Senin, 16 Januari 2023

MAKALAH TENTANG KONSEP GENDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI

 

MAKALAH TENTANG KONSEP GENDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI

 

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PRODI D-III KEBIDANAN REGULER 2 TINGKAT 2

POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG

TAHUN 2023

KATA PENGANTAR

 

Assalamu’alaikum Warahmatulahi Wabarakatuh

Yang pertama-tama yang paling utama kami panjatkan puji dan syukur atas berkat rahmat Allah SWT yang telah mana memberikan karunia dan nikmat sehat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini , shalawat dan salam kita curahkan kepada nabi besar yaitu Muhammad saw yang mana sebagai tauladan bagi kita semua .

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah memberikan bimbingan dan pelajaran sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Konsep Gender Dalm Kesehatan Reproduksi” dengan sebaik baiknya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kami mohon maaf bila ada kesalahan di dalam penulisan maupun kata karna kami adalah manusia biasa yang tak pernah luput dari kesalahan dan silap mohon bantuan dan saran dan kritik nya karna saya hanya lah pemula yang ingin belajar

WassalamualaikumWarahmatullahi Wabarakatuh

 

 

Bandar Lampung  16  Januari 2023

 

 

 

Kelompok 2

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.. ii

DAFTAR ISI. iii

BAB I PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang. 1

B.     Rumusan Masalah. 1

C.     Tujuan. 1

BAB II PEMBAHASAN

A.     Pengertian Gender. 2

B.     Pengertian Kesehatan Reproduksi 2

C.     Bentuk Ketidakadilan Gender. 2

D.     Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi 5

E.     Kesehatan Reproduksi Peka Gender. 8

F.      Pangarusutamaan Gender (Gender Mainstraiming). 9

G.         Sasaran Pengarusutamaan Gender. 9

H.         Prinsip Pengarusutamaan Gender. 9

BAB III

A.Kesimpulan. 11

DAFTAR PUSTAKA.. 12


 

 

 

 

 


 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.Latar Belakang

Di   Indonesia,   banyak   perempuan   yang   tidak   mendapatkan   kesempatan yang sama   dengan   laki – laki   dalam   menjaga   kesehatan   mereka.   Kondisi   ini terjadi terutama   karena   adanya   perlakuan   tidak   adil   dan   tidak   setara   antara mereka (ketidakadilan dan keetidaksetaraan gender) dalam pelayanan kesehatan. Selain   itu  program-program   kesehatan   belum   sepenuhnya mempertimbangkan adanya isu tersebut.Saat ini tenaga kesehatan kita makin sadar tentang   pentingnya  mempertimbangkan   isu   gender   dalam   pemberian   pelayanan kesehatan. Terutama untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakadilan dan ketidaksetaraan   perandan   tanggung   jawab   dalam   lingkungan   tempat   mereka bekerja.   Namun   memahami ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender,  tidak semudah membalikkan telapak tangan.

 

B.Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian gender?

2.      Apa yang dimaksud kesehatan  reproduksi?

3.      Apa saja bentuk ketidakadilan gender?

4.      Jelaskan isu gender dalam kesehatan reproduksi!

5.      Apa itu kesehatan reproduksi peka gender?

6.      Apa itu pengarusutamaan gender?

7.      Jelaskan sasaran pengarusutamaan gender!

8.      Bagaimana prinsip pengarusutamaan gender?

 

C.Tujuan Penulisan

1.      Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswi tentang konsep gender dalam kesehatan reproduksi

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.Pengertian Gender

Gender merupakan peran sosial dimana peran pria dan wanita ditentukan perbedaan fungsi, peran dan tanggung jawab pria dan wanita sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah atau diubah sesuai perubahan zaman. Peran dan kedudukan seseorang yang dikonstruksikan oleh masyarakat dan budayanya karena seseorang lahir sebagai pria atau wanita(WHO 1998).

Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan atau laki–laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah dan atau diubah sesuai dengan perkembangan zaman.

Gender (Bahasa Inggris) yang diartikan sebagai jenis kelamin. Namun jenis kelamin di sini bukan seks secara biologis, melainkan sosial budaya dan psikologis, tetapi lebih memfokuskan perbedaan peranan antara pria dengan wanita, yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan.

 

B.Pengertian Kesehatan Reproduksi

Reproduksi adalah suatu proses biologi di mana individu organisme baru diproduksi. Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan olehsemua bentuk kehidupan; setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses reproduksi oleh pendahulunya. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi dua jenis:seksual dan aseksual.

Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit dan kelemahan, dalam segala hal  yang berhubungan dengan reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya (ICDP.Cairo, 1994)

 

C.Bentuk Ketidakadilan Gender

Ketidakadilan gender adalah adanya perbedaan, pengecualian atau pembatasan yang dibuat berdasarkan peran dan norma gender yang dikonstruksi secara sosial yang mencegah seseorang untuk menikmati HAM secara penuh.Bentuk-bentuk diskriminasi Gender adalah:

1.      Marginalisasi (Peminggiran)

Proses marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) yang mengakibatkan kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat. Marginalisasi perempuan sebagai salah satu bentuk ketidakadilan gender. Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Beberapa contoh marginalisasi yaitu pemupukan dan pengendalian hama dengan teknologi baru laki-laki yang mengerjakan, pemotongan padi dengan peralatan sabit, mesin diasumsikan hanya laki-laki yang dapat mengerjakan, menggantikan tangan perempuan dengan alat panen ani-ani, usaha konveksi, pembantu rumah tangga menyerap lebih banyak perempuan dari pada laki-laki.

2.      Subordinasi (Penomorduaan)

Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang meletakan kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh apabila seorang istri yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak bepergian ke luar negeri harus mendapat izin suami, tetapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu izin dari istri.

3.      Pandangan Stereotype (Citra Baku)

Stereotipe dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin (perempuan). Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domestik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintah dan negara. Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nafkah. utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.(Kemenkes, 2019)

4.      Kekerasan (Violence)

Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan, muncul dalam berbagai bentuk. Kata kekerasan merupakan terjemahkan dari violence, artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Oleh karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik, seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik. Pelaku kekerasan bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri maupun di tempat umum, ada juga di dalam masyarakat itu sendiri. Pelaku bisa saja suami/ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga, majikan.

5.      Beban Ganda (Double Dourden)

Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat perbedaan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi.

D.Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi

Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan laki-laki dan perempuan yaitu adanya kesenjangan antara kondisi yang dicita-citakan (normatif) dengan kondisi sebagaimana adanya. Empat isu gender dalam berbagai siklus kehidupan yaitu:

1.      Keluarga Berencana

Keluarga Berencana dalam hal ini adalah penggunaan alat kontrasepsi. Seperti diketahui selama ini ada anggapan bahwa KB adalah identik dengan urusan perempuan. Hal ini juga menunjukkan adanya budaya kuasa dalam pengambilan keputusan untuk ber-KB.

Faktor penyebab kesenjangan:

a.       Lingkungan sosial budaya yang menganggap bahwa KB urusan perempuan, bukan urusan pria/suami.

b.      Pelaksanaan program KB yang cenderung menyasar perempuan.

c.       Terbatasnya tempat pelayanan KB pria.

d.      Rendahnya pengetahuan pria tentang KB.

e.       Terbatasnya informasi KB bagi pria serta informasi tentang hak reproduksi bagi pria/suami dan perempuan/istri.

f.       Sangat terbatasnya jenis kontrasepsi pria.

g.      Kurang berminatnya penyedia pelayanan pada KB pria.

 

2.      Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (Safe Motherhood)

Upaya peningkatan derajat kesehatan ibu, bayi (kesehatan ibu dan bayi baru lahir) dan anak dipengaruhi oleh kesadaran dalam perawatan dan pengasuhan anak. Sebagian besar kematian ibu disebabkan oleh faktor kesehatan, antara lain:

a.       Perdarahan saat melahirkan

b.      Eklamsia.

c.       Infeksi.

d.      Persalinan macet.

e.       Keguguran.

Sedangkan faktor non kesehatan antara lain kurangnya pengetahuan ibu yang berkaitan dengan kesehatan termasuk pola makan dan kebersihan diri.

Faktor penyebab kesenjangan antara lain:

a.       Budaya dalam sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan laki-laki, contohnya dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari yang menempatkan bapak atau anak laki-laki pada posisi yang diutamakan daripada ibu dan anak perempuan. Hal ini sangat merugikan kesehatan perempuan, terutama bila sedang hamil.

b.      Masih kurangnya pengetahuan suami dan anggota keluarga tentang perencanaan kehamilan.

c.       Perempuan kurang memperoleh informasi dan pelayanan yang memadai karena alasan ekonomi maupun waktu

d.      Ketidakmampuan perempuan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kesehatan dirinya, misalnya dalam menentukan kapan hamil, di mana akan melahirkan, dan sebagainya. Hal ini berhubungan dengan lemahnya posisi perempuan dalam keluarga dan masyarakat.

e.       Tuntutan untuk tetap bekerja. Pada daerah tertentu, seorang ibu hamil tetap dituntut untuk tetap bekerja keras seperti pada saat ibu tersebut tidak hamil. Oleh karena itu, untuk menekan tingginya angka kematian ibu hamil dan balita akibat gizi buruk, diperlukan langkah optimal dari berbagai pihak.

Khusus masalah aborsi, walaupun pemerintah telah melarang tapi pada kenyataannya masih banyak aborsi yang dilakukan secara illegal dan secara diam-diam dan tidak aman misalnya dengan menggunakan jamu-jamuan, pijat, nanas dan lain-lain. Hal ini akan berpengaruh dan berakibat pada kesehatan ibu juga akan dapat menyebabkan kematian ibu.(Wiasti, 2017)

 

3.      Penyakit Menular Seksual

Dari berbagai jenis PMS yang dikenal, dampak yang sangat berat dirasakan oleh perempuan, yaitu berupa rasa sakit yang hebat pada kemaluan, panggul dan vagina, sampai pada komplikasi dengan akibat kemandulan, kehamilan di luar kandungan serta kanker mulut rahim.(Priyanti & Syalfina, 2017)

Faktor penyebab kesenjangan gender:

a.       Pengetahuan suami/istri tentang PMS, HIV/AIDS masih rendah.

b.      Rendahnya kesadaran suami/pria akan perilaku seksual sehat.

c.       Adanya kecenderungan kelompok masyarakat/budaya yang membolehkan suami melakukan apa saja.

d.      Suami/pria sering tidak mau disalahkan, termasuk dalam penularan PMS, HIV/AIDS karena sikap egois dan dominan pria.

 

4.      Kesehatan Reproduksi Remaja.

Isu gender yang berkaitan dengan remaja perempuan, antara lain: kawin muda, kehamilan remaja, umumnya remaja putri kekurangan nutrisi, seperti zat besi, anemia. Menginjak remaja, gangguan anemia merupakan gejala umum di kalangan remaja putri. Gerakan serta interaksi sosial remaja putri seringkali terbatasi dengan datangnya menarche. Perkawinan dini pada remaja putri dapat memberi tanggung jawab dan beban melampaui usianya. Belum lagi jika remaja putri mengalami kehamilan, menempatkan mereka pada resiko tinggi terhadap kematian. Remaja putri juga berisiko terhadap pelecehan dan kekerasan seksual, yang bisa terjadi di dalam rumah sendiri maupun di luar rumah. Remaja putri juga bisa terkena isu berkaitan dengan kerentanan mereka yang lebih tinggi terhadap perilaku-perilaku stereotipe maskulin, seperti merokok, tawuran, kecelakaan dalam olahraga, kecelakaan lalu lintas, ekplorasi seksual sebelum nikah yang berisiko terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan: IMS, HIV/AIDS.(Rokayah, 2021)

 

5.      Kesehatan Reproduksi di Masa Tua.

Di usia tua baik laki-laki maupun perempuan keadaan biologis semakin menurun. Mereka merasa terabaikan terutama yang berkaitan dengan kebutuhan mereka secara psikologis dianggap semakin meningkat. Secara umum, umur harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Namun umur panjang perempuan berisiko ringkih, terutama dalam situasi sosial-ekonomi kurang. Secara kehidupan social biasanya mereka lebih terlantar lagi, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan yang semakin banyak dan semakin tergantung terhadap sumber daya. Osteoporosis banyak diderita oleh perempuan di masa tua, yaitu delapan kali lebih banyak dari pada laki-laki. Depresi mental juga lebih banyak diderita orang tua, terutama karena merasa ditinggalkan. Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan perempuan. Hal ini semakin dirasakan dalam ruang lingkup kesehatan reproduksi antara lain karena hal berikut :

·         Masalah kesehatan reproduksi dapat terjadi sepanjang siklus hidup manusia seperti masalah inces yang terjadi pada masa anak-anak dirumah, masalah pergaulan bebas, kehamilan remaja.

·         Perempuan lebih rentan dalam menghadapi resiko kesehatan reproduksi seperti kehamilan, melahirkan, aborsi tidak aman dan pemakaian alat kontrasepsi. Karena struktur alat reproduksi yang rentan secara social atau biologis terhadap penularan IMS termasuk STD/HIV/AIDS.

·         Masalah kesehatan reproduksi tidak terpisah dari hubungan laki-laki dan perempuan. Namun keterlibatan, motivasi serta partisipasi laki-laki dalam kesehatan reproduksidewasa ini masih sangat kurang.

·         Laki-laki juga mempunyai masalah kesehatan reproduksi, khususnya berkaitan dengan IMS. HIV, dan AIDS. Karena ini dalam menyusun strategi untuk memperbaiki kesehatan reproduksi harus dipertimbangkan pula kebutuhan, kepedulian dan tanggung jawab laki-laki.

·         Perempuan rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga (kekerasan domestik) atau perlakuan kasar yang pada dasarnya bersumber gender yang tidak setara.

·         Kesehatan reproduksi lebih banyak dikaitkan dengan urusan perempuan seperti KB.

 

E.Kesehatan Reproduksi Peka Gender

Pelayanan Kesehatan Reproduksi yang bersikap “Peka Gender”, yaitu :

1.      Memberikan pelayanan berkualitas yang berorientasi kepada kebutuhan klien, tanpa adanya perbedaan perlakuan, baik karena jenis kelamin maupun status sosialnya.

2.      Memberikan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kebutuhan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan akibat kodrat masing-masing

3.      Memahami sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit dan sikap masyarakat terhadap perempuan dan laki-laki yang sakit.

4.      Memahami perbedaan perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan.

5.      Menyesuaikan pelayanan agar hambatan yg dihadapi oleh laki-laki dan perempuan sebagai akibat adanya perbedaan tersebut diatas dapat diatasi.

 

F.Pangarusutamaan Gender (Gender Mainstraiming)

Pengarusutamaan gender (PUG) atau adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia (rumah tangga, masyarakat dan negara), melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Tujuan pengarusutamaan gender adalah memastikan apakah perempuan dan laki-laki memperoleh akses yang sama kepada sumber daya pembangunan. Dapat berpartisipasi yang sama dalam semua proses pembangunan, termasuk proses pengambilan keputusan. Mempunyai kontrol yang sama atas sumber daya pembangunan, danmemperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan.(Permatasari, 2022)

 

G.Sasaran Pengarusutamaan Gender

Sebagai sasaran pengarusutamaan gender adalah organisasi pemerintah dari pusat sampai ke lapangan yang berperan dalam membuat kebijakan, program dan kegiatan. Selain itu organisasi swasta, organisasi profesi, keagamaan, dan lain – lain, dimana mereka sangat dekat dan terjun langsung paling depan berhadapan dengan masyarakat.

 

H.Prinsip Pengarusutamaan Gender

1.      Terbentuknya mekanisme akuntabilitas memadai untuk memonitoring perkembangan.

2.      Pada tahap awal harus dilakukan identifikasi permasalahan secara serius sehingga diperoleh pemahaman mengenai perbedaan dan kesenjangan gender yang ada.

3.      Tidak boleh memiliki asumsi bahwa permasalahan yang ada bebas dari perspektif gender.

4.      Harus dilakukan analisis gender.

5.      Harus disediakan kemauan politik dan sumber yang memadai untuk pengarusutamaan, untuk menerjemahkan konsep dalam praktek,termasuk di dalamnya sumber dana dan manusia tambahan bila diperlukan.

6.      Pengarusutamaan gender membutuhkan upaya untuk memperluas kesetaraan agar perempuan dapat berpartisipasi dalam semua tingkatan pengambilan keputusan.

7.      Pengarusutamaan gender tidak dapat menggantikan kebutuhan akan program dan kebijakan spesifik untuk perempuan dan legislasi yang positifmanusia tambahan bila diperlukan.

8.      Pengarusutamaan gender membutuhkan upaya untuk memperluas kesetaraan agar perempuan dapat berpartisipasi dalam semua tingkatan pengambilan keputusan.

9.      Pengarusutamaan gender tidak dapat menggantikan kebutuhan akan program dan kebijakan spesifik untuk perempuan dan legislasi yang positif.

 

 

 

 

 

 

 


 

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan atau laki–laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah dan atau diubah sesuai dengan perkembangan zaman.

Ketidakadilan gender adalah adanya perbedaan, pengecualian atau pembatasan yang dibuat berdasarkan peran dan norma gender yang dikonstruksi secara sosial yang mencegah seseorang untuk menikmati HAM secara penuh.

Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan laki-laki dan perempuan yaitu adanya kesenjangan antara kondisi yang dicita-citakan (normatif) dengan kondisi sebagaimana adanya (obyektif).

Isu-isu gender dalam ruang lingkup kesehatan reproduksi terdapat dalam kasus-kasus di Keluarga Berencana, Kesehatan Ibu dan Anak Baru Lahir (Safe Motherhood), Penyakit Menular Seksual. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Kesehatan Reproduksi Lansia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Kemenkes. (2019). Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2(1), 1–73.

Priyanti, S., & Syalfina, A. D. (2017). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Dan Keluarga Berencana.

Wiasti, N. M. (2017). Mencermati Permasalahan Gender dan Pengarusutamaan Gender ( PUG ). Journal of Anthropology, 1(1), 29–42.

Permatasari, D. (2022). Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana. jakarta: Yayasan Kita Menulis.

Rokayah, Y. (2021). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi & Keluarga Berencana. Jawa Tengah: NEM.

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar: