MAKALAH
TENTANG KONSEP GENDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI
PRODI D-III KEBIDANAN
REGULER 2 TINGKAT 2
POLTEKKES
KEMENKES
TANJUNG KARANG
TAHUN
2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatulahi
Wabarakatuh
Yang
pertama-tama yang paling utama kami panjatkan puji dan syukur atas berkat
rahmat Allah SWT yang telah mana memberikan karunia dan nikmat sehat sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini , shalawat dan salam kita curahkan kepada
nabi besar yaitu Muhammad saw yang mana sebagai tauladan bagi kita semua .
Kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen yang telah memberikan bimbingan dan pelajaran
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Konsep Gender Dalm
Kesehatan Reproduksi” dengan sebaik baiknya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Kami mohon maaf
bila ada kesalahan di dalam penulisan maupun kata karna kami adalah manusia
biasa yang tak pernah luput dari kesalahan dan silap mohon bantuan dan saran
dan kritik nya karna saya hanya lah pemula yang ingin belajar
WassalamualaikumWarahmatullahi
Wabarakatuh
Bandar Lampung 16 Januari 2023
Kelompok 2
DAFTAR ISI
B. Pengertian
Kesehatan Reproduksi
C. Bentuk
Ketidakadilan Gender
D. Isu Gender
dalam Kesehatan Reproduksi
E. Kesehatan
Reproduksi Peka Gender
F. Pangarusutamaan
Gender (Gender Mainstraiming)
G. Sasaran
Pengarusutamaan Gender
H. Prinsip
Pengarusutamaan Gender
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Di
Indonesia, banyak perempuan
yang tidak mendapatkan
kesempatan yang sama dengan laki – laki
dalam menjaga kesehatan
mereka. Kondisi ini terjadi terutama karena
adanya perlakuan tidak
adil dan tidak
setara antara mereka
(ketidakadilan dan keetidaksetaraan gender) dalam pelayanan kesehatan.
Selain itu program-program kesehatan
belum sepenuhnya
mempertimbangkan adanya isu tersebut.Saat ini tenaga kesehatan kita makin sadar
tentang pentingnya mempertimbangkan isu
gender dalam pemberian
pelayanan kesehatan. Terutama untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
ketidakadilan dan ketidaksetaraan
perandan tanggung jawab
dalam lingkungan tempat
mereka bekerja. Namun memahami ketidakadilan dan ketidaksetaraan
gender, tidak semudah membalikkan
telapak tangan.
B.Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
gender?
2.
Apa
yang dimaksud kesehatan reproduksi?
3.
Apa
saja bentuk ketidakadilan gender?
4.
Jelaskan
isu gender dalam kesehatan reproduksi!
5.
Apa itu
kesehatan reproduksi peka gender?
6.
Apa itu
pengarusutamaan gender?
7.
Jelaskan
sasaran pengarusutamaan gender!
8.
Bagaimana
prinsip pengarusutamaan gender?
C.Tujuan Penulisan
1.
Untuk
menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswi tentang konsep gender dalam
kesehatan reproduksi
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Gender
Gender merupakan
peran sosial dimana peran pria dan wanita ditentukan perbedaan fungsi, peran
dan tanggung jawab pria dan wanita sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat
berubah atau diubah sesuai perubahan zaman. Peran dan kedudukan seseorang yang dikonstruksikan
oleh masyarakat dan budayanya karena seseorang lahir sebagai pria atau
wanita(WHO 1998).
Gender adalah pandangan masyarakat
tentang perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan atau
laki–laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah dan
atau diubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Gender (Bahasa Inggris) yang
diartikan sebagai jenis kelamin. Namun jenis kelamin di sini bukan seks secara
biologis, melainkan sosial budaya dan psikologis, tetapi lebih memfokuskan
perbedaan peranan antara pria dengan wanita, yang dibentuk oleh masyarakat
sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang
bersangkutan.
B.Pengertian
Kesehatan Reproduksi
Reproduksi
adalah suatu proses biologi di mana individu
organisme baru diproduksi. Reproduksi adalah
cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan olehsemua bentuk kehidupan;
setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses reproduksi oleh
pendahulunya. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi dua jenis:seksual dan aseksual.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya
penyakit dan kelemahan, dalam segala hal
yang berhubungan dengan reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya
(ICDP.Cairo, 1994)
C.Bentuk
Ketidakadilan Gender
Ketidakadilan
gender adalah adanya perbedaan, pengecualian atau pembatasan yang dibuat
berdasarkan peran dan norma gender yang dikonstruksi secara sosial yang mencegah
seseorang untuk menikmati HAM secara penuh.Bentuk-bentuk diskriminasi Gender
adalah:
1. Marginalisasi
(Peminggiran)
Proses
marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) yang mengakibatkan kemiskinan, banyak
terjadi dalam masyarakat. Marginalisasi perempuan sebagai salah satu bentuk
ketidakadilan gender. Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan
menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti intensifikasi pertanian
yang hanya memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai
jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang
biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu perkembangan teknologi
telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan
diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Beberapa
contoh marginalisasi yaitu pemupukan dan pengendalian hama dengan teknologi
baru laki-laki yang mengerjakan, pemotongan padi dengan peralatan sabit, mesin
diasumsikan hanya laki-laki yang dapat mengerjakan, menggantikan tangan
perempuan dengan alat panen ani-ani, usaha konveksi, pembantu rumah tangga
menyerap lebih banyak perempuan dari pada laki-laki.
2. Subordinasi
(Penomorduaan)
Subordinasi pada
dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting
atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan
yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi,
tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang meletakan kaum
perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan memperlihatkan
bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama
perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh apabila seorang istri yang hendak
mengikuti tugas belajar, atau hendak bepergian ke luar negeri harus mendapat
izin suami, tetapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu izin dari istri.
3. Pandangan
Stereotype (Citra Baku)
Stereotipe
dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai
dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu
melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan
pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin (perempuan).
Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang
merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan
fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domestik
atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga
tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat
pemerintah dan negara. Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas,
tetapi bila perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat
menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda,
namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label
kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam
“kegiatan laki-laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label
laki-laki sebagai pencari nafkah. utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja
yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan
cenderung tidak diperhitungkan.(Kemenkes,
2019)
4. Kekerasan
(Violence)
Berbagai bentuk
tindak kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan, muncul dalam berbagai
bentuk. Kata kekerasan merupakan terjemahkan dari violence, artinya suatu
serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Oleh
karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti
perkosaan, pemukulan dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik,
seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik. Pelaku kekerasan
bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri
maupun di tempat umum, ada juga di dalam masyarakat itu sendiri. Pelaku bisa
saja suami/ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga,
majikan.
5. Beban
Ganda (Double Dourden)
Bentuk lain dari diskriminasi dan
ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu
jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya
beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh
perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90%
dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain
bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani
masih mendapat perbedaan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik.
Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum
laki-laki di satu sisi.
D.Isu
Gender dalam Kesehatan Reproduksi
Isu gender
adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan laki-laki dan perempuan yaitu
adanya kesenjangan antara kondisi yang dicita-citakan (normatif) dengan kondisi
sebagaimana adanya. Empat isu gender dalam berbagai siklus kehidupan yaitu:
1. Keluarga
Berencana
Keluarga Berencana dalam hal ini
adalah penggunaan alat kontrasepsi. Seperti diketahui selama ini ada anggapan
bahwa KB adalah identik dengan urusan perempuan. Hal ini juga menunjukkan
adanya budaya kuasa dalam pengambilan keputusan untuk ber-KB.
Faktor penyebab kesenjangan:
a. Lingkungan
sosial budaya yang menganggap bahwa KB urusan perempuan, bukan urusan
pria/suami.
b. Pelaksanaan
program KB yang cenderung menyasar perempuan.
c. Terbatasnya
tempat pelayanan KB pria.
d. Rendahnya
pengetahuan pria tentang KB.
e. Terbatasnya
informasi KB bagi pria serta informasi
tentang
hak reproduksi bagi pria/suami dan perempuan/istri.
f. Sangat
terbatasnya jenis kontrasepsi pria.
g. Kurang
berminatnya penyedia pelayanan pada KB pria.
2. Kesehatan
Ibu dan Bayi Baru Lahir (Safe Motherhood)
Upaya
peningkatan derajat kesehatan ibu, bayi (kesehatan ibu dan bayi baru lahir) dan
anak dipengaruhi oleh kesadaran dalam perawatan dan pengasuhan anak. Sebagian
besar kematian ibu disebabkan oleh faktor kesehatan, antara lain:
a. Perdarahan
saat melahirkan
b. Eklamsia.
c. Infeksi.
d. Persalinan
macet.
e. Keguguran.
Sedangkan faktor
non kesehatan antara lain kurangnya pengetahuan ibu yang berkaitan dengan
kesehatan termasuk pola makan dan kebersihan diri.
Faktor penyebab kesenjangan antara
lain:
a. Budaya
dalam sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan laki-laki,
contohnya dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari yang menempatkan bapak atau
anak laki-laki pada posisi yang diutamakan daripada ibu dan anak perempuan. Hal
ini sangat merugikan kesehatan perempuan, terutama bila sedang hamil.
b. Masih
kurangnya pengetahuan suami dan anggota keluarga tentang perencanaan kehamilan.
c. Perempuan
kurang memperoleh informasi dan pelayanan
yang
memadai karena alasan ekonomi maupun waktu
d. Ketidakmampuan
perempuan dalam
mengambil keputusan
yang berkaitan dengan kesehatan dirinya, misalnya dalam menentukan kapan hamil,
di mana akan melahirkan,
dan sebagainya. Hal ini berhubungan dengan
lemahnya
posisi perempuan dalam keluarga dan masyarakat.
e.
Tuntutan untuk tetap bekerja. Pada
daerah tertentu, seorang ibu hamil tetap dituntut untuk tetap bekerja keras
seperti pada saat ibu tersebut tidak hamil. Oleh karena itu, untuk menekan
tingginya angka kematian ibu hamil dan balita akibat gizi buruk, diperlukan
langkah optimal dari berbagai pihak.
Khusus masalah
aborsi, walaupun pemerintah telah melarang tapi pada kenyataannya masih banyak
aborsi yang dilakukan secara illegal dan secara diam-diam dan tidak aman
misalnya dengan menggunakan jamu-jamuan, pijat, nanas dan lain-lain. Hal ini
akan berpengaruh dan berakibat pada kesehatan ibu juga akan dapat menyebabkan
kematian ibu.(Wiasti, 2017)
3. Penyakit
Menular Seksual
Dari berbagai
jenis PMS yang dikenal, dampak yang sangat berat dirasakan oleh perempuan,
yaitu berupa rasa sakit yang hebat pada kemaluan, panggul dan vagina, sampai
pada komplikasi dengan akibat kemandulan, kehamilan di luar kandungan serta
kanker mulut rahim.(Priyanti & Syalfina, 2017)
Faktor penyebab kesenjangan gender:
a. Pengetahuan
suami/istri tentang PMS, HIV/AIDS masih rendah.
b. Rendahnya
kesadaran suami/pria akan perilaku seksual sehat.
c. Adanya
kecenderungan kelompok masyarakat/budaya yang membolehkan suami melakukan apa
saja.
d.
Suami/pria sering tidak mau disalahkan,
termasuk dalam penularan PMS, HIV/AIDS karena sikap egois dan dominan pria.
4. Kesehatan
Reproduksi Remaja.
Isu gender yang
berkaitan dengan remaja perempuan, antara lain: kawin muda, kehamilan remaja,
umumnya remaja putri kekurangan nutrisi, seperti zat besi, anemia. Menginjak
remaja, gangguan anemia merupakan gejala umum di kalangan remaja putri. Gerakan
serta interaksi sosial remaja putri seringkali terbatasi dengan datangnya
menarche. Perkawinan dini pada remaja putri dapat memberi tanggung jawab dan
beban melampaui usianya. Belum lagi jika remaja putri mengalami kehamilan,
menempatkan mereka pada resiko tinggi terhadap kematian. Remaja putri juga
berisiko terhadap pelecehan dan kekerasan seksual, yang bisa terjadi di dalam
rumah sendiri maupun di luar rumah. Remaja putri juga bisa terkena isu
berkaitan dengan kerentanan mereka yang lebih tinggi terhadap perilaku-perilaku
stereotipe maskulin, seperti merokok, tawuran, kecelakaan dalam olahraga,
kecelakaan lalu lintas, ekplorasi seksual sebelum nikah yang berisiko terhadap
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan: IMS, HIV/AIDS.
5. Kesehatan
Reproduksi di Masa Tua.
Di usia tua baik
laki-laki maupun perempuan keadaan biologis semakin menurun. Mereka merasa
terabaikan terutama yang berkaitan dengan kebutuhan mereka secara psikologis
dianggap semakin meningkat. Secara umum, umur harapan hidup perempuan lebih
tinggi dibandingkan laki-laki. Namun umur panjang perempuan berisiko ringkih,
terutama dalam situasi sosial-ekonomi kurang. Secara kehidupan social biasanya
mereka lebih terlantar lagi, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan yang
semakin banyak dan semakin tergantung terhadap sumber daya. Osteoporosis banyak
diderita oleh perempuan di masa tua, yaitu delapan kali lebih banyak dari pada
laki-laki. Depresi mental juga lebih
banyak
diderita orang tua, terutama karena merasa ditinggalkan. Gender mempunyai pengaruh besar
terhadap kesehatan laki-laki dan perempuan. Hal ini semakin dirasakan dalam
ruang lingkup kesehatan reproduksi antara lain karena hal berikut :
·
Masalah kesehatan reproduksi dapat
terjadi sepanjang siklus hidup manusia seperti masalah inces yang terjadi pada
masa anak-anak dirumah, masalah pergaulan bebas, kehamilan remaja.
·
Perempuan lebih rentan dalam menghadapi
resiko kesehatan reproduksi seperti kehamilan, melahirkan, aborsi tidak aman
dan pemakaian alat kontrasepsi. Karena struktur alat reproduksi yang rentan
secara social atau biologis terhadap penularan IMS termasuk STD/HIV/AIDS.
·
Masalah kesehatan reproduksi tidak
terpisah dari hubungan laki-laki dan perempuan. Namun keterlibatan, motivasi
serta partisipasi laki-laki dalam kesehatan reproduksidewasa ini masih sangat
kurang.
·
Laki-laki juga mempunyai masalah
kesehatan reproduksi, khususnya berkaitan dengan IMS. HIV, dan AIDS. Karena ini
dalam menyusun strategi untuk memperbaiki kesehatan reproduksi harus
dipertimbangkan pula kebutuhan, kepedulian dan tanggung jawab laki-laki.
·
Perempuan rentan terhadap kekerasan
dalam rumah tangga (kekerasan domestik) atau perlakuan kasar yang pada dasarnya
bersumber gender yang tidak setara.
·
Kesehatan reproduksi lebih banyak
dikaitkan dengan urusan perempuan seperti KB.
E.Kesehatan
Reproduksi Peka Gender
Pelayanan Kesehatan Reproduksi yang
bersikap “Peka Gender”, yaitu :
1. Memberikan
pelayanan berkualitas yang berorientasi kepada kebutuhan klien, tanpa adanya
perbedaan perlakuan, baik karena jenis kelamin maupun status sosialnya.
2. Memberikan
pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kebutuhan yang berbeda antara
laki-laki dan perempuan akibat kodrat masing-masing
3. Memahami
sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit dan sikap
masyarakat terhadap perempuan dan laki-laki yang sakit.
4. Memahami
perbedaan perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan.
5. Menyesuaikan
pelayanan agar hambatan yg dihadapi oleh laki-laki dan perempuan sebagai akibat
adanya perbedaan tersebut diatas dapat diatasi.
F.Pangarusutamaan
Gender (Gender Mainstraiming)
Pengarusutamaan
gender (PUG) atau adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis
untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah
aspek kehidupan manusia (rumah tangga, masyarakat dan negara), melalui
kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan
permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan
dan pembangunan. Tujuan pengarusutamaan gender adalah memastikan apakah
perempuan dan laki-laki memperoleh akses yang sama kepada sumber daya
pembangunan. Dapat berpartisipasi yang sama dalam semua proses pembangunan,
termasuk proses pengambilan keputusan. Mempunyai kontrol yang sama atas sumber
daya pembangunan, danmemperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan.
G.Sasaran
Pengarusutamaan Gender
Sebagai sasaran
pengarusutamaan gender adalah organisasi pemerintah dari pusat sampai ke
lapangan yang berperan dalam membuat kebijakan, program dan kegiatan. Selain
itu organisasi swasta, organisasi profesi, keagamaan, dan lain – lain, dimana
mereka sangat dekat dan terjun langsung paling depan berhadapan dengan
masyarakat.
H.Prinsip
Pengarusutamaan Gender
1. Terbentuknya
mekanisme akuntabilitas memadai untuk memonitoring perkembangan.
2. Pada
tahap awal harus dilakukan identifikasi permasalahan secara serius sehingga
diperoleh pemahaman mengenai perbedaan dan kesenjangan gender yang ada.
3. Tidak
boleh memiliki asumsi bahwa permasalahan yang ada bebas dari perspektif gender.
4. Harus
dilakukan analisis gender.
5. Harus
disediakan kemauan politik dan sumber yang memadai untuk pengarusutamaan, untuk
menerjemahkan konsep dalam praktek,termasuk di dalamnya sumber dana dan manusia
tambahan bila diperlukan.
6. Pengarusutamaan
gender membutuhkan upaya untuk memperluas kesetaraan agar perempuan dapat
berpartisipasi dalam semua tingkatan pengambilan keputusan.
7. Pengarusutamaan
gender tidak dapat menggantikan kebutuhan akan program dan kebijakan spesifik
untuk perempuan dan legislasi yang positifmanusia tambahan bila diperlukan.
8. Pengarusutamaan
gender membutuhkan upaya untuk memperluas
kesetaraan agar perempuan dapat berpartisipasi dalam semua tingkatan
pengambilan keputusan.
9. Pengarusutamaan
gender tidak dapat menggantikan kebutuhan akan program dan kebijakan spesifik
untuk perempuan dan legislasi yang positif.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Gender adalah
pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara
perempuan dan atau laki–laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan
dapat berubah dan atau diubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Ketidakadilan gender adalah adanya
perbedaan, pengecualian atau pembatasan yang dibuat berdasarkan peran dan norma
gender yang dikonstruksi secara sosial yang mencegah seseorang untuk menikmati
HAM secara penuh.
Isu gender adalah suatu kondisi
yang menunjukkan kesenjangan laki-laki dan perempuan yaitu adanya kesenjangan
antara kondisi yang dicita-citakan (normatif) dengan kondisi sebagaimana adanya
(obyektif).
Isu-isu gender dalam ruang lingkup
kesehatan reproduksi terdapat dalam kasus-kasus di Keluarga Berencana,
Kesehatan Ibu dan Anak Baru Lahir (Safe Motherhood), Penyakit Menular Seksual.
Kesehatan Reproduksi Remaja dan Kesehatan Reproduksi Lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes. (2019). Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2(1),
1–73.
Priyanti, S., & Syalfina, A. D. (2017). Buku Ajar
Kesehatan Reproduksi Dan Keluarga Berencana.
Wiasti, N. M. (2017). Mencermati
Permasalahan Gender dan Pengarusutamaan Gender ( PUG ). Journal of
Anthropology, 1(1), 29–42.
Permatasari,
D. (2022). Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana. jakarta:
Yayasan Kita Menulis.
Rokayah, Y. (2021). Buku
Ajar Kesehatan Reproduksi & Keluarga Berencana. Jawa Tengah: NEM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar