EVALUASI
FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN OBAT BATUK KOMIX PADA REMAJA DI
KECAMATAN
NGARAS KABUPATEN
PESISIR
BARAT
Oleh
LAPORAN TUGAS
AKHIR
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN FARMASI
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat
khas remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan
tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa
didahului oleh pertimbangan yang matang (Kemenkes RI, 2015).
Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut Peraturan Kesehatan RI Nomor
25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan
menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja
adalah 10-24 tahun dan belum menikah.
Remaja adalah seseorang yang tumbuh menjadi dewasa
mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Dimana remaja mempunyai
rasa keingintahuan yang besar dan sedang mengalami proses perkembangan sebagai
persiapan memasuki masa dewasa solusi atas permasalahan hidup yang sedang
dihadapi (Darimis, 2010).
Remaja adalah kelompok yang rentan untuk melakukan penyalahgunaan zat adiktif salah satuya
dengan mengonsumsi obat batu Komix yang
mengandung zat dekstrometropan. Dektrometrofan yang terkandung dalam
komix jika digunakan dalam dosis yang berlebihan memiliki efek yaitu kebingungan, keadaan seperti mimpi,
rasa kehilangan identitas pribadi, gangguan bicara dan pergerakan,
disorientasi, mengantuk (BPOM, 2012).
Beberapa alasan tingginya
penyalahgunaan dekstrometorfan antara
lain adalah karena mudah didapat secara bebas baik di apotek maupun di
warung-warung yang umumnya dalam bentuk sediaan tablet dan syrup. Harga
dekstrometorfan relatif murah, dan persepsi masyarakat bahwa obat bebas itu aman, karena dekstrometorfan dapat dibeli secara bebas sebagai obat batuk, sehingga banyak orang
beranggapan bahwa penyalahgunaan dekstrometorfan relatif
lebih aman dibandingkan dengan obat golongan narkotika atau psikotropika yang regulasinya lebih ketat (Al Fath, Raja,2017).American Association of Poison Control Centers (AAPCC) menyatakan
bahwa sejak tahun 2000 terjadi peningkatan kasus penyalahgunaan dekstrometorfan,
yaitu kasus pada remaja meningkat kurang lebih 100% dari tahun 2000 sampai tahun
2003 dan pada kelompok usia lain
meningkat kurang lebih 21% dari tahun
2000 sampai tahun 2002 . (Al Fath, Raja, 2017)
Di Indonesia, masalah penyalahgunaan obat-obatan banyak
dilakukan oleh para remaja terutama pada anak sekolah.
Sebuah survei yang dilakukan
Universitas Indonesia di 15 provinsi di Indonesia pada 2010 menemukan bahwa
penyalahgunaan dekstrometorfan banyak ditemukan di kalangan remaja di Sekolah
Menegah bahkan di Sekolah Dasar.
penyalahgunaan yang dilakukan
oleh remaja usia 10-14 tahun mencapai 184 anak, usia 7-9 tahun adalah 7 anak,
dan usia 15-18 tahun adalah 695 anak (Muslim,
2017).
Melihat dari laman berita medialampung.co.id dimana pada awal tahun
2020 jajaran dari kepolisian Polsek Pesisir Tengah dalam melakukan penyisiran
telah menemukan tumpukan sisa bungkus dari obat komix dan membenarkan jajaran
unit Reskrim Polsek
Pesisir Tengah telah
menemukan tumpukan sisa-sisa bungkus
komix yang berserakan dipinggir pantai seperti di Pekon Seray, yang diduga disalahgunakan oleh para remaja untuk mabuk- mabukan, karena zat yang terkandung
dalam komix itu jika dikonsumsi berlebihan akan berdampak pada kesetabilan
tubuh maupun lainnya yang sangat membahayakan bagi yang mengkonsumsi (Budi, 2020)
Masih dalam media yang sama Ripzon Effendi,
S.Sos yang juga sebagai
ketua DPC Gerakan Anti Narkoba (GERANAT) dan sebagai anggota DPRD Pesisir Barat
mengungkapkan berdasarkan informasi yang dia dapatkan, penyalahgunaan tersebut
tidak hanya pada daerah Pesisir Tengah
saja akan tetapi di seluruh Pesisir Barat banyak remaja yang masih
menyalahgunakan obat batuk komix
tersebut. (Budi, 2020)
Berdasarkan penelitian yang di lakukan Florina tahun 2019 pada 71 responden remaja yang menjalani rehabilitasi
di BNN di dapat hasil bahwa 33%
responden menggunakan komix karena keluarga broken home, 27% responden
menggunakan komix karena faktor teman sebaya sesama pengguna, 20% responden
menggunakan komix karena faktor 20% responden menggunakan komix karena faktor
tingkat pengetahuan rendah tentang dampak menyalahgunakan komix.
Adapun dari keterangan para responden mereka
mengkomsumsi komix karena terpengaruh oleh teman yang pada saat itu sudah lebih
dulu menggunakan komix. Mereka beranggapan bahwa dengan
mengkonsumsi komix mereka
dapat melupakan masalahnya
terutama masalah dalam keluarga. Sebagian besar dari reponden mengakui bahwa
kondisi keluarga mereka tidak baik, seperti broken home, orang tua bercerai,
orang tua sibuk bekerja sehingga mereka kurang mendapat perhatian (Florina, 2019)
Berdasarkan hasil pengamatan, peliti menemukan tumpukan
bekas bungkus komix dipinggir jalan dan jembatan yang biasa digunakan para
remaja untuk menghabiskan waktu terutama
disaat terdapat pesta hajatan di lingkungannya. Hasil wawancara pada 10
responden remaja di kecamatan Ngaras didapatkan hasil
bahwa 20% responden
menggunakan komix karena ada
masalah keluarga , 60% responden menggunakan
komix karena faktor teman sebaya sesama pengguna, atau 20% responden
menggunakan komix karena faktor tingkat pengetahuan rendah tentang dampak
menyalahgunakan komix. Adapun dari keterangan para responden mereka
mengkonsumsi komix karena terpengaruh oleh teman yang pada saat itu sudah lebih
dulu menggunakan komix. Mereka beranggapan bahwa
dengan mengkomsumsi komix mereka dapat melupakan masalahnya terutama masalah
dalam keluarga. Sebagian besar dari reponden mengakui bahwa kondisi keluarga
mereka tidak baik, seperti kurangnya komunikasi, selalu dimarah, dan tidak
diperhatikan karena orangtua sibuk bekerja.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis
mengambil judul penelitian yaitu “Evaluasi Faktor Penyebab Penylahgunaa Obat
Batuk Komix pada Remaja di Kecamatan
Ngaras, Kabupaten Pesisir Barat”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Evaluasi faktor penyebab penyalahgunaan
obat batuk komix pada remaja di kecamatan ngaras kabupaten pesisisir barat”
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor - faktor apa sajakah yang
berhubungan dengan penyalahgunaan obat batuk komix pada
remaja di Kecamatan Ngaras Kabupaten Pesisir Barat
2.
Tujuan Khusus
a.
Diketahuinya distribusi frekuesnsi pengetahuan remaja tentang
penyalahgunaan obat batuk komix pada remaja di Kecamatan Ngaras.
b.
Diketahuinya distribusi frekuensi dukungan keluarga pada
remaja terkait penyalahgunaan obat batuk komix pada remaja di Kecamatan Ngaras.
c.
Diketahuinya distribusi frekuensi faktor teman sebaya terkait
penyalahgunaan obat batuk komix pada remaja di Kecamatan Ngaras
d.
Diketahuinya distribusi frekuensi penyalahgunaan obat batuk
komix pada remaja di Kecamatan Ngaras.
e.
Diketahuinya pengaruh pengetahuan dengan penyalahgunaan obat batuk komix pada remaja di Kecamatan Ngaras.
f.
Diketahuinya pengaruh keluarga
dengan penyalahgunaan obat batuk komix pada remaja di Kecamatan Ngaras.
g.
Diketahuinya pengaruh teman sebaya dengan penyalahgunaan obat
batuk komix pada remaja dikecamatan Ngaras.
D. Manfaat Penelitian
1.
Bagi Masyarakat
Dengan adanya penelitian ini dapat
menambah pengetahuan bagi remaja agar dapat menghindari penyalahgunaan obat
batuk komix pada remaja di Kecamatan Ngaras.
2.
Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat pada petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan
kesehatan dan tindakan preventif lainnya
agar tidak terjadi
penyalahgunaan obat batuk
komix pada remaja di kecamatan Ngaras.
Sebagai referensi dan tambahan
kepustakaan politeknik Kesehatan Tanjung Karang Khususnya tentang evaluasi
faktor penyebab penyalahgunaan obat
batuk komix pada remaja di Kecamatan Ngaras Kabupaten Pesisir Barat
4.
Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai data dasar guna melakukan
penelitian terkait Evaluasi faktor penyebab penyalahgunaan obat batuk komix
pada remaja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Remaja
1.
Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa,
yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual
yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa
dewasa muda. Remaja tidak mempunyai tempat yang jelas, yaitu bahwa mereka tidak
termasuk golongan anak-anak tetapi tidak juga termasuk golongan dewasa (Soetjiningsih, 2010).
Remaja secara psikologis merupakan suatu usia dimana
individu menjadi terintegrasi kedalam
masyarakat dewasa, suatu usia dimana
anak tidak merasa bahwa dirinya berada
dibawah tingkat orang
yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak
sejajar (Ali & Asrori, 2015).
2.
Masa Remaja
Masa remaja merupakan fase yang indah sekaligus
mengkhawatirkan dalam kehidupan
manusi. Masa peralihan antara masa
anak-anak dan dewasa, sebuah tahapan yang penuh dengan perubahan, baik fisik
maupun psikis yang dihadapinya (Samadi,2004). Sebelum memasuki masa remaja
adalah masa pra remaja dimaana terjadi organ- organ tubuh masih terus
berkembang.Masa ini terjadi padausia 6-12 tahun.Masa
praremaja berakhir dengan terjadinya ciri perkembangan kelamin sekunder. Pada
masa remaja terjadi perkembangan- perkembangan yang berbeda perkembangannya
antara laki-laki dan perempuan. Hormon-hormon yang berkaitan dengan system
reproduksi akan mulai di produksi sehingga mempengaruhi beberapa perubahan
secara fisik dari tubuh manusia. Perkembangan tersebut kemudian di kelompokkan
menjadi ciri perkembangan primer dan sekunder (Isma’il, 2009).
Masa remaja adalah masa yang penuh perubahan. Perubahan
fisik menyebabkan kegelisahan, perasaan menjadi sensitif, takut gagal, takut
ditertawakan, sensitif terhadap
orang tua, juga terhadap penolakan
lawan jenis, perasaan tidak menentu ragu-ragu, rasa rendah diri sering
merajai hati masa remaja. Banyak para remaja yang terjerumus dalam keadaan yang
sulit ini, cita-cita gagal, menjadi orang tua sebelum waktunya, dewasa tanpa
diiringi perkembangan pribadi yang mantap dan sebagainya (Dopson, 2006).
B.
Konsep Dextrometorfan
1.
Definisi Dextrometorfan
Zat Adiktif adalah bahan yang menyebabkan adiksi atau
ketergantungan yang membahayakan kesehatan dengan ditandai perubahan perilaku,
kognitif, dan fenomena fisiologis, keinginan kuat untuk mengonsumsi bahan
tersebut, kesulitan dalam mengendalikan penggunaannya, memberi prioritas pada
penggunaan bahan tersebut daripada kegiatan lain, meningkatnya toleransi dan dapat menyebabkan
keadaan gejala putus zat (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109
Tahun 2012).
Dekstrometorfan (DXM) adalah zat aktif dalam bentuk serbuk berwarna putih,
yang berkhasiat sebagai
antitusif atau penekan
batuk. Zat aktif ini selain banyak
digunakan pada obat batuk tunggal
juga digunakan pada obat flu
kombinasi dengan zat aktif lain seperti fenilefrin, paracetamol, dan
klorfeniramin maleat. Obat yang mengandung dekstrometorfan tersedia di pasar
dalam berbagi bentuk sediaan seperti sirup, tablet, spray, dan lozenges (BPOM, 2012).
2.
Jenis-jenis Dextrometorfan
Dextrometorfan, Artodryl Plus, Benmar, Bimarhindex,
Bisoltussin, Bufamet, Byraphan, Calmerphan-L, Citosiv, Code, Code 15, Detusif,
Deximix, Dexitab, Dexmolex, Dextrobat, Dextrodef, Dextromex, Destronova,
Romilar, Zenidex.
Kombinasi dengan Obat lain : Anakonidin, Alpara,
Anadex, Anadex, Emtusin,
Benacol DTM, Benadryl Dmp, Benilin, Cosydin, Dekorin, Dextral, Dextral Forte,
11 Dextrofen, Domeryl Combi, Fluvit C, Komix,
Konidin, OBB, Oskadryl, Promedex Expectorant, Protusif, Quelidrine, Ramadryl
Atusin, Romilar Ekspektoran, Sanaflu, Siladex, Starex, Tilomix, Trifabat,
Tuzalos, Vicks Formula 44, Vicks Anak-anak Formula 44, Yekadex (Deglin, 2004).
3.
Efek yang Ditimbulkan
Komposisi dalam 1 sachet sirup obat batuk komix (7ml)
mengandung:
a.
Guaifenesin 100 mg
b.
Dextrometorphan Hbr 15 mg
c.
Chlorpheniramine Maleate 2
mg
Sirup obat batuk komix diindikasikan untuk meredakan
batuk.Efek samping yang ditimbulkan yaitu mengantuk, gangguan pencernaan, mulut
kering, retensi urine. Pada kasus penyalahgunaan, dosis yang digunakan jauh
lebih besar daripada dosis lazim.Pada dosis 5-10 kali lebih besar dari dosis
yang lazim efek yang ditimbulkan meliputi : kebingungan, keadaan seperti mimpi,
rasa kehilangan identitas pribadi, gangguan bicara dan pergerakan,
disorientasi, mengantuk. Dosis yang diresepkan untuk pengobatan untuk pasien
dengan usia hingga 12 tahun atau orang dewasa hanya 10 mg sampai 20 mg bawah 6
jam untuk perawatan 8 jam.
Akumulasi
dekstrometorfan dapat mengakibatkan efek psikotropik.
Efek yang muncul
dibagi dalam 4 tingkatan, yaitu:
a.
Dosis 100 – 200 mg, timbul efek stimulasi ringan.
b.
Dosis 200 – 400 mg, timbul efek euforia dan halusinasi.
c.
Dosis 300 – 600 mg, timbul efek perubahan pada penglihatan
dan kehilangan koordinasi motorik.
d.
Dosis 500 – 1500 mg, timbul efek sedasi disosiatif (BPOM,2012).
4.
Penatalaksanaan Penyalahgunaan Dextrometorfan
Penatalaksanaan pada kasus penyalahgunaan dekstrometorfan
yaitu dengan dilakukan rehabilitasi.Rehabilitasi adalah usaha pemulihan korban
sehingga kembali dapat melaksanakan fungsionalitas sosialnya yaitu dapat
melaksanakan tugas hidupnya secara normal dan wajar.
Program rehabilitasi merupakan serangkaian upaya yang
terkoordinasi dan terpadu, terdiri atas upaya-upaya medis, bimbingan mental,
psikososial, keagamaan dan pendidikan untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian
diri, kemandirian dan menolong diri sendiri serta mencapai kemampuan fungsional
sesuai dengan potensi yang dimiliki baik fisik, mental, sosial dan ekonomi.
Pada akhirnya mereka yang diharapkan dapat mengatasi masalah penyalahgunaan dan
kembali berinteraksi dengan masyarakat secara wajar.(Deglin, 2004).
Menurut UU RI No. 35 Tahun 2009, ada dua jenis rehabilitasi, yaitu:
1.
Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan
secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan. Terapi medis yang
digunakan adalah terapi metadon. Metadon adalah suatu narkotik sintesis (suatu
opioid) yang menggantikan heroin dan dapat digunakan per-oral. Obat ini
diberikan pada pasien kecanduan untuk menggantikan zat yang biasa
disalahgunakan, dan obat ini menekan gejala putus zat.
2.
Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan
secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu dapat
kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
C.
Konsep Penyalahgunaan Obat
1.
Definisi Penyalahgunaan Obat
Penyalahgunaan obat adalah penggunaan obat yang dapat
menimbulkan keadaan yang dilakukan oleh individu di luar pengawasan medis, atau
yang dapat menimbulkan keadaan yang membahayakan/mengancam masyarakat (Afandi,
2009).
Masalah penyalahgunaan obat (terutama narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya) merupakan masalah yang sangat kompleks dan memerlukan upaya
penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerjasama multidisipliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten (Afandi, 2009).
2.
Tahap Penyalahgunaan Obat
Ada beberapa tahapan penyalahgunaan menurut Harlina
2008, yaitu sebagai berikut :
a.
Tahap pemakaian coba-coba atau eksperimental
Pernah sekali atau beberapa kali
mencoba memakai narkoba dalam waktu relatif singkat untuk kemudian
berhenti.Biasanya motif pada tahap ini adalah rasa keingintahuan yang tinggi
dan ingin mendapatkan pengalaman yang luar biasa seperti yang diceritakan oleh
teman-temannya, mengkonsumsi narkoba berarti merasakan kenikmatan yang luar
biasa.Di sini peran teman pergaulan sangat penting dalam mempengaruhi pola
perilaku anak. Seorang anak akan dipengaruhi oleh temannya yang biasa
menggunakannya dengan segala cara dan bila perlu diberikan zat tersebut secara
gratis pada awalnya (pada tahap coba-coba ini), baru setelah itu ada
imbalannya, karena sang anak sudah terlanjur ketagihan.
b.
Tahap Pemakaian Sosial
Tahap pemakaian untuk pergaulan
(saat berkumpul atau pada acara tertentu), ingin diakui atau diterima kelompoknya.Pada awalnya obat diperoleh secara gratis atau dibeli dengan murah,
belum secara aktif menggunakan obat.
c.
Tahap Pemakaian Situasional
Tahap pemakaian karena situasi
tertentu, misalnya kesepian atau stress. Pemakaian obat sebagai cara mengatasi
masalah. Pada tahap ini pengguna berusaha memperoleh obat secara aktif.
d.
Tahap Habituasi (kebiasaan)
Tahap ini untuk yang telah mencapai
tahap pemakaian teratur (sering), disebut juga penyalahgunaan obat, terjadi
perubahan pada faal tubuh dan gaya hidup, menjadi sensitif, mudah tersinggung,
pemarah, sulit tidur atau berkonsentrasi.
e.
Tahap Ketergantungan
Tahap ini tahap dimana berusaha
memperoleh obat dengan berbagai cara, sudah
tida dapat mengendalikan penggunaannya. Pada
tahap ketergantungaan, tubuh memerlukan sejumlah takaran zat yang dipakai agar
dapat berfungsi normal.
3.
Macam-Macam Obat Terlarang
Sesuai dengan Undang-Undang Narkoba Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, Narkoba dibagi dalam 3 jenis yaitu Narkotika, Psikotropika
dan Zat adiktif lainnya.
a.
Narkotika
Menurut UU No. 35 Tahun 2009,
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
b.
Psikotropika
Menurut UU No. 5 tahun 1997 pengertian psikotropika adalah zat atau obat,
baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku.
c.
Zat adiktif lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat-zat
selain narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan pada
pemakainya, diantaranya adalah:
1)
Rokok
2)
Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan
menimbulkan ketagihan.
3)
Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan
aseton, cat, bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan (Alifia, 2008).
4.
Penggolongan obat
Penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan keamanan
dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusinya. Penggolongan obat
menurut Permenkes No. 917/1993, yaitu:
a.
Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual
bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter.Tanda khusus pada kemasan
dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh: Parasetamol.
b.
Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang
sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas
tanpa resep dokter, dan disertai dengan
tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas
terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.Contoh: CTM,
Dekstrometorfan. Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan yang
bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam,
dengan tulisan sebagai berikut:
1)
P.No.1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya
2)
P.No.2: Awas! Obat keras.Hanya untuk
pemakaian luar dari badan.
3)
P.No.3: Awas! Obat keraas.Tidak boleh ditelan.
4)
P.No.4: Awas! Hanya untuk
dibakar.
5)
P.No.5: Awas! Obat wasir, jangan ditelan.
c.
Obat Keras dan Psikotropika
Obat keras adalah obat yang hanya
dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.Tanda khusus pada kemasan dan etiket
adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh:
Asam Mefenamat. Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku. Contoh: Diazepam, Phenobarbital.
d.
Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal
dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.Contoh:
Morfin, Petidin.
5.
Macam-Macam Bentuk Obat Disalahgunakan
a.
Komix / Dekstrometorfan
Komix merupakan salah satu jenis
obat batuk yang banyak disalahgunakan. Dosis lazim dekstrometorfan/komix untuk
dewasa dan anak diatas 12 tahun adalah 10mg – 20mg tiap 4 jam atau 30mg tiap
6-8 jam, dan tidak lebih dari 120mg dalam satu hari. Pada penggunaan dengan
dosis lazim efek yang pernah muncul seperti mengantuk, pusing, nausea, gangguan
pencernaan, kesulitan dalam berkonsentrasi dan rasa kering pada mulut dan
tenggorokan.
Pada kasus penyalahgunaan, dosis
yang digunakan biasanya jauh lebih
besar daripada dosis lazim. Pada dosis 5-10 kali lebih besar dari dosis lazim, efek samping
yang timbul menyerupai efek samping yang diamati pada penggunaan ketamim atau
PCP, dan efek ini meliputi: kebingungan, keadaan seperti mimpi, rasa kehilangan
identitas pribadi, gangguan pergerakan dan bicara, disorientasi, mengantuk
(BPOM, 2012).
b.
PCC
Obat PCC merupakan suatu jenis
obat-obatan yang mengandung bahan aktif Paracetamol, Caffein dan Carisoprodol
(PCC).Dimana kandungan aktif tersebut mempunyai mekanisme kerja obat yang
berbeda tetapi memiliki efek kerja yang saling mendukung dari kerja obat itu sendiri
sehingga besifat sinergis.Obat PCC ini biasa digunakan untuk menghilangkan rasa
sakit dan obat sakit jantung, sehingga obat ini tidak boleh dikonsumsi
sembarangan dibawah pengawasan dokter dan apoteker.
Apabila obat PCC ini dikonsumsi
secara berlebih maka dapat membahayakan kesehatan seseorang yang
mengkonsumsinya karena obat tablet PCC ini dapat menimbulkan interaksi antar
obat sehingga akan menyebabkan efek samping seperti: depresi pernapasan,
hipotensi, kejang, hingga dapat menyebabkan kematian (Musdar, 2014).
c.
Nitrazepam/ Dumolid
Nitrazepam adalah obat golongan
benzodiazepine, yang termasuk ke dalam psikotropika golongan
IV.Nitrazepam bekerja pada reseptor
di otak (reseptor GABA) yang menyebabkan pelepasan GABA (gamma amino butyric
acid).GABA adalah suatu senyawa kimia penghambat utama di otak yang menyebabkan
rasa kantuk dan mengontrol kecemasan. Kekurangan GABA akan menyebabkan
halusinasi, kecemasan, kegelisahan, lekas marah, insomnia, gemetar, tinnitus
(telinga berdenging), depresi, dan gangguan suasana hati.
Nitrazepam bekerja dengan
meningkatkan aktivitas GABA, sehingga akan menimbulkan rasa kantuk,
menghilangkan rasa cemas, dan
membuat otot relaksasi. Sebetulnya obat ini digunakan untuk membantu mereka
yang mengalami kesulitan tidur atau insomnia, epilepsi, dan gangguan cemas.Obat ini juga diresepkan pada mereka yang mempunyai riwayat depresi guna membuat mereka
lebih mudah istirahat dan
tidak terlalu lama terjaga.Namun, meskipun nitrazepam memiliki benefit, obat
ini juga dapat menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologis jika digunakan
tanpa rekomendasi/peresepan dari
dokter.
Beberapa kasus yang pernah
dilaporkan akibat penyalahgunaan nitrazepam adalah amnesia, ketergantungan yang
dapat mengakibatkan depresi, perasaan cemas berlebihan, hingga menurunkan
kemampuan gerak, visual, dan lain-lain (Swaradipa, 2017).
6.
Dampak Penyalahgunaan Obat
Dampak penyalahgunaan Obat menurut Anggraeni 2015 dibagi menjadi 3
yaitu:
a.
Dampak Fisik
1)
Gangguan pada sistem saraf (neurologis) seperti:
kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi.
2)
Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler)
seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah.
3)
Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan
(abses), alergi, eksim.
4)
Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi
pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.
5)
Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu
tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.
6)
Gangguan pada endokrin seperti: penurunan fungsi hormon
reproduksi (estrogen, progesteron,testosteron), serta gangguan fungsi seksual.
7)
Perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi,
dan amenorhoe (tidak haid).
8)
Bagi pengguna NAPZA melalui jarum suntik, khususnya pemakaian
jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit shepatitis
B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada
obatnya.
9)
Konsumsi obat melebihi dosis (overdosis dan menyebabkan
kematian).
b.
Dampak Psikis
1)
Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah.
2)
Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga
3)
Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku brutal.
4)
Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan.
5)
Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri.
c.
Dampak Sosial
1)
Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh
lingkungan.
2)
Merepotkan dan menjadi beban keluarga.
3)
Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram.
7.
Mekanisme Penyalahgunaan
Mekanime terjadinya penyalahgunaan dibagi menjadi 3 menurut Hawari (2012)
yaitu :
a.
Pendekatan organobiologik
Mekanisme terjadinya adiksi
(ketagihan) hingga dependensi (ketergantungan) darai sudut pandang ini dikenal
2 istilah yaitu :
1)
Gangguan Mental Organik atau Sindrom Otak Organik yaitu
kegaduh gelisahan dan kekacauan dalam fungsi kognitif, afektif dan psikomotor
yang disebabkan oleh efek langsung terhadap susunan syaraf pusat.
2)
Gangguan Penggunaan.
b.
Pendekatan psikodinamik
Penyalahgunaan terjadi karena adanya
interaksi anatara faktor predisposisi, faktor kontribusi dan faktor penetus.
c.
Pendekatan psikososial
Perilaku menyimpang yang dilihat
dari sudut pandang
psikososial terjadi akibat negatif dari 3 kutub sosial (sekolah,
keluarga, masyarakat) yang tidak kondusif.
8.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan Dektrometorfan
a.
Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang muncul karena adanya
dorongan dan kemauan dari individu
itu sendiri.Pribadi manusia
dapat dipengaruhi oleh sesuatu, karena itu ada usaha untuk membentuk
pribadi, membentuk watak atau mendidik watak seseorang. Sejak dahulu diketahui
bahwa pribadi tiap individu tumbuh atas dua kekuatan, yaitu kekuatan dari
dalam, yang sudah dibawanya sejak lahir atau bisa disebut juga dengan kemampuan dasar dan kemampuan dari luar, yang diterima dan
dipelajari individu dari keadaan sekitarnya dia berada.
Faktor internal meliputi:
1)
Kualitas Pribadi
Munculnya keinginan sendiri untuk
mengonsumsi obat batuk komix disebabkan oleh faktor dalam diri remaja karena remaja
merupakan masa dimana mencari jati diri sehingga
mencoba segala sesuatu yang
membuat dirinya penasaran.Rasa penasaran mendorong remaja mengkonsumsi obat
batuk komix.Sehingga tanpa mereka sadari perilaku mereka sudah menjurus kepada
perilaku menyimpang. Menurut edwin Sutherland perilaku menyimpang merupakan
suatu hal yang dipelajari artinya remaja yang mengkonsumsi obat batuk komix
mempelajari suatu hal tentang obat batuk komix dan saat mereka mengetahui bahwa obat batuk komix bisa membuat mabuk
mereka mencobanya (Adiyatma, 2016).
Hal ini sesuai dengan pendapat
Purwoko (dalam Rahmawati 2012:26) yang menjelaskan bahwa penyebab remaja
berperilaku menyimpang yaitu salah satu dikarenakan adanya kualitas dari pribadi
remaja itu sendiri, seperti :
a)
Tidak memiliki ketrampilan untuk mengatasi emosional yang
negatif.
b)
Adanya krisis identitas dan ingin diterima dalam pergaulan.
c)
Suka mencari sensasi, melakukan hal-hal yang mengandung
resiko berbahaya yang berlebihan, dan cenderung mengabaikan peraturan-peraturan.
d)
Sangat menuntut kebebasan/tidak suka peraturan.
2)
Aspek Motivasi
Masa remaja merupakan masa dimana
seorang anak mulai dihadapkan pada relaita kehidupan.Pada saat inilah jiwa
seoarang remaja mengalami peralihan dari jiwa kekanak-kanakan kearah
pendewasaan.Dalam masa peralihan ini tentunya anak banyak mengalami peristiwa
baru yang selama ini belum pernah dialami pada masa sebelumnya.Sarwono (dalam
Darmasih 2009:13) yang menjelaskan bahwa motivasi adalah dorongan bertindak
untuk memuaskan suatu kebutuhan, dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam
bentuk tindakan. Indikator dari aspek motivasi meliputi :
a)
Rasa ingin tahu yang tinggi,
sehingga ada keinginan untuk coba- coba
b)
Ketidaktahuan akan bahaya menyalahgunakan obat baik bagi
dirinya, keluarga, lingkungan maupun masa depannya.
c)
Mempunyai pendapat bahwa
menylahgunakan obat merupakan cara untuk mengatasi stress, frustasi, bukti
partisipasi dalam suatu gaya hidup dan alat pernyataan diri/pengakuan diri.
b.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor
yang datang dari luar individu, yang dapat mendorong remaja
untuk melakukan penyimpangan, yaitu:
1)
Aspek Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi
perkembangan anak.Remaja yang berasal dari keluarga yang penuh
perhatian, hangat, dan harmonis mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri dan sosilisasi
yang baik dengan lingkungan sekitarnya.Faktor keluarga
sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja.
Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya
perhatian orang tua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif,
kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja (Aryani,
2009). Penelitian yang dilakukan
oleh Gerald Patteson dan rekan- rekannya menunjukkan bahwa
pengawasan ornag tua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja
dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai
merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan
remaja.
Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan. Faktor
genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan
remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar (Aryani, 2009).
Adapun dari
uraian diatas terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain:
a)
Perhatian Keluarga
Interaksi timbal balik antara anak
dan orang tua akan menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka
terhadap orang tuanya, sehingga komunikasi bisa timbal balik dan segala
permasalahan dapat dipecahkan bersama. Interaksi tidak ditentukan oleh lama
waktu bersama anak, tetapi lebih ditentukan oleh kualitas masing-masing dan
upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh saling
menyayangi. Hubungan yang menyenangkan dengan orang lainterutama dengan
keluarga, akan mendorong anak untuk mengembangkan kepribadian dan interaksi
sosial dengan orang lain (Soetjiningsih, 2012).
b)
Ada tidaknya konflik
Hubungan orang tua yang harmonis
akan menumbuahkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan
kepribadian anak. Sebaliknya orng tua yang sering bertengkar akan menghambat
komunikasi dalam keluarga dan anak akan “melarikan diri” dari keluargaa.
Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga
dengan keadaan ekonomi nyang kurang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa remaja. Keluarga
yang harmonis juga selalu
menyediakan wakatu untuk bersama keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul,
makan bersama, menemani bermain dan mendengarkan masalah dna keluhan-keluhan
anak, dalam kebersamaan ini anak akan merasa dirinya dibutuhkan dan
diperhatikan oleh orang tuanya, sehingga anak akan betah tinggal di rumah (
Aryani, 2009).
c)
Ada tidaknya peraturan
Setiap organisasi berfungsi dengan
aturan yang akan mendukung fungsi sehingga tujuan dari organsisasi akan
tercapai. Demikian pula halnya dengan keluarga.Keluarga mempunyai aturan-aturan
yang mengatur peran masing-masing anggota keluarga, dan bagaimana masing-masing
anggota berinteraksi satu dengan lainnya.
Aturan yang berlaku biasanya adalah
aturan yang tidak tertulis tetapi yang dimunculkan secara berulang-ulang oleh
orangtua.Aturan disebut sehat jika aturan dapat menyantuni semua pihak,
dan tidak berorientasi pada keuntungan satu pihak
saja.Pelanggaran terhadap aturan dapat saja terjadi. Seberapa jauh keluarga
akan mentolerir pelanggaran yang dilakukan oleh
remaja tersebut. Peraturan yang diterapkan dalam sebuah keluarga seperti :
pulang tepat waktu, tidak boleh melawan orang tua(Andayani, 2009).
d)
Pola asuh keluarga
Pola asuh adalah suatu tindakan,
perbuatan, dan interaksi orang tua untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan
anak agar mereka tumbuh dan berkembang dengan baik dan benar (Surbakti, 2012).
1.
Pola asuh otoriter adalah gaya membatasi dan menghukum ketika
orang tua memaksa anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan
serta upaya mereka. Orang tua otoriter
menempatkan batasan-batasan dan kontrol
yang tegas pada anak dan memungkinkan sedikit pertukaran verbal. Orang
tua otoriter juga sering memukul
anak mereka, menegakkan
aturanaa-aturan kaku, tetapi tidak menjelaskan kepada mereka, dan menunjukkan
kemarahan kepada anak. Anak-anak dari orang tua otoriter seringkali tidak
bahgia, takut, dan ingin membandingkan dirinya dengan orang lain; gagal untuk
memulai aktivitas dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Anak laki-laki
dari orang tua otoriter dapat berperilaku agresif. Pola asuh keluarga yang
dimaksud dalam hal ini orang tua kurang tegas dalam memberi sanksi pada anak
jika berbuat salah, loyal dalam memberikan uang.
2.
Pengasuhan otoritatif mendorong anak-ank untuk menjadi
mandiri, tetapi masih menempatkan batasan dan kontrol atas tindakan mereka.
Komunikasi verbal memberi
dan menerima yang ekstensif
diperbolehkan, dan orang tua hangat dan nurturant
terhadap anak-anak. Orangtua yang otorittif dapat memeluk anak dengan cara
yang menghibur, menunjukkan kegembiraan dan dukungan dalam menanggapi perilaku
anak-anak yang konstruktif.
3.
Pengasuhan lalai merupakan gaya ketika orang tua sangat tidak terlibat
dalam kehidupan anak. Anak-anak ayang orang
tuanya lalai mengembangkan rasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih
penting daripada mereka. Anak- anak cenderung tidak kompeten secara sosial.,
memiliki harga diri yang rendah dan tidak matang, serta mungkin terasing dari keluarga. Pada masa remaja,
akan menunjukkan pola
membolos dan kenakalan.
4.
Pengasuhan permisif merupakan sebuah gaya pengasuhan ketik
orang tuasangat terlibat dengan anak-anak mereka, tetapi menempatkan beberapa
tuntutan atau control atas mereka. Orang tua seperti ini membiarkan anak-anak mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan. Namun, anak-
anak yang orang tuanya permisif jarang belajar untuk menghormati orng lain dan
mengalami kesulitan mengendalikan perilaku mereka. Mereka mungkin mendominasi,
egosentris, patuh, dan kesulitan dalam hubungan teman sebaya (Santrock, 2011).
e)
Spiritual keluarga
Sebuah keluarga yang harmonis
ditandai dengan terciptanaya kehidupan beragama dalam rumah tersebut.Hal ini
penting karenadalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika kehidupan.
Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan bahwa keluarga yang tidak religius
yang penanaman komitmennya rendah atau tanpa nilai agama sama sekali akan
cenderung terjadi pertentangan konflik dan percekcokan dalam keluarga, dengan
suasana seperti ini, maka anak akan merasa tidak betah di rumah dan kemungkinn
besar anak akan mencari lingkungan yang dapat menerimanya.
Pendidikan agama diharapkan dapat
menumbuhkan sikap anak yang mampu menjauhi hal-hal yang dilarang dan
melaksanakan perintah agama. Menanamkan norma agama dianggap sangat besar
perannya terutama dalam menghadapi situasi globalisasi yang berakibat bergesernya
nilai kehidupan. Remaja yang taat norma agama akan terhindar atau mampu
bertahan terhadap pengaruh buruk di lingkungannya (Aryani, 2009).
f)
Riwayat penyalahgunaan obat
Adanya keluarga yang
menyalahggunakan obat, menjadi sebuah contoh perilaku yang dapat ditiru remaja,
sehingga ada keinginan untuk mencoba apabila mengalami masalah, yang pada
akhirnya akan menimbulkan ketergantungan (Aryani, 2009).
g)
Ada tidaknya komunikasi dalam kelurga
Terciptanya karakter yang kuat dan
jiwa yang baik pada anak didalam keluarga didukung oleh suasana keluarga yang
harmonis dan dinamis.Hal tersebut dapat
tercipta jika terbangun koordinasi dan komunikasi dua
arah yang kuat antara orang tua dan anak. Pembentukan karakter anak tersebut
akan tercapai apabila adanya komunikasi yang baik antara orang tua dan anaknya.
Setiap orang tua tentunya
menginginkan anaknya memiliki karakter yang baik, namun seiring pertumbuhan
anak yang juga tidak terlepas dari
pengaruh lingkungan sekitarnya, tentunya anak tersebut seringkali mendapatkan
hal-hal yang dapat mempengaruhi karakter pribadinya.Misalnya ketika seorang
anak berteman dengan teman yang agak keras dan kasar dalam keseharian, ataupun
ketika seorang anak bergaul dengan kehidupan
anak-anak yang nakal.
Tentunya hal seperti
ini dapat mempengaruhi
pembentukan karakter anak tersebut(Pantow, 2015).
Menurut Silalahi & Meinarno
(2010) Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara dan sebagai
pendidik terhadap anak- anaknya.Orang tua adalah pihak yang sering kali
bersinggungan dengan seorang anak dalam kehidupan sehari-hari sejak lahir
sampai dewasa, orang tua mempunyai tanggung jawab besar dalam segala hal menyangkut perkembangan
hidup anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat,
dinilai, dan ditiru oleh anaknya, yang kemudian semua itu secara sadar atau tak
sadar diresapinya dan kemudian
menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya.
Keterlibatan keluarga secara aktif
dalam pengasuhan anak dilaksanakan melalui fungsi keluarga. Menurut Silalahi
(2010) ada delapan fungsi keluarga, yaitu:
1.
Fungsi Keagamaan dengan memberikan contoh ritual keagamaan
yang dianut keluarga kepada anak.
2.
Fungsi sosial budaya melalui kebiasaan membacakan cerita atau
legenda, mengenalkan musik, seni dan tarian
daerah.
3.
Fungsi cinta kasih, dengan memberikan contoh cara
berinteraksi dengan orang lain.
4.
Fungsi perlindungan, dengan memberikan contoh hidup sehat,
mendorong agar anak mau menceritakan apa yang dirasakan.
5.
Fungsi reproduksi, dengan menerangkan pentingnya kebersihan
diri terutama setelah dari kamar kecil.
6.
Fungsi sosialisasi dan pendidikan, dilakukan dengan
mengajarkan kebiasaan berinteraksi yang baik.
7.
Fungsi ekonomi, melalui pembinaan perilaku anak dalam aspek
ekonomi seperti kebiasaan menabung, hidup hemat, mengatur uang yang dimiliki
dan sebagainya.
8.
Fungsi pemeliharaan lingkungan, dengan memberikan contoh cara
membersihkan rumah, merawat tanaman, dan memelihara hewan piaraan
2)
Aspek Pergaulan/Teman sebaya
Bagi remaja seorang teman merupakan
suatu kebutuhan, sehingga terkadang teman dianggap sebagai “orang tua kedua”
bagi remaja.Dorongan untuk memiliki teman dan membentuk suatu kelompok juga
dapat dipandang sebagai usaha agar tidak tergantung dengan orang yang lebih
dewasa atau sebagai tindakan nyata dalam interaksi sosial.Maka didalam
lingkungan pergaulan remaja selalu kita temukan adanya kelompok teman
sebaya.Pergaulan dengan teman sebaya dapat
membawa seseorang kearah
positif dan negatif (Aryani, 2009).
Aspek positifnya adalah tersedianya
saluran aspirasi, kreasi, pematangan kemampuan, potensi dan kebutuhan lain
sebagai output pendidikan orang tua dan potensinya. Akan tetapi jika yang dimasukinya adalah lingkungan yang buruk maka akan mendorong mereka kepada hal negatif.
Pergaulan dengan teman sebaya yang di dalamnya terdapat keakraban dan adanya
intensitas pertemuan yang tinggi dapat memberikan pengaruh terhadap individu
lain di dalam kelompok tersebut. A. Islami (2012:22-23) menjelaksan bahwa dengan
adanya ikatan secara
emosional dalam kehidupan peer group akan mendapatkan berbagai
manfaat dan pengaruh yang besar bagi individu yang berada dalam kelompok
tersebut.
Misalnya timbul rasa penasaran
dan keinginan untuk mencoba
kebiasaan yang dilakukan oleh salah
satu individu dalam kelompok
tersebut. Hal tersebut akan berdampak positif ketika individu di dalam kelompok
pergaulan meniru kebiasaan yang dilakukan oleh salah satu teman kelompoknya
yang melakukan perbuatan positif. Berbeda halnya ketika individu tersebut
meniru perbuatan yang negatif dari salah satu teman di dalam kelompoknya, maka
kemungkinan besar individu tersebut akan meniru perbuatan negatif dari
temannya. Berdasarkan uraian diatas adapun faktor teman sebaya yang berpengaruh
terhadap penyalahgunaan sirup obat batuk komix yaitu :
a)
Dukungan sesama teman pengguna
Teman mendukung untuk
menyalahgunakan sirup obat batuk komix.Adanya bentuk ancaman dan dikucilkan
apabaila tidak ikut menyalahgunakan menyebabkan remaja tidak mempunyai pilihan
untuk tidak menyalahgunakan obat (Aryani, 2009).
b)
Teman sebagai role model
Pengaruh teman telah cukup tinggi
yang mempengaruhi dirinya untuk berbuat dan bertingkah laku sesuai yang teman lakukan.
Berawal dari melihat gaya teman menyalahgunakan obat muncul keinginan untuk
ikut menyalahgunakan obat.
Menurut Santrock menyebutkan bila
konformitas (pengaruh sosial) teman sebaya bersifat negatif dapat dengan mudah
terbawa pada perilaku kurang baik seperti merokok, mencuri dan menggunakan
obat-obat terlarang. Teman dijadikan sebagai acuan dalam berperilaku, bersikap
dalam kegiatan sehari-hari(Muhsinin, 2016).
c)
Pengaruh pergaulan
Teman sebaya mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap.Keterkaitan remaja dan
teman sebaya dapat berdampak positif dan negatif dalam kehidupan remaja.Remaja
yang tidak mampu memilah dengan baik teman sebaya memiliki kecenderungan tidak
mampu menolak pengaruh teman sebaya kearah negatif, salah satunya penyalahgunaan obat. Namun, remaja
yang mempunyai kontrol diri
dan teman sebaya yang baik akan meningkatkan perilaku dan sikap yang baik dalam pergaulan.
Macam bentuk pengaruh dari pergaulan remaja
diantaranya merokok, hiburan malam diskotik, dan minuman alkohol,
menyalahgunakan obat (Muhsinin, 2016).
3)
Aspek Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hal yang
sangat penting untuk meningkatkan konseptual dan intelektual, dengan
pengetahuan yang tinggi maka remaja dapat terhindar dari pengaruh untuk
menyalahgunakan obat. Namun jika remaja memiliki pengetahuan kurang tentang
obat tertentu maka akan merugikan masa depan remaja itu sendiri karena
terpengaruh untuk menggunakan dan menyalahgunakan (Prisaria, 2012 ).
Dalam hal ini pengetahuan remaja
dikaitkan dengan seberapa paham remaja tentang sirup obat batuk komix meliputi
:
a)
Pengetahuan tentang komix
Pengetahuan yang dimaksud meliputi kegunaan, dosis, efek
samping, interaksi obat komix.
1.
Kegunaan
Komix (sirup Dextromethorpan HBr)
adalah obat penekan batuk, yang biasanya digunakan untuk mengobati batuk.
Dextromethorpan tidak akan mengobati batuk yang diakibatkan oleh merokok, asma,
atau emfisema.
2.
Dosis
Dewasa : 3x sehari 1-2
sachet
3.
Efek samping
Efek samping yang ditimbukan antara
lain mengantuk, gangguan pencernaan, mulut kering, retensi urine
4.
Interaksi Obat
Komix (Dextromethorpan HBr Syrup)
mungkin berinteraksi dengan obat-obatan lain yang sedang dikomsumsi saat ini,
yang dapat mengubah cara kerja obat atau meningkatkan risiko efek samping
serius. Untuk menghindari kemungkinan interaksi obat apapun, simpan daftar
semua obat yang sedang dikomsumsi (termasuk obat resep, obat tanpa resep, dan
produk herbal) dan berikan kepada dokter dan apoteker.Demi keselamatan, jangan
memulai, menghentikan, atau mengubah dosis obat apapun tanpa persetujuan dokter
(Prisaria, 2012 ).
b)
Pengetahuan tentang ketergantungan
Ketergantungan adalah keadaan
terganggunya fungsi kognitif, perilaku, dan gejala fisiologis seseorang yang
menyalahgunakan obat. Hal ini ditandai dengan keinginan kuat untuk terus
menggunakan, sulit mengendalikan, mengabaikan kegiatan lain yang penting dalam
hidup seperti pekerjaan, hubungan sosial, rekreasi karena hampir seluruh waktu
tersita kegiatan terkait penyalahgunaan obat, dimana kadar zat perlu
ditingkatkan untuk mendapatkan efek yang sama seperti sebelumnya dan gejala
putus zat ketika zat dihentikan (World Health Organization, 2015).
c)
Pengetahuan tentang dampak penyalahgunaan obat
Pengetahuan tentang dampak
penyalahgunaan obat meliputi dampak secara fisik, dampak secara psikis dan dampak secara sosial (Aryani, 2009).
d)
Pengetahuan tentang overdosis
Overdosis merupakan suatu keadaan
yang timbul diakibatkan penggunaan dosis obat yang berlebihan.Gejala yang ditimbulkan ketika mengalami
overdosis biasanya berupa:
1.
Muntah
2.
Mual
3.
Berkeringat
4.
Lesu
5.
Kehilangan nafsu makan
6.
Diare(Azmiyati, 2014).
4)
Lingkungan sosial
Lingkungan sosial merupakan salah
satu faktor yang juga menentukan kepribadian, tingkah laku dan pola hidup
seseorang.Tingkah laku seseorang akan tercermin dari lingkungan tempat dimana
seseorang bergaul. Pergaulan yang bebas tanpa batas dapat membuat seseorang
terjerumus ke dalam kehidupan yang bertolak belakang dengan nilai dan norma
yang berlaku didalam masyarakat apabila tidak diarahkan dengan tepat
(Partodiharjo, 2006).
a)
Lingkungan tempat tinggal meruipakan pengguna
Komunitas juga berperan serta dalam
memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat penyalahgunaan yang
tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai bentuk penyimpangan yang terjaadi
di sekitarnya. Remaja mulai terpengaruh dengan lingkungannya dan ikut
menyalahgunakan obat. Lingkungan tempat tinggal banyak yang menyalahgunakan
komix menjadi faktor pemicu remaja menyalahgunakan komix (Aryani, 2009).
b)
Lingkungan acuh tak acuh
Lingkungan tidak peduli terhadap
segala bentuk penyimpangan yang terjadi, karena dalam lingkungan tempat tinggal
mereka menganggap bahwa bentuk penyimpangan
yang terjadi merupakan suatu yang wajar atau biasa dilakukan di
lingkungan tersebut.Dalam hal ini penyalahgunaan sirup obat batuk komix
(Aryani, 2009).
c)
Kemudahan mendapatkan obat
Lingkungan tempat tinggal banyak yang menjual
sirup obat batuk komix
sehingga memudahkan remaja dalam menyalahgunakan obat.Komix itu sendiri banyak
dijual di toko kelontong, minimarket dan apotik (Aryani, 2009).
D.
Penelitian Terkait
Menurut penelitian Nurhayati Umagap
yang berjudul Perilaku sosial remaja penyalahgunaan obat batuk Komix di negeri
assiluluwik 4 Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah tahun 2020, Faktor
penyebab penyalahgunaan obat batuk komix adalah pergaulan dengan teman sebaya
yang suka mabuk, orang dewasa yang suka mabuk, dan obat komix mudah sekali di
dapatkan, adapun efek samping yang dirasakan dan diketahui oleh remaja-remaja
penyalahgunaan obat batuk komix, wajah kekuning kuningan dan indra pendengar
berkurang dan kulit melepuh.
Berdasarkan penelitian Indra Utama
yang berjudul Faktor-Faktor Penyebab penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja Didesa
Airitam Kecamatan Penukal Kabupaten Pali tahun 2018, faktor yang paling dominan yaitu faktor eksternal seperti
faktor ekonomi, faktorkeluarga, faktor lingkungan, pengaruh teman sebaya dan
pengaruh pergaulan.
Sedangkan berdasarkan penelitian
Muhammad Sahrul tahun 2021 dengan judul Penyalahgunaan Lem Aibon Oleh Anak
Remaja Studi Kasus Di Desa Teluk Leban Kec Maro Sebo Ulu Kab Batang Hari
Provinsi Jambi didapatkan kesimpulan bahwa factor yang paling dominan membuat
anak remaja menyalahgunakan lem aibon adalah factor lingkungan di samping itu
juga factor ingin tahu juga membuat anak remaja menyalahgunakan lem aibon karna lem aibon mudah di dapat.
E.
Kerangka Teori
Evaluasi fakor penyebab penyalahgunaan komix pada remaja
ketersediaan
obat · acuh Lingkungan tak acuh Kemudahan · Lingkungan
Sosial ·
Lingkungan tempat
tinggal merupakan pengguna Tingkat
Pengetahuan ·
Pengetahuan tentang Komix ·
Pengetahuan tentang
ketergantungan obat ·
Pengetahuan tentang dampak obat ·
Pengetahuan tentang overdosis
obat Teman Sebaya ·
Dukungan sesama teman pengguna ·
Teman sebagai role model ·
Pengaruh pergaulan tidaknya Ada komunikasi · Keluarga ·
Perhatian Keluarga ·
Ada tidaknya konflik ·
Ada tidaknya
peraturan ·
Pola Asuh Keluarga ·
Spiritual Keluarga ·
Riwayat penyalahgunaan obat Faktor Ekstern
Gambar 2.1 Kerangka Teori (Florina, 2019)
F.
Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan abstraksi dari suatu realitas
agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan
VARIABEL INDEPENDENT |
VARIABEL DEPENDENT |
Keluarga Teman Sebaya Tingkat Pengetahuan Penyalahgunaan
obat batuk \.komix
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
F. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel
dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga
akhirnya mempermudah mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013). Definisi
operasional variabel pada penelitian ini disajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel
3.1
Definisi
Operasional
Variabel Penelitian |
Definisi Operasional |
Instrum en |
Cara Ukur |
Hasil Ukur |
Skala |
1.
Variable independent |
|||||
Keluarga |
Salah satu lingkup terkecil yang
berpengaruh besar terhadap baik
buruknya kepribadian remaja,yang dalam hal ini |
Kuesioner |
Mengisi Quesioner |
1=
Buruk :Apabila bobot nilai yang dicapai 60%- 100% dari total
jawaban. 2 = Baik : Apabila bobot |
Nominal |
|
terjadi penyalahgunaa n obat
(komix) akibat kondisi keluarga yang tidak mendukung |
|
|
nilai yang
dicapai < 20 % - 59 % dari total jawaban. |
|
Teman
Sebaya |
Teman bermain memiliki peranan
dalam perilaku baik buruknya remaja dalam menentukan pikiran dan kebiasaan pada kehidupan sehari-hari |
Kuesioner |
Mengisi Quesioner |
1 = Buruk Apabila bobot nilai yang dicapai
>45 % dari total jawaban 2 = Cukup Apabila bobot nilai yang dicapai
39-45 % dari total jawaban 3 = Baik Apabila bobot nilai yang dicapai
<39 % dari total jawaban |
Nominal |
Tingkat
Pengetahuan |
Segala sesuatu yang diketahui oleh remaja Tentang sirup obat batuk (komix). |
Kuesioner |
Mengisi
Quesioner |
1
= Rendah Apabila bobot nilai yang dicapai < 45% dari total jawaban 2
= Sedang Apabila bobot nilai yang dicapai 45-55 %
dari total jawaban 3
= Tinggi Apabila bobot nilai yang dicapai >55% dari total jawaban |
Nominal |
2. Variabel Dependent |
|||||
Penyalahgunaan syrup obat batuk komix |
Menggunakan obat batuk Syrup komix lebih dari 120 mg dalam 24
jam dan atau menggunakan obat batuk syrup komix lebih dari 8 bungkus dalam 24 jam. |
Kuesioner |
Mengisi Kuesioner |
1 =Menyalahg unakan komix 2 =Tidak menyalahgun akan komix |
Nominal |
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif
adalah penelitian ilmah yang sistematis terhadap bagian-bagianan fenomena serta
hubungan- hubungannya.Tujuannya adalah untuk mengembangkan dan menggunakan
model-model matematis teori-teori atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena
alam (Notoatmodjo, 2010).
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1.
Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada 30 Desember
2022 - 12 April 2023
2.
Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di UPTD Puskesmas
Bengkunat Kecamatan Ngaras Kabupaten Pesisir Barat.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan cross sectional.
Penelitian cross sectional adalah
suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor- faktor
resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasional, atau pengumpulan
data. Penelitian cross sectional hanya
mengobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap variabel
subjek pada saat penelitian (Notoatmodjo, 2010).
D.
Subjek Penelitian
1.
Populasi
Populasi merupakan keseluruhan dari
objek yang di teliti (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini populasinya
adalah pada remaja yang menggunakan obat
batuk komix di Puskesmas Bengkunat Kecamatan Ngaras
Kabupaten Pesisir Barat
2.
Sampel
Sampel adalah bagian dari objek yang
diteliti dan dianggap dapat mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2010).
Apabila jumlah populasi kurang dari 100 maka pengambilan sampel dilakukan dalam
teknik total sampling atau semua populasi dijadikan sampel dalam penelitian.
Untuk populasi lebih dari 100 maka pengambilan sampel dengan menggunakan rumus
suatu formula (Notoadmodjo, 2010).
3.
Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling merupakan proses
menyeleksi sampel yang digunakan
dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili
keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2008). Teknik sampling yang digunakan
dalam penelitian ini adalah total sampling, karena seluruh populasi dijadikan
sampel penelitian. Jumlah populasi remaja yang memenuhi
kriteria inklusi maupun eksklusi di Wilayah Kerja Puskesmas Bengkunat Kecamatan
Ngaras Kabupaten Pesisir Barat Kriteria inklusi yaitu:
a.
Remaja Usia 11 tahun sampai 24 tahun memiliki Riwayat
penyalahgunaa obat batuk komix atau yang masih melakukan penyalahgunaan obat
batuk komix
b.
Tidak mempunyai penyakit kejuwaan.
Kriteria Eksklusi :
a.
Responden tidak menyelesaikan penelitian
b.
Sakit,dantidak bisa melakukan penelitian
E. Variabel Penelitian
Menurut Setiadi (2013) variabel
adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai merupakan
operasionalisasi dari suatu keonsep sehingga dapat diteliti secara empiris atau
ditentukan tingkatannya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua variabel
yang diteliti yaitu:
1.
Variabel bebas
Variabel bebas (variable
independent) adalah variabel yang dimanipulasi oleh peneliti untuk
mencipatakan suatu dampak pada variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah keluarga, pergaulan teman sebaya, dan pengetahuan,
2.
Variabel terikat
Variabel terikat (variable dependent) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas (Setiadi, 2013). Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah perilaku penyalahgunaan obat batuk komix.
3.
Variabel terikat
Variabel terikat (variable dependent) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas (Setiadi, 2013). Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah perilaku penyalahgunaan obat batuk komix.
F. Pengumpulan Data
1.
Instrumen Penelitian
Kuesioner merupakan cara pengumpulan
data melalui pemberian angket dengan beberapa pertanyaan kepada responden.
Pembuatan kuesioner ini mengacu pada parameter yang sudah dibuat oleh peneliti
terhadap penelitian yang akan dilakukan (Hidayat, 2010). Instrumen dalam
peneltian ini menggunakan kuesioner yang telah digunakan oleh peneliti
sebelumnya, pada penelitian oleh Florina Ayu Andikasari tahun 2019 dengan judul
Identifikasi Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Remaja Menyalahgunakan Obat Batuk
Syrup Komix di BNN Malang. Lembar kuisioner terdiri dari 3 bagian variabel
yakni faktor keluarga, faktor teman sebaya, dan faktor tingkat pengetahuan.
Pengukuran faktor keluarga terdiri
dari 16 pertanyaan yang diukur dengan alternatif jawaban
selalu diberi nilai 5, sering
diberi nilai 4, kadang-
kadang diberi nilai 3, jarang diberi nilai 2 dan tidak pernah diberi nilai 1 Kategori yang ditentukan didapat dari rumus
menurut (Azwar, 2015) yaitu: jumlah skor tertinggi = scoring tertinggi x jumlah
pertanyaan
= 5 x 16
= 80 (100%)
jumlah skor terendah = scoring terendah x jumlah pertanyaan
= 1 x 16
= 16 ( 16/80 x 100 % = 20 %)
Range (R) = skor
tertinggi – skor terendah
= 100-20 (%) = 80%
Kategori hasil ukur = 2 (Buruk, baik) I= R/K
Interval = Range / Kategori
= 80 / 2
= 40% (Anwar, 2012)
Dimana seluruh jawaban dikategorikan menjadi 2 :
1.
Buruk, apabila bobot nilai yang dicapai diatas 60 %- 100 %
dari total jawaban.
2.
Baik, apabila bobot nilai yang dicapai dibawah 20 %-59% dari
total jawaban.
Pengukuran faktor teman sebaya terdiri dari 9 pertanyaan
yang diukur dengan alternatif jawaban
“YA” (bobot nilai 1) dan “Tidak” (bobot
nilai 0). Pedoman lembar
kuisioner ini menggunakan skala Ghuttman berisikan pertanyaan dengan variasi
jawaban Ya dan Tidak. Untuk jawaban Ya=1,
Kategori yang ditentukan didapat dari rumus menurut (Azwar,
2015) yaitu: jumlah skor tertinggi = scoring tertinggi x jumlah pertanyaan
= 5 x 16
= 80 (100%)
jumlah skor terendah = scoring terendah x jumlah pertanyaan
= 1 x 16
= 16 ( 16/80 x 100 % = 20 %)
Range (R)= skor tertinggi
– skor terendah
= 100-20 (%) = 80%
Kategori hasil ukur = 2 (Buruk, baik) I= R/K
Interval= Range / Kategori
= 80 / 2
= 40% (Anwar, 2012)
Dimana seluruh jawaban dikategorikan menjadi 2 :
3. Buruk, apabila bobot nilai
yang dicapai diatas 60 %- 100 % dari total jawaban.
4. Baik, apabila bobot nilai
yang dicapai dibawah 20 %-59% dari total jawaban.
Pengukuran faktor teman sebaya
terdiri dari 9 pertanyaan yang diukur dengan
alternatif jawaban “YA” (bobot nilai 1) dan “Tidak” (bobot
nilai 0). Pedoman lembar
kuisioner ini menggunakan skala Ghuttman berisikan pertanyaan dengan variasi
jawaban Ya dan Tidak. Untuk jawaban Ya=1, Tidak =0. Nilai maksimal yang mungkin
didapat oleh skor responden sebanyak 9, dan nilai minimal 0.Kategori yang
ditentukan didapat dari rumus menurut (Azwar, 2015) yaitu:
Tinggi :(μ+1,0σ ) ≤ X
Sedang : (μ-1,0σ ) ≤ X < (μ+1,0σ )
Rendah : X< (μ-1,0σ )
Keterangan:
X = jumlah skor jawaban responden
μ = ½ (Xmaks+Xmin) x jumlah
pertanyaan
σ = 1/6 ((Jumlah pertanyaan x skor
max – jumlah pertanyaan) Xmaks =
skor tertinggi pada pertanyaan
Xmin = skor terendah pada pertanyaan
Imaks = jumlah skor tertinggi
Imin = jumlah skor terendah
Sehingga didapat
hasil perhitungan dari rumus tersebut yaitu:
-
Buruk apabila bobot nilai yang dicapai > 45% dari total jawaban
-
Baik apabila bobot nilai yang dicapai < 39% dari total jawaban.
-
-
Tinggi :(μ+1,0σ ) ≤ X
-
Sedang : (μ-1,0σ ) ≤ X < (μ+1,0σ ) Rendah : X< (μ-1,0σ )
-
-
didapat oleh skor responden sebanyak 10, dan nilai minimal
0.Kategori yang ditentukan
didapat dari rumus menurut (Azwar, 2015) yaitu:
-
Keterangan:
didapat oleh skor responden sebanyak
10, dan nilai minimal 0.Kategori yang ditentukan didapat dari rumus menurut (Azwar, 2015) yaitu:
Keterangan:
X = jumlah skor jawaban responden
μ = ½ (Xmaks+Xmin) x jumlah pertanyaan
σ = 1/6 ((Jumlah pertanyaan x skor max – jumlah pertanyaan) Xmaks =
skor tertinggi pada pertanyaan
Xmin = skor terendah pada pertanyaan Imaks = jumlah skor tertinggi
Imin = jumlah skor terendah
Sehingga didapat hasil perhitungan dari rumus tersebut yaitu: Dimana
seluruh jawaban dikategorikan menjadi 3 :
-
Tinggi apabila bobot nilai yang dicapai >65 % dari total jawaban
-
rendah apabila bobot nilai yang dicapai < 43 % dari total jawaban.
Sedang apabila bobot nilaia yang dicapai 43-65 % dari total jawaban
2.
Prosedur Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses
pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang
diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2013). Langkah – langkah dalam
pengumpulan data sebagai berikut :
a.
Tahap Perencanaan
1)
Mempersiapkan kuesi
Sehingga didapat hasil perhitungan dari rumus tersebut
yaitu: Dimana seluruh jawaban dikategorikan menjadi 3 :
-
Tinggi apabila bobot nilai yang dicapai >65 % dari total jawaban
-
rendah apabila bobot nilai yang dicapai < 43 % dari total jawaban.
Sedang apabila bobot nilaia yang dicapai 43-65 % dari total jawaban
3.
Prosedur Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses
pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang
diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2013). Langkah – langkah dalam
pengumpulan data sebagai berikut :
a.
Tahap Perencanaan
1)
Mempersiapkan kuesi
1)
Mengajukan permohonan izin kepada Politehnik Kesehatan
Tanjung Karang
2)
Setelah permohonan izin disetujui, peneliti melanjutkan
permohonan izin penelitian kepada pihak-pihak yang terkait dalam hal ini ditujukan
kepada UPTD Puskesmas Bengkunat, Camat kecamatan Ngaras dan Persatuan
Pemuda-Pemudi Marga Ngaras (P3MN)
3)
Menentukan sample dengan memilah responden sesuai dengan
kriteria inklusi yang peneliti inginkan
di lokasi yang sudah di tentukan
b.
Tahap Pelaksanaan
1)
Menentukan waktu dan tempat responden
untuk mengisi kuisioner.
Waktu penelitian 1 bulan sampai seluruh sampel yang
ditentukan mengisi kuesioner
2)
Dalam penelitian ini melibatkan asisten peneliti untuk
mendampingi proses pengumpulan data yaitu dari pihak P3MN dalam hal ini kepala bujang di tiap Pekon yang
sebelumnya pihak P3MN sudah diberitahu maksud dan tujuan yang ingin dicapai
oleh peneliti. Tujuannya agar hasil yang diperoleh
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh peneliti.
3)
Peneliti melakukan kontrak
waktu dan tempat
bersama responden dan melaksanakan pengumpulan data secara door to door mengunjungi responden satu persatu
4)
Melakukan pendekatan dengan
memperkenalkan identitas diri kepada
responden penelitian
5)
Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden, setelah itu meminta persetujuan subjek
untuk menjadi responden penelitian, setelah diisi maka surat persetujuan
diberikan kembali ke peneliti.
6)
Responden diberi penjelasan cara mengisi kuisioner dan
didampingi oleh peneliti
7)
Membagikan kuisioner kepada responden dan mempersilahkan untuk mengisinya di tempat yang sudah.
c.
Tahap Pengumpulan Data
1)
Kuesioner yang telah diisi selanjutnya dikumpulkan.
2)
Mengecek nama dan kelengkapan identitas responden.
3)
Meneliti kembali hasil dari angket yang telah diisi oleh
responden, jika ada data yang belum
diisi atau ada data yang dirasa kurang,
minta responden untuk mengisi data dari kuisioner yang kurang atau belum
diisi tersebut.
4)
Setelah data terkumpul kemudian di lakukan analisa data.
G. Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2010), data yang telah dikumpulkan kemudian diolah,
pengolahan data dilakukan dengan editing,
coding, entry data dan tabulating
1.
Editing
Setelah data terkumpul baik dari
kuisioner ataupun hasil dari pengamatan secara langsung.Peneliti melakukan dan
memeriksa ulang kelengkapan pengisian, kesalahan dan kelengkapan jawaban dari
responden.
2.
Coding
Peneliti melakukan pengkodingan
dengan merubah data dalam bentuk huruf kedalam bentuk angka atau bilangan.Kode
pada setiap responden untuk mempermudah peneliti
dalam melakukan pengolahan data dan analisa data.
3.
Processing
Peneliti melakukan proses analisa
setelah semua data selesai sampai pengkodingan, selanjutnya dilakukan entry data untuk dianalisis. Seluruh
data kuisioner di-entry dalam computer menggunakan program computer.
4.
Cleaning
Peneliti melakukan pengecekan ulang
dan pembersihan data-data sebelum pengolahan lebih lanjut untuk melihat
kemungkinan adanya kesalahan dalam memberikan kode, membaca kode maupun kesalahan pada saat entry data
sehingga data dapat dianalisis.
H. Uji Validitas dan Reliabilitas
a.
Uji Validitas
Alat ukur penelitian atau yang
sering disebut instrumen akan menghasilkan data yang baik apabila telah
dilakukan uji validitas dan reabilitas data terhadap
alat ukur tersebut
sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan
(Nursalam, 2014).
Uji
validitas merupakan suatu metode pengukuran yang menunjukkan
seberapa valid data yang dihasilkan oleh suatu instrumen.Uji validitas
instrumen dilakukan secara
korelasi product moment
dengan uji T sebagai
tahap awal. Data yang dihasilkan dari uji T kemudian disimpulkan indeks
korelasinya yang berupa
r hitung dan r tabel.
Data valid akan menghasilkan
nilai r hitung > nilai r tabel sedangkan data tidak valid menghasilkan nilai
r hitung < nilai r tabel.
Pada penelitian ini, peneliti tidak
langsung melakukan uji validitas, akan tetapi peneliti
menggunakan kuesioner baku yang telah
diuji validitas oleh peneliti
sebelumnya. Dan didapatkan hasil r hitung pada variabel keluarga, teman sebaya
dan pengetahuan > nilai r tabel , sehingga dapat
disimpulkan data yang dihasilkan dari uji t adalah valid.
b.
Uji Reliabilitas
Reliabilitas yaitu sebuah indeks
yang menunjukkan sejauh mana alat ukur yang digunakan dapat dipercaya atau
diandalkan (Notoatmodjo, 2012).Rumus statistika reabilitas dihitung menggunakan
Skala Guttman dengan bantuan dari SPSS for windows. Nilai Skala Guttaman
jika didapat >0,60 maka
reliabel, tetapi jika nilai Skala Guttman didapat <0,60 maka tidak reliable
Pada penelitian ini, peneliti tidak
langsung melakukan uji reliabilitas, akan tetapi peneliti menggunakan kuesioner
baku yang telah diuji reliabilitas oleh peneliti sebelumnya. Dan didapatkan
hasil skala guttman pada variabel keluarga, teman sebaya dan pengetahuan >
0,60 sehingga dapat disimpulkan data yang dihasilkan adalah reliabel.
I.
Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan analisis Univariat dan Bivariat.
1.
Analisa univariat
Analisa univariat adalah
analisa yang dilakukan terhadap tiap variable dari hasil penelitian beruopa
distribusi dan presentase dari tiap variable (Notoadmodjo, 2010). Dalam
penelitian ini yang akan dilakukan analisa univariat meliputi
faktor keluarga, teman sebaya, pengetahuan dan lingkungan sosial.
Rumus yang digunakan dalam analisa ini adalah :
P =
Keterangan :
P : presentasi F : frekuensi
N : jumlah seluruh observasi (Budiarto, 2010)
2.
Analisa bivariat
X2 =
Untuk mengetahui antara variable dependen dan indepnden. Uji
statistic yang digunakan yaitu chi-quare, dengan menggunkan tingkat kemaknaan
sebesar 0,05 (nilai α : 0,05), apabila nilai p value <α maka kesimpulan bahwa
ada hubungan bermakna
antara variable dan diteliti (ho ditolak), sedangkan jika p value
lebih besar dari α, maka tidak ada hubungan
dari pengaruh antara
variableyang diteliti (ho diterima), menurut rianto 2010 rumus yang digunakan
untuk menghitung x2 yaitu:
Keterangan :
X2 :
nilai chi-square
fO : nilai observasi (frekuensi yang terjadi)
fe : nilai ekspektasi (frekuensi harapan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar