 komponen utama yaitu Alat Pelindung Diri
(APD); Inspeksi Kerja; Rambu-Rambu K3; Pelaporan dan Penyelidikan Insiden,
Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja; Pemeliharaan dan Keadaan Darurat. Hal ini
sesuai dengan dokumen yang ditunjukkan oleh assistan manager unit sarana bahwa
terdapat 6 SOP K3 utama. Unit sarana mewajibkan setiap pekerja memakai APD saat
memasuki tempat kerja sesuai dengan SOP K3 yang telah ditetapkan seperti helm,
safety shoes, pakaian kerja, sarung tangan dan alat pelindug diri khusus
seperti kacamata saat proses pengelasan dan ear muff atau ear plug saat
melakukan maintenance atau pengecekan terhadap lokomotif atau kereta (Hariyono & Awaluddin,
2016).
Unit
sarana juga memiliki rambu-rambu K3 seperti kewajiban memakai APD, rambu
larangan, peringatan, informasi hingga jalur evakuasi. Rambu-rambu K3 di unit
sarana juga sudah sesuai dengan SOP seperti penempatan, jumlah, bentuk, warna
serta pemasangan. Salah satu upaya
perusahaan agar pekerjanya sadar akan pentingnya K3 dengan cara melakukan
himbauan-himbauan tentang K3 seperti pemakaian APD, melalui pemasangan
poster-poster K3 atau dengan sistem reward and punishment (Hariyono & Awaluddin, 2016).
E.
Kondisi Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja
merupakan salah satu tempat yang paling sering dilakukan oleh karyawan dalam
melakukan kegiatan aktivitasnya sehari-hari. Lingkungan kerja yang menyenangkan
akan memberikan rasa nyaman kepada karyawan sehinggadapat mempengaruhi
meningkatnya kinerja karyawan. Lingkungan kerja yang menyenangkan dapat juga
mempengaruhi sikap emosi karyawan. Jika karyawan merasa nyaman akan lingkungan
kerja dimana karyawan tersebut bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di
tempat kerjanya dan produktivitas karyawan tersebut akan semakin meningkat
sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif dan efesien (Ronal & Hotlin, 2019).
Lingkungan kerja
adalah segala sesuatu hal atau unsur-unsur yang dapat mempengaruhi secara
langsung atau tidak langsung terhadap organisasi atau perusahaan yang akan
memberikan dampak baik atau buruk terhadap kinerja dan kepuasan kerja karyawan.
Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan pekerjaannya
sehari-hari. Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan tentang
pengertian lingkungan kerja dimana merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar
karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik atau pun non fisik,
langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya
saat bekerja. Lingkungan kerja yang nyaman dan dapat mendukung kinerja karyawan
akan menimbulkan rasa puas bagi pekerja dalam suatu organisasi. Dengan
lingkungan kerja nyaman juga karyawan dapat menjadi betah dan setia kepada
perusahaan, sehingga ini menjadi sebuah keuntungan yang besar bagi perusahaan
dalam mengefesiensi biaya-biaya yang berkaitan dengan sumber daya manusia (Ronal & Hotlin, 2019).
1. Jenis-jenis lingkungan kerja
a.
Lingkungan kerja
fisik
Lingkungan Kerja Fisik Lingkungan kerja
fisik adalah semua keadaan berbentuk
fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan.
Ada beberapa kondisi fisik dari tempat kerja yang baik yaitu:
1)
Bangunan tempat kerja
disamping menarik untuk dipandang juga dibangun dengan pertimbangan keselamatan
kerja.
2)
Tersedianya peralatan
kerja yang memadai.
3)
Tersedianya tempat
istirahat untuk melepas lelah, seperti kafetaria baik dalam lingkungan
perusahaan atau sekitarnya yang mudah dicapai karyawan.
4)
Tersedianya tempat
ibadah keagamaan seperti mesjid dan musholla untuk karyawan.
5)
Tersedianya sarana
angkutan, baik yang diperuntukkan karyawan maupun angkutan umum yang nyaman,
murah dan mudah diperoleh (Ronal & Hotlin, 2019).
b.
Lingkungan Kerja Non Fisik
Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah lingkungan kerja yang menyenangkan dalam arti
terciptanya hubungan kerja yang harmonis antara karyawan dan atasan, karena
pada hakekatnya manusia dalam bekerja tidak hanya mencari uang saja, akan
tetapi bekerja merupakan bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan
kepuasan (Ronal & Hotlin, 2019).
2.
Standar Baku Mutu (SBM)
Sarana Higiene dan Sanitasi
Standar
baku mutu (SBM) sarana toilet untuk pekerja industri ditetapkan berdasarkan
rasio yaitu perbandingan jumlah toilet dengan jumlah pekerja. Rasio sarana
toilet berbeda antara laki-laki dan perempuan. Jika toilet digunakan oleh
pekerja laki-laki maka harus ada peturasan/urinoir paling banyak 1/3 dari
jumlah toilet yang disediakan.
Tabel
2. 1
Standar Baku Mutu Sarana Toilet
No |
Jumlah Toilet |
Jumlah Pekerja |
1. |
1 |
15 |
2. |
2 |
16 – 35 |
3. |
3 |
35 – 55 |
4. |
4 |
56 – 80 |
5. |
5 |
81 – 110 |
6. |
6 |
111 – 150 |
Ditambah 1 toilet seriap tambah 40 orang |
>150 |
Sumber :(PMK RI NO 70 TH 2016,
2016)
3.
Manfaat lingkungan
kerja
Mengemukakan bahwa Manfaat lingkungan
kerja adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas dan prestasi
kerja meningkat, selain itu lingkungan kerja juga dapat berpengaruh terhadap
kepuasan kerja karyawan,
Artinya bahwa dengan lingkungan kerja yang nyaman maka akan mempengaruhi
meningkatnya kinerja karyawan, begitu juga sebaliknya lingkungan kerja karyawan
yang kurang nyaman akan menyebabkan karyawan kurang bersemangat bekerja
sehingga menurunya performa karyawan (Ronal & Hotlin, 2019).
4.
Kebisingan
Nilai Ambang Batas kebisingan merupakan nilai
yang mengatur tentang tekanan bising rata-rata atau level kebisingan berdasarkan
durasi pajanan bising yang mewakili kondisi dimana hampir semua pekerja
terpajan bising berulang-ulang tanpa menimbulkan gangguan pendengaran dan
memahami pembicaraan normal.
NAB
kebisingan yang diatur dalam peraturan ini tidak berlaku untuk bising yang
bersifat impulsive atau dentuman yang lamanya <3 detik.
NAB
kebisingan untuk 8 jam kerja per hari adalah sebesar 85 dBA. Sedangkan NAB
pajanan kebisingan untuk durasi pajanan tertentu dapat dilihat pada Tabel berikut : (PMK RI NO 70 TH 2016)
Tabel
2. 2
Nilai Ambang
Batas Kebisingan
Satuan |
Durasi pajanan
kebisingan per hari |
Level kevisingan
(dBA) |
Jam |
24 |
80 |
16 |
82 |
|
8 |
85 |
|
4 |
88 |
|
2 |
91 |
|
1 |
94 |
|
menit |
30 |
97 |
15 |
100 |
|
7,5 |
103 |
|
3,75 |
106 |
|
1,88 |
109 |
|
0,94 |
112 |
|
Detik |
28,12 |
115 |
14,06 |
118 |
|
7,03 |
121 |
|
3,52 |
124 |
|
1,76 |
127 |
|
0,88 |
130 |
|
0,44 |
133 |
|
0,22 |
136 |
|
0,11 |
139 |
Sumber : (PMK RI NO 70 TH 2016)
Catatan : pajanan
tidak boleh terpajan lebih dari 140 Dba, walaupun sesaat.
F.
Standar Rambu – Rambu K3
Rambu-rambu
keselamatan dan kesehatan kerja adalah merupakan tanda–tanda yang dipasang di
tempat kerja/laboratorium, guna mengingatkan atau mengidentifikasi pada semua
pelaksana kegiatan di sekeliling tempat tersebut terhadap kondisi, risiko, yang
terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Rambu K3 merupakan
salah satu cara untuk menginformasikan kepada para pekerja tentang
bahaya-bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dari sesuatu aktivitas, area atau
peralatan kerja tertentu. Sehingga, dengan adanya rambu K3 tersebut setiap
orang baik pekerja, tamu, dan kontraktor dapat mengantisipasi sedini mungkin
tentang bahaya-bahaya di area tersebut dan juga meminimalisir risiko.
Rambu-rambu K3 dikelompokkan menjadi beberapa kategori berdasarkan warnanya (Mashita, 2020).
Tabel
2. 3
Warna Rambu K3
Warna keselamatan |
Warna kontras (simbol/tulisan) |
Makna |
MERAH |
PUTIH |
Larangan |
Pemadaman api |
||
KUNING |
HITAM |
Perhatian/waspada |
Potensi beresiko bahaya |
||
HIJAU |
PUTIH |
Zona Aman |
Pertolongan Pertama |
||
BIRU |
PUTIH |
Wajib Ditaati |
PUTIH |
HITAM |
Informasi Umum |
Sumber : (Mashita, 2020)
1.
Manfaat Pemasangan
Rambu
Beberapa
manfaat dari pemasangan rambu-rambu K3 bagi tenaga kerja maupun pengunjung
suatu kantor atau gedung (Mashita, 2020) :
a.
Menyediakan kejelasan
informasi dan memberikan pengarahan umum
b.
Memberikan penjelasan
tentang kesehatan dan keselamatan kerja
c.
Menunjukkan adanya
potensi bahaya yang mungkin tidak terlihat
d.
Mengingatkan para
tenaga kerja dimana harus menggunakan peralatan perlindungan diri sebelum
memulai aktifitas di tempat kerjaMenunjukkan di mana peralatan darurat
keselamatan berada.
e.
Menunjukkan dimana
peralatan darurat keselamatan berada.
f.
Memberikan peringatan
waspada terhadap beberapa tindakan yang atau perilaku yang tidak diperbolehkan.
2.
Katagori Rambu
Peringatan K3
Rambu-rambu K3 penting
untuk ditaati dan dipatuhi agar kita semua terhindar dari kecelakaan. Berikut
ini beberapa kategori dari rambu K3 (Mashita, 2020).
a.
Rambu Larangan
Rambu
ini adalah rambu yang memberikan larangan yang wajib ditaati kepada siapa saja
yang ada di lingkungan itu, tanpa ada pengecualiain. Adapun larangan yang harus
ditaati adalah sesuai dengan rambu gambar atau informasi yang terpasang.
b.
Rambu Peringatan
Rambu
ini adalah rambu yang memberikan peringatan yang perlu diperhatikan kepada
siapa saja yang ada di lingkungan itu karena dapat mengakibatkan kejadian yang
tidak diinginkan. Adapun Peringatan yang perlu diikuti adalah sesuai dengan
rambu gambar atau informasi yang terpasang.
c.
Rambu Prasyarat
Rambu
ini adalah rambu yang memberikan persyaratan dilaksanakan kepada siapa saja
yang ada di lingkungan itu karena prasyarat tersebut merupakan kewajiban yang
harus dilaksanakan. Adapun Prasyarat yang perlu dilaksankan adalah sesuai
dengan rambu tergambar atau informasi yang terpasang.
d.
Rambu Pertolongan
Rambu
ini adalah rambu yang memberikan bantuan/pertolongan serta arah yang ada di
lingkungan itu karena arah pertolongan tersebut merupakan petunjuk arah yang
harus diikuti siapa saja terutama bila terjadi kondisi darurat. Adapun rambu
pertolongan atau petunjuk arah tersebut dipasang pada tempat yang strategis dan
mudah terlihat dengan jelas. Berdasarkan kategori yan telah disebutkan di atas,
berikut ini adalah bentuk
F. Kerangka
Teori
Kerangka teori
dalam penelitian ini berdasarkan
dengan keputusan RI (PP RI No 50 TH, 2012) Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, (Mashita, 2020) tentang rambu – rambu K3, (Tatuil et al., 2021) Tentang pengawasan penggunaan APD, dan (Hariyono & Awaluddin, 2016) tentang SOP. Maka disusun kerangka
teori sebagai berikut:
Keselamatan dan
Kesehatan kerja Manajemen ·
Penyediaan APD ·
Kecukupan APD ·
Pengawasan
penggunaan APD ·
SOP Lingkungan ·
Rambu peringatan bahaya ·
Kondisis lingkungan kerja fisik Karyawan ·
Pengetahuan ·
Penggunaan APD Gambar 2. 1 Kerangka Teori
G. Kerangka
konsep
Berdasarkan
kerangka teori di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan variabel
sesuai dengan kerangka konsep di bawah ini
1.
Ketersediaan Alat pelindung diri (APD) 2.
Pengawasan Dalam Penggunaan APD 3.
Rambu keselamatan 4.
Lingkungan fisik Keselamatan dan Kesehatan kerja Gambar 2. 2
Kerangka Konsep
H.
Definisi oprasional
No |
Variabel |
Definisi |
Alat pengukuran |
Cara Ukur |
Hasil pengukuran |
Skala Ukur |
1. |
Ketersediaan Alat
Pelindung Diri (APD) |
APD merupakan alat yang mampu melindugi seseorang dari
potensi bahaya di tempat kerja. APD meliputi alat pelindung kepala, sepatu
karet, sepatu pelindung, sarung tangan, tali pengaman, masker, pelindung
wajah, jas hujan, penutup telinga dan/atau sumbat telinga. |
Instrumen |
Observasi dan Cheeklis |
1.
Ada jika tersedia APD yang
lengkap seperti alat pelindung kepala, sepatu karet, sepatu pelindung, sarung
tangan, tali pengaman, masker, pelindung wajah, jas hujan, penutup telinga
dan/atau sumbat telinga 2.
Tidak ada jika ada alat yang
tidak tersedia |
Ordinal |
2. |
Pengawasan Dalam
Penggunaan APD |
Pengawasan penggunaan APD untuk memastikan pekerja
selalu menggunakan APD. seperti pemberian sanksi terhadap pegawai yang
melanggar atau memberikan reward tehadap pekerja yang menggunakan APD
lengkap. mengumumkan
secara tertulis dan memasang ramburambu mengenai kewajiban penggunaan APD di
tempat kerja. |
Instrumen |
Observasi dan Cheeklis |
1.
Ada jika di lakukan
pengawasan oleh tim manajemen k3 2.
Tidak ada jika tidak di
lakukan pengawasan oleh tim manajemen k3 |
Ordinal |
3. |
Rambu Keselamatan
|
Terpasangnya rambu-rambu peringatan, terdiri dari tiga bagian yakni, perintah berupa
larangan dan kewajiban; waspada berupa bahaya, peringatan dan perhatian;
informasi. |
Instrumen |
Cheeklist |
1.
Terpasang rambu sesuai dengan
tingkat resiko kecelakaan kerja. 2.
Tidak terpasang |
Ordinal |
4. |
Lingkungan fisik |
Faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja
dikaitkan dengan kemampuan karyawan
adalah : seperti tersedianya tempat istirahat, tersedianya
sarana tempat ibadah, ketersediaan sarana toilet sesuai dengan jumlah
pegawai. |
Instrumen |
Observasi, cheecklist dan pengukuran |
1. Penerangan sudah sesuai dengan peraturan 2. Ada pengendalian kebisingan di ruang produksi ada sarana toliet |
Ordinal |
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rangkaian
Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu
dengan menggunakan metode survey untuk mengetahui gambaran kesehatan dan
keselamatan lingkungan kerja (K3) pada PT. Sinarjaya Inti Mulya Kota Metro
Tahun 2023.
B. Subjek
Penelitian
1.
Lingkungan kerja
Lingkungan kerja
pada PT. Sinarjaya Inti Mulya Kota Metro
2.
Populasi pekerja
Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh karyawan yang bekerja di
PT. Sinarjaya Inti Mulya Kota Metro.
C. Lokasi
dan Waktu Penelitian
1.
Lokasi Penelitian
Penelitin ini
dilakukan di PT. Sinarjaya Inti Mulya Kota Metro Tahun 2023.
2.
Waktu Penelitin
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari – April 2023.
D. Pengumpulan
data
Untuk memperoleh
data menggunakan pengukuran:
1.
Data primer
Data
yang diperoleh dari hasil kuisioner atau wawancara terhadap responden.
2.
Data sekunder
Data yang diperoleh dari
PT. Sinarjaya Inti Mulya Kota Metro yang
meliputi gambaran wilayah, jumlah pekerja, dan data yang dapat menunjang
penelitian.
E.
Pengelolaan dan Analisis Data
1.
Pengelolaan Data
Data yang diperoleh dari hasil observasi,
pengukuran, dan wawancara
2.
Analisis Data
a.
Tahap penyajian data :
data disajikan dalam bentuk deskripsi yang terintegrasi.
b.
Pengelolahan data
di lakukan dengan pengumpulan data dari pengamatan, di olah dan di sajikan
bentuk tabel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar