MAKALAH
PATOFISIOLOGI
“PROSES
PERADANGAN:PERADANGAN AKUT DAN KRONIK”
Disusun oleh Kelompok 7:
D3
KEPERAWATAN
POLITEKNIK
KESEHATAN TANJUNGKARANG
2022/2023
KATA PENGHANTAR
Segala
puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas perkenan-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Proses Peradangan:Peradangan Akut Dan
Kronik”.Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Patofisiologi.
Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari apa yang
dikatakan sempurna karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis
miliki. Walaupun demikian, penulis berharap bahwa makalah ini dapat diterima
dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Tidak lupa ucapan terima kasih dan
penghargaan penulis berikan kepada semua pikah yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini, khususnya kepada bapak Al Murhan,SKM.,M.Kes. sebagai
dosen pengampu mata kuliah Patofisiologi yang telah membimbing dan memberikan
pengarahan kepada penulis sehingga penulis bisa memahami lebih jauh mengenai Proses
Peradangan:Peradangan Akut Dan Kronik.
Penulis
juga menyampaikan terima kasih serta seiring do’a atas segala amal baik dan
perhatian yang telah diberikan kepada penulis.Akhir kata semoga makalah ini
dapat memenuhi syarat dan bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Bandarlampung,
17 Januari 2023
DAFTAR ISI :
C. Mekanisme inflamasi.......................................................................................................... 8
E. Mediator inflamasi............................................................................................................. 9
F. Peran leukosit...................................................................................................................... 10
G. Perubahan sistemik.............................................................................................................. 11
H. Cara mengatasi inflamasi..................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Inflamasi atau peradangan merupakan
suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak.
Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,
serotonin, bradikinin, dan prostaglandin yang menimbulkan reaksi radang berupa
panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kerusakan sel yang
terkait dengan inflamasi berpengaruh Inflamasi merupakan suatu respon jaringan terhadap
rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya
mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan prostaglandin
yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan
disertai gangguan fungsi.
Kerusakan sel yang terkait dengan inflamasi berpengaruh pada selaput
membran sel yang menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-enzim lisosomal dan
asam arakhidonat. Metabolisme asam arakhidonat menghasilkan prostaglandin-prostaglandin
yang mempunyai efek pada pembuluh darah, ujung saraf, dan pada sel-sel yang
terlibat dalam inflamasi (Katzung, 2004).Inflamasi dapat dibedakan atas
inflamasi akut dan kronis. Inflamasi akut adalah respon awal tubuh oleh benda
berbahaya dan meningkat dengan meningkatnya pergerakkan plasma dan leukosit
dari darah ke jaringan luka.
Reaksi biokimia berantai yang mempropagasi dan pematangan respon imun,
termasuk system vaskuler, system imun, dan berbagai sel yang ada pada jaringan luka.
Inflamasi kronis adalah inflamasi berkepanjangan yang memicu peningkatan pergantian
tipe sel yang terdapat pada tempat inflamasi dan dicirikan dengan kerusakkan
dan penutupan jaringan dari proses inflamasi (Gard, 2001
Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa inflamasi kronis berkaitan erat dengan adanya peningkatan mutasi seluler
yang menginisiasi terjadinya kanker (Albini & Sporn, 2007). Inflamasi yang
terjadi terus menerus pada pembuluh darah berkontribusi langsung pada
terbentuknya plak dalam dinding pembuluh arteri sehingga terjadi penyempitan
pembuluh darah dan menyebabkan tekanan darah tinggi, serangan jantung, serta
stroke (Libby et al., 2010). Penyakit lain yang melibatkan adanya proses
inflamasi kronis dalam tubuh antara lain, arthritis, asma, diabetes, alergi,
anemia, penyakit Alzheimer, fibrosis, fibromyalgia, systemic lupus, psoriasis,
pancreatitis, dan penyakit-penyakit autoimun sehingga diperlukan obat
antiinflamasi (Borne et al., 2008)
A. Rumusan
Masalah
1. Apa
itu peradangan?
2. Apa saja penyebab peradangan?
3. Apa
efek sistemik peradangan?
B. Tujuan
1. Memahami
arti peradangan.
2. Mengenal
mediator kimiawi proses peradangan.
3. Mengetahui
tahap-tahap dalam peradangan.
4. Mengetahui
fungsi dari leukosit dan limfatik dalam proses peradangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
peradangan
Inflamasi adalah salah satu
respon protektif terhadap cedera atau kerusakan jaringandengan cara
menghancurkan, mengurangi, atau mengurung agen atau senyawa asing yang masuk
untuk mempertahankan homeostasis tubuh dan membuang sel dan jaringan
nekrotikyang diakibatkan oleh kerusakan sel. Inflamasi
berasal dari kata inflamare yang berarti membakar, merupakan reaksi lokal
terhadap udem yang dinyatakan dengan dilatasi mikrosirkulasi dancairan yang
dikandungnya seperti leukosit dan cairan, mikrosirkulasi termasuk arteriola,
venula, kapiler dan pembentukan darah.
Inflamasi merupakan respon protektif yang
sangat diperlukan oleh tubuh dalamupaya mengembalikan ke keadaan sebelum cedera
atau untuk memperbaiki diri sendirisesudah terkena cedera. Inflamasi memiliki
tujuan untuk melakukan dilusi, penghancuranatau menetralkan agen berbahaya
seperti kuman, bakteri, virus, trauma tajam atau tumpul,suhu sangat dingin atau
panas atau terbakar, bahan kimiawi, imunologik yang kemudian akanmemperbaiki
bagian yang luka.
1.
Pengertian
Menurut Beberapa Ilmuan
a. Menurut Ikawati (2011)
Inflamasi adalah salah suatu respon terhadap
cedera jaringanataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk
mempertahankanhomeostasis tubuh akibat adanya agen atau senyawa asing yang
masuk.
b. Menurut Dorland (2002)
Inflamasi adalah respons protektif setempat
yangditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi
menghancurkan,mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera
maupun jaringan yangcedera tersebut.
c. Menurut Robbins (2004)
Inflamasi adalah suatu respon protektif yang
ditujukanuntuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan
jaringannekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel.
B.
Penyebab
dan Gelaja
1.
Penyebab
Terjadinya Inflamasi
Penyebab terjadinya inflamasi
dapat berupa cedera, infeksi, atau reaksi alergi. Beberapa faktor lain yang
dapat menyebabkan inflamasi adalah:
Peradangan
kronis terlibat dalam proses penyakit banyak kondisi, yakni:
·
Alzheimer
·
Asma
·
Kanker
·
Penyakit jantung
·
Rheumatoid arthritis (RA)
dan ankylosing spondylitis (AS)
·
Diabetes tipe 2
·
Gangguan autoimun
seperti lupus
·
Paparan racun seperti polusi
atau bahan kimia industry
·
Peradangan akut yang
tidak diobati seperti infeksi atau cedera
·
Beberapa faktor gaya
hidup juga berkontribusi terhadap peradangan pada tubuh
Kemungkinan
mengalami peradangan kronis akan lebih besar jika:
·
Minum alkohol secara
berlebihan
·
Memiliki indeks massa
tubuh (BMI) yang tinggi yang berada dalam kisaran obesitas
·
Berolahraga dengan
intensitas maksimal terlalu sering
·
Stres
·
Merokok
2.
Gejala
Peradangan
1 ). Kemerahan (rubor),
Kemerahan terjadi pada tahap pertama
inflamasi (Kee dan
Hayes, 1993). Waktu reaksi peradangan
mulai timbul, maka arteriol yang
mensuplai darah itu melebar, dengan
demikian banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal, kapiler-kapiler
yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi
penuh dengan darah. Keadaan ini dinamakan hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna
merah lokal. Timbulnya hyperemia diatur oleh tubuh baik secara kimia melalui
pelepasan mediator kimia tubuh seperti kinin, histamine, dan prostaglandin.
2). Panas (kolor),
Merupa kan tahap kedua inflamasi. Panas
merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh,
kulit pada daerah peradangan menjadi lebih panas dari daerah sekitarnya, sebab
darah (pada suhu 37°C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena
lebih banyak daripada yang disalurkan ke daerah normal (Abrams, 1994).
3). Nyeri (dolor),
Rasa sakit dapat disebabkan oleh
pembengkakan dan pelepasan mediator kimia seperti histamine atau zat kimia
bioaktif lain yang juga dapat merangsang saraf (Abrams, 1994).
4). Pembengkakan (odema),
Timbul karena pengiriman cairan dan
sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial (Abrams, 1994).
5). Hilangnya fungsi (functio laesa),
Seperti yang pertama-tama
ditunjukkan oleh Virchow dan ditekankan oleh John Hunter disebabkan oleh
penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri yang
mengurangi mobilitas.
C.
Mekanisme
Terjadinya Inflamasi
Mekanisme terjadinya inflamasi
dapat terjadi dengan cara sebagai berikut:
1. Terjadi Rangsangan Inflamasi
Rangsangan inflamasi dapat berupa cedera, infeksi, atau reaksi alergi.Rangsangan
ini akan mengaktifkan sel-sel kekebalan tubuh, seperti makrofag dan neutrofil,
yang akan memasuki area yang terkena cedera atau terinfeksi.
2. Pembentukan Vasodilatasi
Rangsangan inflamasi akan
menyebabkan pembentukan vasodilatasi, yaitu pelebaran pembuluh darah.
Hal ini akan menyebabkan peningkatan
aliran darah ke area yang terkena cedera atau terinfeksi sehingga lebih banyak
sel-sel kekebalan tubuh dapat masuk ke area tersebut.
3. Pembentukan Edema
Sel-sel kekebalan tubuh yang masuk ke area yang terkena cedera atau
terinfeksi akan mengeluarkan zat-zat kimia yang dapat menyebabkan pembentukan
edema, yaitu bengkak pada jaringan.
4. Nyeri
Zat-zat kimia yang diproduksi oleh sel-sel kekebalan tubuh juga dapat
menyebabkan pembentukan nyeri pada area yang terkena cedera atau terinfeksi.
5. Demam
Sel-sel kekebalan tubuh juga dapat mengeluarkan zat-zat kimia yang dapat
meningkatkan suhu tubuh, yaitu dengan cara meningkatkan produksi panas tubuh.
Hal ini dapat menyebabkan demam.
6. Pembentukan Radang
Sel-sel kekebalan tubuh yang masuk ke area yang terkena cedera atau
terinfeksi juga dapat menyebabkan pembentukan radang, yaitu peradangan pada
jaringan.
Radang dapat menyebabkan perubahan
warna, tekstur, dan bentuk jaringan yang terkena cedera atau terinfeksi.
D.
Macam-macam
inflamasi
1).Inflamasi kronik
Pada dasarnya radang ialah suatu pertahanan oleh tuan rumah. Karena
kedua komponen utama pertahanan tubuh yaitu antibodi dan leukosit terdapat di
aliran darah. Radang memiliki tiga komponen penting :
a). Perubahan penampakan pembuluh darah
dengan akibat meningkatkan aliran darah
b). Perubahan struktural pada pembuluh
darah mikro yang memungkinkan protein
plasma dan leukosit meninggalkan
sirkulasi darah
c). Agregasi leukosit di lokasi jejas
Respon inflamasi dinyatakan dengan dilatasi pembuluh darah dan pengeluaran
leukosit cairan, yang selanjutnya terjadi gangguan keluarnya plasma darah
(eksudasi) ke dalam ruang ekstra sel akibat meningkatnya permeabilitas kapiler
dan rangsangan reseptor nyeri sehingga timbul gejala radang kemerahan
(erythema), karena dilatasi pembuluh darah, pembengkakan (edema ) karena masuknya
cairan kedalam jaringan lunak, dan kekakuan (induration ) karena
penggumpalan cairan dan sel. Akibat dari
proses ini adalah hilangnya kemampuan normal pembuluh darah untuk menahan
cairan dan sel-sel intraselular (Ward,1985).
Berbeda dengan akut, inflamasi kronik disebabkan oleh rangsang yang menetap,
seringkali beberapa minggu atau bulan, yang menyebabkan infiltrasi mononuklir
atau proliferasi fibroblast (Robbin dan Kumar, 1992). Dalam inflamasi kronik monosit
dan makrofag mempunyai 2 peranan penting dalam respon imun, sebagai berikut :
a). Memakan dan mencerna mikroba, debris
seluler, dan neutrofil yang berdegenerasi
b). Modulasi respon imun dan fungsi sel
T melalui presentasi antigen dan sekresi sitokin (Baratawidjaja, 2000)
2) Inflamasi akut
Inflamasi akut merupakan respon langsung dari tubuh terhadap cedera atau
kematian sel. Respon ini relatif singkat, hanya berlangsung beberapa jam atau
hari. Umumnya didahului oleh pembentukan respon imun (Mutschler, 1991).Kejadian-kejadian
yang berhubungan dengan proses inflamasi akut sebagian besar dimungkinkan oleh produksi
dan pelepasan berbagai macam mediator kimia. Meskipun jenis pengaruh jejas
dapat bermacam-macam dan jaringan yang menyertai radang berbeda, mediator yang
dilepaskan sama,sehingga respon terhadap radang tampak streotif.
Meskipun pada dasarnya proses radang itu streotif, intensitas dan
luasnya tergantung pada derajat parah jejas dan kemampuan bereaksi tuan rumah.
Radang akut dapat terbatas hanya pada tempat jejas dan menimbulkan tanda-tanda
dan gejala-gejala lokal (selanjutnya dinyatakan sebagai tanda-tanda kardial
radang), atau dapat ekstensif dan menyebabkan tanda dan gejala sistemik, maupun
mengikutsertakan pertahanan tubuh sekunder seperti jaringan limfoid.
Reaksi-reaksi akut tampak bila rangsang yang menyebabkan radang hanya sebentar,
seperti trauma fisik, luka bakar, dan infeksi mikrobiologi yang secara cepat
dapat dimusnahkan oleh pertahanan tubuh. Respon akut biasanya ditandai
perubahan-perubahan vaskuler dan eksudasi. Sel darah putih yang ikut berperan
pada reaksi akut terdiri dari neutrofil dan makrofag.
Perubahan dalam pembuluh darah kecil yang
menyusun reaksi inflamasi akut dapat dilihat pada struktur transparan seperti
selaput renang kaki katak atau dengan menyisipkan suatu cakram transparan
kedalam telinga kelinci.
Reaksi pada hakekatnya merupakan
urutan peristiwa klasik, segera sesudah rangsangan
iritan terdapat konstriksi singkat
arteriola diikuti dengan dilatasi berkepanjangan. Ini menjurus kepada menjadi
merahnya anyaman kapiler dengan darah danmembukanya saluran kapiler yang tidak
aktif, juga terdapat dilatasi venula dan pembuluh limfa. Aliran darah bertambah
dan dapat tetap demikian atau menjadi lamban, sel-sel darah putih, leukosit,
meninggalkan pusat aliran yang biasanya ditempatinya untuk bergerak ke perifer.
Mereka kemudian membuat lapisan
dibagian permukaan sel yang melapisi
lumen pembuluh darah, endotel pembuluh,
suatu proses yang dinamakan marginasi dan
diikuti oleh migrasi leukosit melintasi dinding pembuluh menuju jaringan
didekatnya.
Pada saat yang sama terjadi perubahan yang kritis dalam dinding venula dan
kapiler. Pembuluh-pembuluh ini yang secara normal permeabel terhadap air dan
solute kecil namun hanya sedikit permeabel terhadap protein plasma, yakni
albumin, globulin, dan fibrinogen. Pada inflamasi tekanan hidrostatik dalam pembuluh
dapat meningkat, mengganggu keseimbangan, dan menyebabkan lebih banyak air
meninggalkan darah memasuki jaringan (Spector, 1993).
Sintesis leukotrien dapat meningkat jika penghambatan COX dapat secara
tak
langsung, baik prostaglandin maupun
leukotrien bertanggung jawab bagi sebagian
besar dari gejala peradangan (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Manifestasi inflamasi akut dapat di bagi dalam
dua kategori ,yaitu perubahan vaskuler dan respon seluler.
1. Perbubahan
vaskuler ,terjadi perubahan pembuluh darah menyebabkan peningkatan aliran darah (vasodilatasi) dan perubahan struktural
yang di tandai dengan keluarmya protein plasma dari sirkulasi (peningkatan
permeabilitas vaskuler)
2. Respon
seluler, di tandai dengan emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi dan penumpukan
agen-agen inflamasi(membutuhkan aktivitas seluler)
a.
Mekanisme
Inflamasi Akut
Inflamasi merupakan respon
fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi. Inflamasi dimulai
dengan inflamasi akut yang merupakan respon awal terhadap kerusakan jaringan.
Radang akut memiliki 2 komponen utama, yaitu perubahan vaskular dan aktivitas
sel. Pada vaskular terjadi vasokonstriksi dalam hitungan detik setelah jejas,
setelah itu terjadi
vasodilatasi
arteriol yang mengakibatkan peningkatan aliran darah, sehingga menimbulkan
gejala rubor dan kalor yang merupakan tanda khas peradangan.
Pembuluh darah kecil menjadi lebih
permiabel dan cairan kaya protein akan mengalir keluar ke jaringan
ekstravaskular sehingga meningkatkan viskositas darah dan memperlambat aliran
darah. Setelah pembuluh darah statis, leukosit terutama neutrofil mulai
berkelompok pada permukaan vaskular endotel. Kontraksi sel endotel menyebabkan
terbentuknya celah antar sel pada venule post kapiler menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular. Kontraksi sel
endotel
terjadi segera setelah pengikatan dengan histamin, bradikinin leukotrien selama
15- 30 menit, yang diikuti oleh peningkatan TNF dan IL-1.
Meningkatnya permeabilitas vaskular
menyebabkan aliran cairan kaya protein
dan
juga sel darah ke jaringan ekstravaskular. Hal ini akan mengakibatkan tekanan
osmotik cairan interstitial meningkat, dan cairan masuk ke dalam jaringan
sehingga terjadi penimbunan cairan kaya protein yang disebut dengan eksudat,
dan menimbulkan edema sebagai manifestasi radang.
Kebocoran vaskular dan edema
Aktivitas
selular dimulai setelah peningkatan aliran darah ke bagian yang mengalami
cedera. Leukosit dan trombosit tertarik ke daerah tersebut karena bahan kimia
yang dilepaskan oleh sel cedera, sel mast, melalui pembekuan untuk mengisolasi
infeksi dan mengontrol perdarahan. Penarikan leukosit yang meliputi neutrofil
dan monosit ke daerah cedera disebut kemotaksis. Sel-sel yang tertarik ke
daerah cedera akhirnya akan berperan melakukan penyembuhan (Carrillo et al,
2017).
Urutan kejadian ekstravasasi
leukosit dari lumen vaskular ke ekstravaskular:
(1) marginasi dan rolling,
(2)
adhesi dan transmigrasi antar sel endotel, dan
(3)
migrasi pada jaringan intertitial terhadap suatu rangsang kemotaktik.
Mediator kimiawi kemoatraktan dan sitokin
tertentu memengaruhi proses ini dengan mengatur ekspresi permukaan atau
aviditas molekul adhesi. Urutan kejadian emigrasi leukosit pada inflamasi. Kerusakan
sel yang terkait dengan inflamasi berpengaruh terhadap selaput membran sel yang
menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-enzim lisosomal terutama metabolit asam
arakidonat. Sebagian metabolit asam arakidonat dirubah oleh enzim COX menjadi
prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin. Sebagian lain hasil metabolit asam
arakidonat diubah oleh enzim lipoxygenase menjadi leukotrien. Leukotrien
merupakan produk akhir dari metabolisme asam arakidonat pada jalur lipoxygenase
(Robert et al, 2015.
E.
Mediator
Inflamasi
Secara garis besar mediator yang
menyebabkan inflamasi adalah :
a). Prostaglandin.
Adalah sekelompok turunan siklopentana
yang dibentuk oleh hampir semua jaringan mamalia dan asam-asam lemak tak jenuh,
senyawa ini
mempunyai berbagai aktifitas fisiologis.
Prostaglandin disebut hormon lokal
karena mempengaruhi proses hayati dekat
tempat pelepasannya dan mempunyai
mekanisme peninaktifan atom dekat lokasi
pelepasan (Foye, 1995).
Hormon jaringan ini memiliki rumus asam lemak tak jenuh yang
dihidroksilasi. Semula
diduga sintesanya hanya dalam prostat
sehingga diberi nama prostaglandin. Akan tetapi kemudian ternyata senyawa ini
dapat dibentuk lokal diseluruh tubuh,misalnya dinding lambung dan pembuluh
darah, trombosit, ginjal, rahim, dan paru-paru (Tjay dan Rahardja 2002).
Sintesanya, bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimia,
fisika, atau mekanisme enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida
menjadi asam arakhidonat.
Asam lemak poli tak jenuh ini
kemudian sebagian diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi asam endokperoksid,
dan seterusnya menjadi zat-zat prostaglandin. Prostaglandin
mempunyai berbagai efek pada pembuluh
darah, ujung-ujung syaraf dan sel-sel yang terlibat dalam inflamasi (Katzung,
2000). Bagian lain dari arakhidonat diubah oleh enzim lipooksigenase menjadi
zat-zat leukotrien (Tjay dan Rahardja 2002).
b). Leukotrien.
Merupakan senyawa sulfidopeptida
yang dibentuk sebagai hasil metabolisme asam karakhidonat dan merupakan
mediator radang dan nyeri.Melalui rute lipooksigenase terbentuklah LTA4 yang
tidak stabil, oleh hidrolase diubah menjadi LTB4 atau LTC4 yang terakhir bisa
diubah lagi menjadi LTD4 dan LTE4 (Tjay dan Rahardja, 2002). Leukotrien
mempunyai efek kemotaksis yang kuat pada eosinofil, neutrofil, dan makrofag
serta meningkatkan bronkhokontraksi dan perubahan-perubahan dalam permeabilitas
pembuluh darah (Katzung, 2000).
Pada tahap awal terjadinya radang,
jaringan mengeluarkan stimulus yang dapat memicu pelepasan mediator kimia
plasma atau jaringan ikat. Mediator tersebut berpengaruh terhadap respon
vaskular maupun selular berikutnya. Respon radang akan berakhir jika stimulus
inflamasi jaringan dan mediatornya hilang, dikatabolisme tubuh atau dihambat
pengeluarannya.
Mediator
kimiawi pada inflamasi dihasilkan oleh sel yang mengalami jejas atau dapat juga
berupa faktor plasma. Mediator yang dihasilkan oleh sel
antara
lain:
·
Vasoactive amines
(histamin, serotonin),
·
Metabolit
·
Asam arakidonat
(prostaglandin, leukotrien),
·
Faktor neutrophil
(protease),
·
Lymphokine.
Faktor plasma terdiri dari komplemen, kinin
(bradykinin), faktor
koagulasi,
dan sistem fibrinolitik (Mitchell et al, 2015).
Berdasarkan
jenisnya, mediator inflamasi dibagi menjadi 2 yaitu
mediator
lokal yang disintesis secara lokal oleh sel di tempat inflamasi dan
mediator
sistemik yang bisa sirkulasi di dalam plasma dan disintesis oleh hati
(Abdulkhaleq
et al, 2018) Peranan mediator
kimia pada inflamasi akut meliputi beberapa fungsi
dalam
dilatasi vaskular, peningkatan permeabilitas, dan kemotaksis. Fungsi
dalam
dilatasi vaskular diperankan oleh histamin, serotonin, bradikinin, dan
prostaglandin.
Mediator kimia untuk peningkatan permeabilitas adalah
·
Histamin,
·
Serotonin,
·
Bradikinin
·
Komplemen 3a,
·
Komplemen 5a,
·
Prostaglandin,
·
Leukotriene,
·
Protease lisosomal,
·
Oksigen radikal.
Sementara
itu, mediator yang berperan dalam kemotaksis adalah komplemen
5a,
prostaglandin, leukotrien, komplemen 3b (opsonin), dan bradikinin.
F.
Peran
Leukosit
Leukosit adalah sel darah Yang
mengendung inti, disebut juga sel darah putih. Didalam darah manusia, normal
didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari
12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut
leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai
granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah
cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak
mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti
bentuk
bulat atau bentuk ginjal.
Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit
sel kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma
lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler:Neutrofil, Basofil, dan
Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap
zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap
terdapat dalam jenis
leukosit
tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya). Leukosit mempunyai
peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat
asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis
lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan
menembus kedalam jaringan penyambung.
Jumlah leukosit per mikroliter
darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan
menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah
normal. Variasi kuantitatif dalam sel-seldarah putih tergantung pada usia.
waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa
tercapai. Bila memeriksa variasi Fisiologi dan Patologi sel-sel darah tidak
hanya persentase tetapi juga jumlah absolut masing-masing jenis per unit volume
darah harus diambil.
1. Neutrofil
Neutrofil berkembang dalam sum-sum
tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, sel-
sel
ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um,
satu
inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8um)
mendekati batas resolusi optik, berwarna salmon pinkoleh campuran jenis
romanovky. Granul pada neutrofil ada dua :
-
Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase.
-
Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat
bakterisidal
(protein
Kationik) yang dinamakan fagositin.
Neutrofil jarang mengandung retikulum
endoplasma granuler, sedikit mitokonria, apparatus Golgi rudimenter dan sedikit
granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap
invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif. Adanya asam amino D
oksidase dalam granula azurofilik penting dalam penceran dinding sel bakteri
yang mengandung asam amino D. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase.
Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan peroksida dan
halida bekerja pada molekultirosin dinding sel
bakteri
dan menghancurkannya.
Dibawah pengaruh zat toksik tertentu
seperti streptolisin toksin streptokokus membran granula-granula neutrofil
pecah, mengakibatkan proses pembengkakan
diikuti
oleh aglutulasiorganel- organel dan destruksi neutrofil.
Neotrofil
mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan
glikolisis
baik secara arrob maupun anaerob. Kemampuan nautropil untuk hidup
dalam
lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat membunuh
bakteri
dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik. Fagositosis oleh
neutrfil
merangsang aktivitas heksosa monofosfat shunt, meningkatkan
glicogenolisis.
2. Eosinofil
Jumlah eosinofil hanya 1-4 %
leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um (sedikit lebih kecil dari
neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, Retikulum endoplasma mitokonria dan apparatus
Golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofkik,
granula adalah lisosom yang mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase,
tapi tidak mengandung lisosim. Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan
mampu melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif dibanding
neutrifil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan anti bodi, ini
merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap
komplek
antigen
dan antibody. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan
darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses
Patologi. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah
dengan cepat.
3. Basofil
Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit
darah, ukuran garis tengah 12um, inti satu, besar bentuk pilihan ireguler,
umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil
terisi
granul yang lebih besar, dan seringkali
granul menutupi inti, granul bentuknya ireguler berwarna metakromatik, dengan campuran
jenis Romanvaki tampak lembayung. Granula basofil metakromatik dan mensekresi
histamin dan heparin, dan keadaan tertentu, basofil merupakan sel utama pada
tempat peradangan ini dinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini
menunjukkan basofil mempunyai hubungan kekebalan.
4. Limfosit
Limfosit merupakan sel yang sferis,
garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit darah.Normal, inti relatifbesar, bulat
sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, anak inti baru terlihat
dengan electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali, sedikit basofilik,
mengandung granula-granula azurofilik. Yang berwarna ungu dengan Romonovsky
mengandung ribosom bebas dan poliribisom. Klasifikasi lainnya dari limfosit
terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler khusus pada permukaan membran
sel-sel tersebut. Beberapa diantaranya membawa reseptos
seperti
imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada membrannya. Lirnfosit dalam
sirkulasi darah normal dapat berukuran 10-12um ukuran yang lebih besar disebabkan
sitoplasmanya yang lebih banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang.
Sel limfosit besar yang berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak
dalam darah dalam keadaan Patologis, pada sel limfosit besar ini inti vasikuler
dengan anak inti yang jelas. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan
asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat
imunologisnya,
siklus hidup dan fungsi.
5. Monosit
Merupakan sel leukosit yang besar 3-8%
dari jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering
diameter mencapai 20um, atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang
dalam berbentuk tapal kuda. Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini
merupakan sifat tetap momosit Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh
berupa bim abu-abu pada sajian kering. Granula azurofil, merupakan lisosom
primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui retikulim endoplasma sedikit.
Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak mitokondria. Apa ratus Golgi berkembang
dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi inti.
Monosit ditemui dalam darah, jaingan penyambung, dan rongga-rongga tubuh.
Monosit tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan
mempunyai
tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan
komplemen. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk
kedalam jaringan penyambung. DaIam darah beberapa hari. Dalam jaringan bereaksi
dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi
sel-sel immunocmpetent dengan antigen.
G.
Perubahan
sistemik
Perubahan sistemik akibat
inflamasi secara kolektif disebutrespons fase akut, atau pada kasus berat
systemicinflammatory response (SIRS). Hal tersebut menunjukkanrespons sitokin
yang dihasilkan oleh produk bakteri(misalnya, endoksitosin) atau oleh
rangsangan inflamasiyang lain. Respons fase akut meliputi beberapa
perubahanklinik dan patologik:
Ø Demam
: peningkatan temperature (1-4 C) akibat responsterhadap pirogen, substansi
yang merangsang sintesisprostaglandin dihipotalamus.
Ø Protein
fase-akut adalah protein plasma, sebagian besardisintesis dihati, yang
sintesisnya akan meningkat beberaparatus kali lipat sebagai respons terhadap
rangsanganinflamatori (misalanya, sitokin seperti IL6 dan TNF.
Ø Leukositosis
(meningkatnya jumlah sel darah putih padadarah perifer) merupakan gambarang
yang sering darireaksi inflamasi.
Ø Manifestasi
respons fase akut yang lain mencakupmeningkatnya nadi dan tekanan darah,
berkurangnyakeringat terutama akibat kembalinya aliran darah dari
kulitkebantalan pembuluh darah dalam, kekakuan (menggigil),kedinginan,
anoreksia, somnolen, dan malaise, mungkinakibat efek sistemik dari sitokin.
Ø Pada
infeksi bakteri berat (sepsis), sejumlah besarorganisme dan endotoksin dalam
darah merangsangproduksi sitokin dalam jumlah yang sangat besar, terutamaTNF
dan IL1.
H.
Cara
Mengatasi Inflamasi
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi inflamasi adalah:
1. Mengkonsumsi Makanan Sehat
Makanan yang kaya akan antioksidan,
seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan bahan-bahan nabati lainnya, dapat
membantu mengurangi inflamasi dalam tubuh.
2. Berolahraga Secara Teratur
Olahraga dapat membantu mengurangi
inflamasi dengan cara meningkatkan sirkulasi darah dan mengeluarkan zat-zat
yang dapat menyebabkan inflamasi dari tubuh.
3. Menghindari stres
Stres dapat meningkatkan inflamasi dalam
tubuh. Menghindari stres dengan cara berolahraga, meditasi, atau terapi bicara
dapat membantu mengurangi inflamasi.
4. Menghindari Makanan yang dapat
Meningkatkan Inflamasi
Makanan yang tinggi lemak, gula, dan
garam dapat meningkatkan inflamasi dalam tubuh. Menghindari atau mengurangi
konsumsi makanan tersebut dapat membantu mengurangi inflamasi.
5. Mengkonsumsi Suplemen
Beberapa suplemen, seperti omega-3 asam
lemak, vitamin C, dan vitamin E, dapat membantu mengurangi inflamasi dalam
tubuh.
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Inflamasi adalah salah satu respon protektif terhadap cedera atau
kerusakan jaringandengan cara menghancurkan, mengurangi, atau mengurung agen
atau senyawa asing yang masuk untuk mempertahankan homeostasis tubuh dan
membuang sel dan jaringan nekrotikyang diakibatkan oleh kerusakan sel. Inflamasi berasal dari kata inflamare
yang berarti membakar, merupakan reaksi lokal terhadap udem yang dinyatakan
dengan dilatasi mikrosirkulasi dancairan yang dikandungnya seperti leukosit dan
cairan, mikrosirkulasi termasuk arteriola, venula, kapiler dan pembentukan
darah.
Pada dasarnya radang ialah
suatu pertahanan oleh tuan rumah. Karena kedua komponen utama pertahanan tubuh
yaitu antibodi dan leukosit terdapat di aliran darah. Radang memiliki tiga
komponen penting :
a). Perubahan penampakan pembuluh darah
dengan akibat meningkatkan aliran darah
b). Perubahan struktural pada pembuluh
darah mikro yang memungkinkan protein
plasma dan leukosit meninggalkan
sirkulasi darah
c). Agregasi leukosit di lokasi jejas
Respon inflamasi dinyatakan dengan dilatasi pembuluh darah dan pengeluaran
leukosit cairan, yang selanjutnya terjadi gangguan keluarnya plasma darah
(eksudasi) ke dalam ruang ekstra sel akibat meningkatnya permeabilitas kapiler
dan rangsangan reseptor nyeri sehingga timbul gejala radang kemerahan
(erythema), karena dilatasi pembuluh darah, pembengkakan (edema ) karena masuknya
cairan kedalam jaringan lunak, dan kekakuan (induration ) karena
penggumpalan cairan dan sel. Akibat dari
proses ini adalah hilangnya kemampuan normal pembuluh darah untuk menahan
cairan dan sel-sel intraselular.
Leukosit
adalah sel darah Yang mengendung inti, disebut juga sel darah putih. Didalam
darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3,
bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang
dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah
putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa
tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi,
Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti
bentuk
bulat atau bentuk ginjal.
Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit
sel kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma
lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler:Neutrofil, Basofil, dan
Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap
zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap
terdapat dalam jenis
leukosit tertentu dan pada sebagian
besar precursor (pra zatnya). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan
seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat
melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan
kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan
penyambung.
Beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mengatasi inflamasi adalah:Mengkonsumsi Makanan SehatMakanan
yang kaya akan antioksidan, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan bahan-bahan
nabati lainnya, dapat membantu mengurangi inflamasi dalam tubuh. Berolahraga
Secara Teratur, Olahraga dapat membantu mengurangi inflamasi dengan cara
meningkatkan sirkulasi darah dan mengeluarkan zat-zat yang dapat menyebabkan
inflamasi dari tubuh. Menghindari stress. Stres dapat meningkatkan inflamasi
dalam tubuh. Menghindari stres dengan cara berolahraga, meditasi, atau terapi
bicara dapat membantu mengurangi inflamasi.Menghindari Makanan yang dapat
Meningkatkan Inflamasi
B.
Saran
Dalam
meningkatkan mutu kesehatan yang baik di masyarakat hendaknya pemerintah dan
badan kesehetan mensosialisasikan dan mengedukasi tentang masalah
kesehatan,salah satunya adalah proses peradangan atau inflamasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.uki.ac.id/2857/1/bukuImunologiInflamasi.pdf
https://eprints.umm.ac.id/45745/3/BAB%20II.pdf
http://eprints.ums.ac.id/15218/2/BAB_I.pdf
http://eprints.undip.ac.id/43768/3/BAB_II%2BTinjauan%2BPustaka%2Bdone.Pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar