Rabu, 01 Februari 2023

MAKALAH PATOFISIOLOGI “PROSES PERADANGAN:PERADANGAN AKUT DAN KRONIK”

 

MAKALAH

PATOFISIOLOGI


“PROSES PERADANGAN:PERADANGAN AKUT DAN KRONIK”

 

 

Disusun oleh Kelompok 7:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

D3 KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

2022/2023

 

 

 

 

KATA PENGHANTAR

 

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas perkenan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Proses Peradangan:Peradangan Akut Dan Kronik”.Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Patofisiologi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari apa yang dikatakan sempurna karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Walaupun demikian, penulis berharap bahwa makalah ini dapat diterima dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

           Tidak lupa ucapan terima kasih dan penghargaan penulis berikan kepada semua pikah yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, khususnya kepada bapak Al Murhan,SKM.,M.Kes. sebagai dosen pengampu mata kuliah Patofisiologi yang telah membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis sehingga penulis bisa memahami lebih jauh mengenai Proses Peradangan:Peradangan Akut Dan Kronik.

Penulis juga menyampaikan terima kasih serta seiring do’a atas segala amal baik dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis.Akhir kata semoga makalah ini dapat memenuhi syarat dan bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya.

 

Bandarlampung, 17 Januari 2023

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI :

 

 

KATA PENGHANTAR.. 2

DAFTAR ISI : 3

BAB I. 4

PENDAHULUAN.. 4

A.   Latar Belakang. Error! Bookmark not defined.

B.    Rumusan Masalah. Error! Bookmark not defined.

C.    Tujuan. Error! Bookmark not defined.

BAB II. Error! Bookmark not defined.

PEMBAHASAN.. Error! Bookmark not defined.

A.   Pengertian peradangan. Error! Bookmark not defined.

B.    Penyebab dan Gejala. 7

C.     Mekanisme inflamasi.......................................................................................................... 8

D.   Macam-macam inflamasi Error! Bookmark not defined.

E.    Mediator inflamasi............................................................................................................. 9

F.   Peran leukosit...................................................................................................................... 10

G.  Perubahan sistemik.............................................................................................................. 11

H.  Cara mengatasi inflamasi..................................................................................................... 13

BAB III. Error! Bookmark not defined.3

PENUTUP. Error! Bookmark not defined.3

A.   Simpulan. Error! Bookmark not defined.3

B.    Saran. Error! Bookmark not defined.3

DAFTAR PUSTAKA.. 14

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

 

           Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan prostaglandin yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kerusakan sel yang terkait dengan inflamasi berpengaruh Inflamasi merupakan suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan prostaglandin yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi.

          Kerusakan sel yang terkait dengan inflamasi berpengaruh pada selaput membran sel yang menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-enzim lisosomal dan asam arakhidonat. Metabolisme asam arakhidonat menghasilkan prostaglandin-prostaglandin yang mempunyai efek pada pembuluh darah, ujung saraf, dan pada sel-sel yang terlibat dalam inflamasi (Katzung, 2004).Inflamasi dapat dibedakan atas inflamasi akut dan kronis. Inflamasi akut adalah respon awal tubuh oleh benda berbahaya dan meningkat dengan meningkatnya pergerakkan plasma dan leukosit dari darah ke jaringan luka.

         Reaksi biokimia berantai yang mempropagasi dan pematangan respon imun, termasuk system vaskuler, system imun, dan berbagai sel yang ada pada jaringan luka. Inflamasi kronis adalah inflamasi berkepanjangan yang memicu peningkatan pergantian tipe sel yang terdapat pada tempat inflamasi dan dicirikan dengan kerusakkan dan penutupan jaringan dari proses inflamasi (Gard, 2001

           Beberapa penelitian menyebutkan bahwa inflamasi kronis berkaitan erat dengan adanya peningkatan mutasi seluler yang menginisiasi terjadinya kanker (Albini & Sporn, 2007). Inflamasi yang terjadi terus menerus pada pembuluh darah berkontribusi langsung pada terbentuknya plak dalam dinding pembuluh arteri sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah dan menyebabkan tekanan darah tinggi, serangan jantung, serta stroke (Libby et al., 2010). Penyakit lain yang melibatkan adanya proses inflamasi kronis dalam tubuh antara lain, arthritis, asma, diabetes, alergi, anemia, penyakit Alzheimer, fibrosis, fibromyalgia, systemic lupus, psoriasis, pancreatitis, dan penyakit-penyakit autoimun sehingga diperlukan obat antiinflamasi (Borne et al., 2008)

 

A.    Rumusan Masalah

1.      Apa itu peradangan?

2.      Apa saja penyebab peradangan?

3.      Apa efek sistemik peradangan?

 

B.     Tujuan

1.      Memahami arti peradangan.

2.      Mengenal mediator kimiawi proses peradangan.

3.      Mengetahui tahap-tahap dalam peradangan.

4.      Mengetahui fungsi dari leukosit dan limfatik dalam proses peradangan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

 

 

PEMBAHASAN

 

 

A.          Pengertian peradangan

              Inflamasi adalah salah satu respon protektif terhadap cedera atau kerusakan jaringandengan cara menghancurkan, mengurangi, atau mengurung agen atau senyawa asing yang masuk untuk mempertahankan homeostasis tubuh dan membuang sel dan jaringan nekrotikyang diakibatkan oleh kerusakan sel. Inflamasi berasal dari kata inflamare yang berarti membakar, merupakan reaksi lokal terhadap udem yang dinyatakan dengan dilatasi mikrosirkulasi dancairan yang dikandungnya seperti leukosit dan cairan, mikrosirkulasi termasuk arteriola, venula, kapiler dan pembentukan darah.

          Inflamasi merupakan respon protektif yang sangat diperlukan oleh tubuh dalamupaya mengembalikan ke keadaan sebelum cedera atau untuk memperbaiki diri sendirisesudah terkena cedera. Inflamasi memiliki tujuan untuk melakukan dilusi, penghancuranatau menetralkan agen berbahaya seperti kuman, bakteri, virus, trauma tajam atau tumpul,suhu sangat dingin atau panas atau terbakar, bahan kimiawi, imunologik yang kemudian akanmemperbaiki bagian yang luka.

1.        Pengertian Menurut Beberapa Ilmuan

 

a.   Menurut Ikawati (2011)

      Inflamasi adalah salah suatu respon terhadap cedera jaringanataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankanhomeostasis tubuh akibat adanya agen atau senyawa asing yang masuk.

 

b.   Menurut Dorland (2002)

      Inflamasi adalah respons protektif setempat yangditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan,mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yangcedera tersebut.

 

c.   Menurut Robbins (2004)

      Inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukanuntuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringannekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel.

 

 

 

 

 

B.           Penyebab dan Gelaja

 

1.      Penyebab Terjadinya Inflamasi

 

              Penyebab terjadinya inflamasi dapat berupa cedera, infeksi, atau reaksi alergi. Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan inflamasi adalah:

Peradangan kronis terlibat dalam proses penyakit banyak kondisi, yakni:

 

·         Alzheimer

·         Asma

·         Kanker

·         Penyakit jantung

·         Rheumatoid arthritis (RA) dan ankylosing spondylitis (AS)

·         Diabetes tipe 2

·         Gangguan autoimun seperti lupus

·         Paparan racun seperti polusi atau bahan kimia industry

·         Peradangan akut yang tidak diobati seperti infeksi atau cedera

·         Beberapa faktor gaya hidup juga berkontribusi terhadap peradangan pada tubuh

 

Kemungkinan mengalami peradangan kronis akan lebih besar jika:

 

·         Minum alkohol secara berlebihan

·         Memiliki indeks massa tubuh (BMI) yang tinggi yang berada dalam kisaran obesitas

·         Berolahraga dengan intensitas maksimal terlalu sering

·         Stres

·         Merokok

 

2.      Gejala Peradangan

 

    1 ). Kemerahan (rubor),

          Kemerahan terjadi pada tahap pertama inflamasi (Kee dan

Hayes, 1993). Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang

mensuplai darah itu melebar, dengan demikian banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal, kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini dinamakan hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal. Timbulnya hyperemia diatur oleh tubuh baik secara kimia melalui pelepasan mediator kimia tubuh seperti kinin, histamine, dan prostaglandin.

 

   2). Panas (kolor),

        Merupa kan tahap kedua inflamasi. Panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, kulit pada daerah peradangan menjadi lebih panas dari daerah sekitarnya, sebab darah (pada suhu 37°C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan ke daerah normal (Abrams, 1994).

 

   3). Nyeri (dolor),

        Rasa sakit dapat disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator kimia seperti histamine atau zat kimia bioaktif lain yang juga dapat merangsang saraf (Abrams, 1994).

 

   4). Pembengkakan (odema),

        Timbul karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial (Abrams, 1994).

 

   5). Hilangnya fungsi (functio laesa),

        Seperti yang pertama-tama ditunjukkan oleh Virchow dan ditekankan oleh John Hunter disebabkan oleh penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri yang mengurangi mobilitas.

 

 

C.          Mekanisme Terjadinya Inflamasi

 

               Mekanisme terjadinya inflamasi dapat terjadi dengan cara sebagai berikut:

 

      1. Terjadi Rangsangan Inflamasi

          Rangsangan inflamasi dapat berupa cedera, infeksi, atau reaksi alergi.Rangsangan ini akan mengaktifkan sel-sel kekebalan tubuh, seperti makrofag dan neutrofil, yang akan memasuki area yang terkena cedera atau terinfeksi.

 

     2. Pembentukan Vasodilatasi

         Rangsangan inflamasi akan menyebabkan pembentukan vasodilatasi, yaitu pelebaran pembuluh darah.

 

Hal ini akan menyebabkan peningkatan aliran darah ke area yang terkena cedera atau terinfeksi sehingga lebih banyak sel-sel kekebalan tubuh dapat masuk ke area tersebut.

 

     3. Pembentukan Edema

         Sel-sel kekebalan tubuh yang masuk ke area yang terkena cedera atau terinfeksi akan mengeluarkan zat-zat kimia yang dapat menyebabkan pembentukan edema, yaitu bengkak pada jaringan.

 

     4. Nyeri

         Zat-zat kimia yang diproduksi oleh sel-sel kekebalan tubuh juga dapat menyebabkan pembentukan nyeri pada area yang terkena cedera atau terinfeksi.

 

     5. Demam

         Sel-sel kekebalan tubuh juga dapat mengeluarkan zat-zat kimia yang dapat meningkatkan suhu tubuh, yaitu dengan cara meningkatkan produksi panas tubuh. Hal ini dapat menyebabkan demam.

 

     6. Pembentukan Radang

         Sel-sel kekebalan tubuh yang masuk ke area yang terkena cedera atau terinfeksi juga dapat menyebabkan pembentukan radang, yaitu peradangan pada jaringan.

 

Radang dapat menyebabkan perubahan warna, tekstur, dan bentuk jaringan yang terkena cedera atau terinfeksi.

 

 

D.          Macam-macam inflamasi

 

     1).Inflamasi kronik

 

         Pada dasarnya radang ialah suatu pertahanan oleh tuan rumah. Karena kedua komponen utama pertahanan tubuh yaitu antibodi dan leukosit terdapat di aliran darah. Radang memiliki tiga komponen penting :

a). Perubahan penampakan pembuluh darah dengan akibat meningkatkan aliran darah

b). Perubahan struktural pada pembuluh darah mikro yang memungkinkan protein

plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah

c). Agregasi leukosit di lokasi jejas

 

          Respon inflamasi dinyatakan dengan dilatasi pembuluh darah dan pengeluaran leukosit cairan, yang selanjutnya terjadi gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke dalam ruang ekstra sel akibat meningkatnya permeabilitas kapiler dan rangsangan reseptor nyeri sehingga timbul gejala radang kemerahan (erythema), karena dilatasi pembuluh darah, pembengkakan (edema ) karena masuknya cairan kedalam jaringan lunak, dan kekakuan (induration ) karena

penggumpalan cairan dan sel. Akibat dari proses ini adalah hilangnya kemampuan normal pembuluh darah untuk menahan cairan dan sel-sel intraselular (Ward,1985).

 

         Berbeda dengan akut, inflamasi kronik disebabkan oleh rangsang yang menetap, seringkali beberapa minggu atau bulan, yang menyebabkan infiltrasi mononuklir atau proliferasi fibroblast (Robbin dan Kumar, 1992). Dalam inflamasi kronik monosit dan makrofag mempunyai 2 peranan penting dalam respon imun, sebagai berikut :

 

a). Memakan dan mencerna mikroba, debris seluler, dan neutrofil yang berdegenerasi

b). Modulasi respon imun dan fungsi sel T melalui presentasi antigen dan sekresi sitokin (Baratawidjaja, 2000)

 

 

     2) Inflamasi akut

 

         Inflamasi akut merupakan respon langsung dari tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Respon ini relatif singkat, hanya berlangsung beberapa jam atau hari. Umumnya didahului oleh pembentukan respon imun (Mutschler, 1991).Kejadian-kejadian yang berhubungan dengan proses inflamasi akut sebagian besar dimungkinkan oleh produksi dan pelepasan berbagai macam mediator kimia. Meskipun jenis pengaruh jejas dapat bermacam-macam dan jaringan yang menyertai radang berbeda, mediator yang dilepaskan sama,sehingga respon terhadap radang tampak streotif.

 

          Meskipun pada dasarnya proses radang itu streotif, intensitas dan luasnya tergantung pada derajat parah jejas dan kemampuan bereaksi tuan rumah. Radang akut dapat terbatas hanya pada tempat jejas dan menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala lokal (selanjutnya dinyatakan sebagai tanda-tanda kardial radang), atau dapat ekstensif dan menyebabkan tanda dan gejala sistemik, maupun mengikutsertakan pertahanan tubuh sekunder seperti jaringan limfoid.

 

          Reaksi-reaksi akut tampak bila rangsang yang menyebabkan radang hanya sebentar, seperti trauma fisik, luka bakar, dan infeksi mikrobiologi yang secara cepat dapat dimusnahkan oleh pertahanan tubuh. Respon akut biasanya ditandai perubahan-perubahan vaskuler dan eksudasi. Sel darah putih yang ikut berperan pada reaksi akut terdiri dari neutrofil dan makrofag.

Perubahan dalam pembuluh darah kecil yang menyusun reaksi inflamasi akut dapat dilihat pada struktur transparan seperti selaput renang kaki katak atau dengan menyisipkan suatu cakram transparan kedalam telinga kelinci.

 

           Reaksi pada hakekatnya merupakan urutan peristiwa klasik, segera sesudah rangsangan

iritan terdapat konstriksi singkat arteriola diikuti dengan dilatasi berkepanjangan. Ini menjurus kepada menjadi merahnya anyaman kapiler dengan darah danmembukanya saluran kapiler yang tidak aktif, juga terdapat dilatasi venula dan pembuluh limfa. Aliran darah bertambah dan dapat tetap demikian atau menjadi lamban, sel-sel darah putih, leukosit, meninggalkan pusat aliran yang biasanya ditempatinya untuk bergerak ke perifer. Mereka kemudian membuat lapisan

dibagian permukaan sel yang melapisi lumen pembuluh darah, endotel pembuluh,

suatu proses yang dinamakan marginasi dan diikuti oleh migrasi leukosit melintasi dinding pembuluh menuju jaringan didekatnya.

 

          Pada saat yang sama terjadi perubahan yang kritis dalam dinding venula dan kapiler. Pembuluh-pembuluh ini yang secara normal permeabel terhadap air dan solute kecil namun hanya sedikit permeabel terhadap protein plasma, yakni albumin, globulin, dan fibrinogen. Pada inflamasi tekanan hidrostatik dalam pembuluh dapat meningkat, mengganggu keseimbangan, dan menyebabkan lebih banyak air meninggalkan darah memasuki jaringan (Spector, 1993).

 

          Sintesis leukotrien dapat meningkat jika penghambatan COX dapat secara tak

langsung, baik prostaglandin maupun leukotrien bertanggung jawab bagi sebagian

besar dari gejala peradangan (Tjay dan Rahardja, 2002).

 

 Manifestasi inflamasi akut dapat di bagi dalam dua kategori ,yaitu perubahan vaskuler dan respon seluler.

 

1.      Perbubahan vaskuler ,terjadi perubahan pembuluh darah menyebabkan  peningkatan aliran darah (vasodilatasi) dan perubahan struktural yang di tandai dengan keluarmya protein plasma dari sirkulasi (peningkatan permeabilitas vaskuler)

2.      Respon seluler, di tandai dengan emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi dan penumpukan agen-agen inflamasi(membutuhkan aktivitas seluler)

 

a.      Mekanisme Inflamasi Akut

 

            Inflamasi merupakan respon fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi. Inflamasi dimulai dengan inflamasi akut yang merupakan respon awal terhadap kerusakan jaringan. Radang akut memiliki 2 komponen utama, yaitu perubahan vaskular dan aktivitas sel. Pada vaskular terjadi vasokonstriksi dalam hitungan detik setelah jejas, setelah itu terjadi

vasodilatasi arteriol yang mengakibatkan peningkatan aliran darah, sehingga menimbulkan gejala rubor dan kalor yang merupakan tanda khas peradangan.

            Pembuluh darah kecil menjadi lebih permiabel dan cairan kaya protein akan mengalir keluar ke jaringan ekstravaskular sehingga meningkatkan viskositas darah dan memperlambat aliran darah. Setelah pembuluh darah statis, leukosit terutama neutrofil mulai berkelompok pada permukaan vaskular endotel. Kontraksi sel endotel menyebabkan terbentuknya celah antar sel pada venule post kapiler menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular. Kontraksi sel

endotel terjadi segera setelah pengikatan dengan histamin, bradikinin leukotrien selama 15- 30 menit, yang diikuti oleh peningkatan TNF dan IL-1.

           Meningkatnya permeabilitas vaskular menyebabkan aliran cairan kaya protein

dan juga sel darah ke jaringan ekstravaskular. Hal ini akan mengakibatkan tekanan osmotik cairan interstitial meningkat, dan cairan masuk ke dalam jaringan sehingga terjadi penimbunan cairan kaya protein yang disebut dengan eksudat, dan menimbulkan edema sebagai manifestasi radang.

           Kebocoran vaskular dan edema

Aktivitas selular dimulai setelah peningkatan aliran darah ke bagian yang mengalami cedera. Leukosit dan trombosit tertarik ke daerah tersebut karena bahan kimia yang dilepaskan oleh sel cedera, sel mast, melalui pembekuan untuk mengisolasi infeksi dan mengontrol perdarahan. Penarikan leukosit yang meliputi neutrofil dan monosit ke daerah cedera disebut kemotaksis. Sel-sel yang tertarik ke daerah cedera akhirnya akan berperan melakukan penyembuhan (Carrillo et al, 2017).

             Urutan kejadian ekstravasasi leukosit dari lumen vaskular ke ekstravaskular:

 (1) marginasi dan rolling,

(2) adhesi dan transmigrasi antar sel endotel, dan

(3) migrasi pada jaringan intertitial terhadap suatu rangsang kemotaktik.

 

       Mediator kimiawi kemoatraktan dan sitokin tertentu memengaruhi proses ini dengan mengatur ekspresi permukaan atau aviditas molekul adhesi. Urutan kejadian emigrasi leukosit pada inflamasi. Kerusakan sel yang terkait dengan inflamasi berpengaruh terhadap selaput membran sel yang menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-enzim lisosomal terutama metabolit asam arakidonat. Sebagian metabolit asam arakidonat dirubah oleh enzim COX menjadi prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin. Sebagian lain hasil metabolit asam arakidonat diubah oleh enzim lipoxygenase menjadi leukotrien. Leukotrien merupakan produk akhir dari metabolisme asam arakidonat pada jalur lipoxygenase (Robert et al, 2015.

 

 

E.           Mediator Inflamasi

 

Secara garis besar mediator yang menyebabkan inflamasi adalah :

 

    a). Prostaglandin.

         Adalah sekelompok turunan siklopentana yang dibentuk oleh hampir semua jaringan mamalia dan asam-asam lemak tak jenuh, senyawa ini

mempunyai berbagai aktifitas fisiologis. Prostaglandin disebut hormon lokal

karena mempengaruhi proses hayati dekat tempat pelepasannya dan mempunyai

mekanisme peninaktifan atom dekat lokasi pelepasan (Foye, 1995).

 

          Hormon jaringan ini memiliki rumus asam lemak tak jenuh yang dihidroksilasi. Semula

diduga sintesanya hanya dalam prostat sehingga diberi nama prostaglandin. Akan tetapi kemudian ternyata senyawa ini dapat dibentuk lokal diseluruh tubuh,misalnya dinding lambung dan pembuluh darah, trombosit, ginjal, rahim, dan paru-paru (Tjay dan Rahardja 2002). Sintesanya, bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimia, fisika, atau mekanisme enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arakhidonat.

       

           Asam lemak poli tak jenuh ini kemudian sebagian diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi asam endokperoksid, dan seterusnya menjadi zat-zat prostaglandin. Prostaglandin

mempunyai berbagai efek pada pembuluh darah, ujung-ujung syaraf dan sel-sel yang terlibat dalam inflamasi (Katzung, 2000). Bagian lain dari arakhidonat diubah oleh enzim lipooksigenase menjadi zat-zat leukotrien (Tjay dan Rahardja 2002).

 

     b). Leukotrien.

          Merupakan senyawa sulfidopeptida yang dibentuk sebagai hasil metabolisme asam karakhidonat dan merupakan mediator radang dan nyeri.Melalui rute lipooksigenase terbentuklah LTA4 yang tidak stabil, oleh hidrolase diubah menjadi LTB4 atau LTC4 yang terakhir bisa diubah lagi menjadi LTD4 dan LTE4 (Tjay dan Rahardja, 2002). Leukotrien mempunyai efek kemotaksis yang kuat pada eosinofil, neutrofil, dan makrofag serta meningkatkan bronkhokontraksi dan perubahan-perubahan dalam permeabilitas pembuluh darah (Katzung, 2000).

 

          Pada tahap awal terjadinya radang, jaringan mengeluarkan stimulus yang dapat memicu pelepasan mediator kimia plasma atau jaringan ikat. Mediator tersebut berpengaruh terhadap respon vaskular maupun selular berikutnya. Respon radang akan berakhir jika stimulus inflamasi jaringan dan mediatornya hilang, dikatabolisme tubuh atau dihambat pengeluarannya.

Mediator kimiawi pada inflamasi dihasilkan oleh sel yang mengalami jejas atau dapat juga berupa faktor plasma. Mediator yang dihasilkan oleh sel

antara lain:

·         Vasoactive amines (histamin, serotonin),

·         Metabolit

·         Asam arakidonat (prostaglandin, leukotrien),

·         Faktor neutrophil (protease),

·         Lymphokine.

 Faktor plasma terdiri dari komplemen, kinin (bradykinin), faktor

koagulasi, dan sistem fibrinolitik (Mitchell et al, 2015).

Berdasarkan jenisnya, mediator inflamasi dibagi menjadi 2 yaitu

mediator lokal yang disintesis secara lokal oleh sel di tempat inflamasi dan

mediator sistemik yang bisa sirkulasi di dalam plasma dan disintesis oleh hati

(Abdulkhaleq et al, 2018) Peranan mediator kimia pada inflamasi akut meliputi beberapa fungsi

dalam dilatasi vaskular, peningkatan permeabilitas, dan kemotaksis. Fungsi

dalam dilatasi vaskular diperankan oleh histamin, serotonin, bradikinin, dan

prostaglandin. Mediator kimia untuk peningkatan permeabilitas adalah

·         Histamin,

·         Serotonin,

·         Bradikinin

·         Komplemen 3a,

·         Komplemen 5a,

·         Prostaglandin,

·         Leukotriene,

·         Protease lisosomal,

·         Oksigen radikal.

Sementara itu, mediator yang berperan dalam kemotaksis adalah komplemen

5a, prostaglandin, leukotrien, komplemen 3b (opsonin), dan bradikinin.

 

 

F.           Peran Leukosit

 

              Leukosit adalah sel darah Yang mengendung inti, disebut juga sel darah putih. Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti

bentuk bulat atau bentuk ginjal.

             Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit sel kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler:Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis

leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung.

 

            Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-seldarah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai. Bila memeriksa variasi Fisiologi dan Patologi sel-sel darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah absolut masing-masing jenis per unit volume darah harus diambil.

 

1.      Neutrofil

            Neutrofil berkembang dalam sum-sum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, sel-

sel ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um,

satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8um) mendekati batas resolusi optik, berwarna salmon pinkoleh campuran jenis romanovky. Granul pada neutrofil ada dua :

- Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase.

- Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal

(protein Kationik) yang dinamakan fagositin.

 

         Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit mitokonria, apparatus Golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif. Adanya asam amino D oksidase dalam granula azurofilik penting dalam penceran dinding sel bakteri yang mengandung asam amino D. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada molekultirosin dinding sel

bakteri dan menghancurkannya.

 

         Dibawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptolisin toksin streptokokus membran granula-granula neutrofil pecah, mengakibatkan proses pembengkakan

diikuti oleh aglutulasiorganel- organel dan destruksi neutrofil.

Neotrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan

glikolisis baik secara arrob maupun anaerob. Kemampuan nautropil untuk hidup

dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat membunuh

bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik. Fagositosis oleh

neutrfil merangsang aktivitas heksosa monofosfat shunt, meningkatkan

glicogenolisis.

 

2.      Eosinofil

            Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um (sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, Retikulum endoplasma mitokonria dan apparatus Golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofkik, granula adalah lisosom yang mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase, tapi tidak mengandung lisosim. Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif dibanding neutrifil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan anti bodi, ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek

antigen dan antibody. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses Patologi. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat.

 

3.      Basofil

           Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12um, inti satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil

terisi  granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, granul bentuknya ireguler berwarna metakromatik, dengan campuran jenis Romanvaki tampak lembayung. Granula basofil metakromatik dan mensekresi histamin dan heparin, dan keadaan tertentu, basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan ini dinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil mempunyai hubungan kekebalan.

 

4.      Limfosit

            Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit darah.Normal, inti relatifbesar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, anak inti baru terlihat dengan electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali, sedikit basofilik, mengandung granula-granula azurofilik. Yang berwarna ungu dengan Romonovsky mengandung ribosom bebas dan poliribisom. Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler khusus pada permukaan membran sel-sel tersebut. Beberapa diantaranya membawa reseptos

seperti imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada membrannya. Lirnfosit dalam sirkulasi darah normal dapat berukuran 10-12um ukuran yang lebih besar disebabkan sitoplasmanya yang lebih banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang. Sel limfosit besar yang berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah dalam keadaan Patologis, pada sel limfosit besar ini inti vasikuler dengan anak inti yang jelas. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat

imunologisnya, siklus hidup dan fungsi.

 

5.      Monosit

          Merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20um, atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda. Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini merupakan sifat tetap momosit Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak mitokondria. Apa ratus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit ditemui dalam darah, jaingan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan

mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk kedalam jaringan penyambung. DaIam darah beberapa hari. Dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel immunocmpetent dengan antigen.

 

 

G.          Perubahan sistemik

 

              Perubahan sistemik akibat inflamasi secara kolektif disebutrespons fase akut, atau pada kasus berat systemicinflammatory response (SIRS). Hal tersebut menunjukkanrespons sitokin yang dihasilkan oleh produk bakteri(misalnya, endoksitosin) atau oleh rangsangan inflamasiyang lain. Respons fase akut meliputi beberapa perubahanklinik dan patologik:

 

Ø  Demam : peningkatan temperature (1-4 C) akibat responsterhadap pirogen, substansi yang merangsang sintesisprostaglandin dihipotalamus.

 

Ø  Protein fase-akut adalah protein plasma, sebagian besardisintesis dihati, yang sintesisnya akan meningkat beberaparatus kali lipat sebagai respons terhadap rangsanganinflamatori (misalanya, sitokin seperti IL6 dan TNF.

 

Ø  Leukositosis (meningkatnya jumlah sel darah putih padadarah perifer) merupakan gambarang yang sering darireaksi inflamasi.

 

Ø  Manifestasi respons fase akut yang lain mencakupmeningkatnya nadi dan tekanan darah, berkurangnyakeringat terutama akibat kembalinya aliran darah dari kulitkebantalan pembuluh darah dalam, kekakuan (menggigil),kedinginan, anoreksia, somnolen, dan malaise, mungkinakibat efek sistemik dari sitokin.

 

Ø  Pada infeksi bakteri berat (sepsis), sejumlah besarorganisme dan endotoksin dalam darah merangsangproduksi sitokin dalam jumlah yang sangat besar, terutamaTNF dan IL1.

 

 

H.          Cara Mengatasi Inflamasi

      Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi inflamasi adalah:

 

1. Mengkonsumsi Makanan Sehat

Makanan yang kaya akan antioksidan, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan bahan-bahan nabati lainnya, dapat membantu mengurangi inflamasi dalam tubuh.

 

2. Berolahraga Secara Teratur

Olahraga dapat membantu mengurangi inflamasi dengan cara meningkatkan sirkulasi darah dan mengeluarkan zat-zat yang dapat menyebabkan inflamasi dari tubuh.

 

3. Menghindari stres

Stres dapat meningkatkan inflamasi dalam tubuh. Menghindari stres dengan cara berolahraga, meditasi, atau terapi bicara dapat membantu mengurangi inflamasi.

 

4. Menghindari Makanan yang dapat Meningkatkan Inflamasi

Makanan yang tinggi lemak, gula, dan garam dapat meningkatkan inflamasi dalam tubuh. Menghindari atau mengurangi konsumsi makanan tersebut dapat membantu mengurangi inflamasi.

 

5. Mengkonsumsi Suplemen

Beberapa suplemen, seperti omega-3 asam lemak, vitamin C, dan vitamin E, dapat membantu mengurangi inflamasi dalam tubuh.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

A.    Simpulan

          Inflamasi adalah salah satu respon protektif terhadap cedera atau kerusakan jaringandengan cara menghancurkan, mengurangi, atau mengurung agen atau senyawa asing yang masuk untuk mempertahankan homeostasis tubuh dan membuang sel dan jaringan nekrotikyang diakibatkan oleh kerusakan sel. Inflamasi berasal dari kata inflamare yang berarti membakar, merupakan reaksi lokal terhadap udem yang dinyatakan dengan dilatasi mikrosirkulasi dancairan yang dikandungnya seperti leukosit dan cairan, mikrosirkulasi termasuk arteriola, venula, kapiler dan pembentukan darah.

                Pada dasarnya radang ialah suatu pertahanan oleh tuan rumah. Karena kedua komponen utama pertahanan tubuh yaitu antibodi dan leukosit terdapat di aliran darah. Radang memiliki tiga komponen penting :

a). Perubahan penampakan pembuluh darah dengan akibat meningkatkan aliran darah

b). Perubahan struktural pada pembuluh darah mikro yang memungkinkan protein

plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah

c). Agregasi leukosit di lokasi jejas

 

          Respon inflamasi dinyatakan dengan dilatasi pembuluh darah dan pengeluaran leukosit cairan, yang selanjutnya terjadi gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke dalam ruang ekstra sel akibat meningkatnya permeabilitas kapiler dan rangsangan reseptor nyeri sehingga timbul gejala radang kemerahan (erythema), karena dilatasi pembuluh darah, pembengkakan (edema ) karena masuknya cairan kedalam jaringan lunak, dan kekakuan (induration ) karena

penggumpalan cairan dan sel. Akibat dari proses ini adalah hilangnya kemampuan normal pembuluh darah untuk menahan cairan dan sel-sel intraselular.

 

Leukosit adalah sel darah Yang mengendung inti, disebut juga sel darah putih. Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti

bentuk bulat atau bentuk ginjal.

             Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit sel kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler:Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis

leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung.

              Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi inflamasi adalah:Mengkonsumsi Makanan SehatMakanan yang kaya akan antioksidan, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan bahan-bahan nabati lainnya, dapat membantu mengurangi inflamasi dalam tubuh. Berolahraga Secara Teratur, Olahraga dapat membantu mengurangi inflamasi dengan cara meningkatkan sirkulasi darah dan mengeluarkan zat-zat yang dapat menyebabkan inflamasi dari tubuh. Menghindari stress. Stres dapat meningkatkan inflamasi dalam tubuh. Menghindari stres dengan cara berolahraga, meditasi, atau terapi bicara dapat membantu mengurangi inflamasi.Menghindari Makanan yang dapat Meningkatkan Inflamasi

 

 

B.     Saran

Dalam meningkatkan mutu kesehatan yang baik di masyarakat hendaknya pemerintah dan badan kesehetan mensosialisasikan dan mengedukasi tentang masalah kesehatan,salah satunya adalah proses peradangan atau inflamasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.uki.ac.id/2857/1/bukuImunologiInflamasi.pdf

https://eprints.umm.ac.id/45745/3/BAB%20II.pdf

http://eprints.ums.ac.id/15218/2/BAB_I.pdf

http://eprints.undip.ac.id/43768/3/BAB_II%2BTinjauan%2BPustaka%2Bdone.Pdf

 

Tidak ada komentar: