Senin, 16 Januari 2023

MAKALAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ”PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT “

 

                           MAKALAH

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

”PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT “

 

     Dosen Pengampu:

Ns. Sunarsih, S. Kep.,MM

          

 

 

 

 

 

 

 

POLITEKNIK KESEHATAN  TANJUNG KARANG

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

REGULER 2 TINGKAT 3

TAHUN AJARAN 2022/2023

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa , karena berkat rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pendekatan-Pendekatan dalam Pemberdayaan Masyarakat” dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemberdayaan Masyarakat. Meskipun banyak hambatan dan kendala dalam proses pengerjaannya, tetapi kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Tidak lupa kami sampaikan Terimakasih atas bantuan dari banyak pihak yang telah ikut serta dalam pengerjaan makalah ini. Kami juga mengucapkan Terimakasih kepada Dosen bidang studi Pemberdayaan Masyarakat yang telah membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan Makalah ini, serta tidak terlepas juga kami mengucapkan Terimakasih kepada orang tua yang telah memberikan segala fasilitas dan sarana untuk pengerjaan makalah ini.  Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari  pembaca sebagai masukan bagi kami. Akhir kata kami berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami sebagai penulis pada khususnya. Atas segala perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.

                                                                                                           

                                                                        Bandar Lampung, 13 Januari 2023

                                                                                                           Kelompok 2

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.. 2

DAFTAR ISI. 3

BAB 1. 4

PENDAHULUAN.. 4

1.1 Latar Belakang. 4

1.2 Tujuan Makalah. 5

1.2.2 Tujuan Khusus. 5

1.3 Rumusan Masalah. 5

1.4 Manfaat Makalah. 5

BAB II TINJAUAN TEORI. 7

2.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat 7

2.2 Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat 9

1.    Pendekatan Mikro. 10

2.    Pendekatan Mezzo. 11

3.    Pendekatan Makro. 11

6.    Pendekatan Pemberdayaan. 12

2.3 Strategi Pendekatan Masyarakat 28

BAB III PENUTUP. 30

3.1 Kesimpulan. 30

3.2 Saran. 30

LATIHAN SOAL.. 31

DAFTAR PUSTAKA.. 35

 

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan masyarakat sangat dipengaruhi oleh pendekatan dan strategi yang digunakan. Dalam melaksanakan pembangunan terkadang masyarakat tidak menerima program-program yang dijalankan oleh pemerintah dalam membangun suatu daerah, sehingga terkadang terjadi benturan-benturan kecil yang menyebabkan terlambatnya program-program yang akan dijalankan. Untuk menghindari hal tersebut dibutuhkan suatu pendekatan atau strategi sehingga dapat memberikan keberhasilan dalam pembangunan.

Dinamika teori pembangunan tersebut tidak terlepas dari pemahaman terhadap konsep pembangunan yang bersifat terbuka ujungnya. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa implementasi konsep pembangunan ternyata telah banyak merubah kondisi kehidupan masyarakat. Pada sebagian komunitas, pembangunan telah mengantarkan kehidupan mereka menjadi lebih baik bahkan sebagian dapat dikatakan  berlebihan, sementara komunitas lainya pembangunan justru mengantarkan mereka pada kondisi yang menyengsarakan dimana angka pengangguran, kemiskinan menjadi semakin bertambah sejalan dengan proses pembangunan yang dijalankan oleh  pemerintah. Oleh karena itu pemahaman terhadap pembangunan hendaklan selalu bersifat dinamis, karena setiap saat selalu akan muncul masalah-masalah baru. Pilihan pendekatan  pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi bukan saja telah mengakibatkan berbagai bentuk ketimpangan social tetapi juga menimbulkan berbagai  persoalan lain seperti timbulnya akumulasi nilai-nilai hedonistik, ketidak pedulian sosial, erosi ikatan kekeluargaan dan kekerabatan, lebih dari itu pendekatan pembangunan tersebut telah menyebabkan ketergantungan masyarakat pada birokrasi-birokrasi sentralistik yang memiliki daya absorsi sumber daya yang sangat besar, namun tidak memiliki kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan lokal, dan secara sistematis telah mematikan inisiatif masyarakat lokal untuk memecahkan masalah-masalan yang mereka hadapi.(Korten, 1987). Program-program pembangunan yang disiapkan harus memenuhi kebutuhan masyarakat, jangan hanya memuaskan beberapa pihak saja tetapi harus diupayakan terdapat hubungan timbal balik bagi pihak yang menyusun program  pembangunan dan masyarakat sebagai pihak yang mendapat pelayanan dan manfaat dari  pembangunan tersebut.

1.2 Tujuan Makalah

      Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.2.1 Tujuan Umum

         Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan dalam Pemberdayaan Masyarakat

1.2.2 Tujuan Khusus

1.      Untuk mengetahui pengertian pemberdayaan masyarakat.

2.      Untuk mengetahui pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat.

3.      Untuk mengetahui strategi pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat.

1.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah :

1.      Apakah pengertian pemberdayaan masyarakat ?

2.      Bagaimana pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat ?

3.      Bagaimana strategi pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat ?

1.4 Manfaat Makalah

Adapun manfaat dari makalah ini adalah:

1.      Bagi Penulis.

Sebagai peningkatan keterampilan dalam mengorganisasi dan menyajikan data dan fakta secara jelas dan sistematis, juga budaya akademik di pendidikan perkuliahan baik pada mahasiswa, dosen, dll.

2.      Bagi Pembaca.

Sebagai pengetahuan, pemahaman dan penguasaan tentang kajian kepustakaan untuk mengimplementasikan penulisan makalah tentang ilmu pemberdayaan masyarakat.

3.      Bagi Mahasiswa.

Sebagai hasil dari sebuah penelitian yang sangat diharapkan agar bisa mengembangkan hasil belajar dalam ilmu pemberdayaan masyarakat.

4.      Bagi Dosen.

Sebagai sebuah penerapan dari sebuah media papan lembar dalam pembelajaran yang bisa mencukupi semua kebutuhan materi mahasiswa/i dalam proses belajar dengan lebih mudah dan bermanfaat.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

 Istilah pemberdayaan masyarakat atau empowerment merupakan istilah yang diangkat dari hasil penelitian seorang sarjana pendidikan nonformal Suzanne Kindervatter dalam bukunya “Nonformal as An Empowering process”, memiliki makna agar orang-orang yang diberdayakan itu mempunyai “daya” atau mempunyai kemampuan untuk hidup layak sama dengan temannya sesama manusia. Pendidikan sebagai upaya mencerdaskan bangsa berarti memberdayakan setiap warga negara agar mampu berbuat seimbang baik dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, antara hak dan kewajiban, menjadi warga negara yang bersikap dan berbuat demokratis terhadap sesama manusia menuju masyarakat yang memahami akan hak, kewenanga n dan tanggungjawab mereka dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Chambers (dalam Kartasasmita, 1996: 142) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial yakni bersifat people-centered, participatory, empowering and sustainable. Pengertian lain yang disampaikan oleh Tjokrowinoto (dalam Kusnadi, 2006: 219) konsep ini lebih luas dari hanya sekedar memenuhi kebutuhan dasar (basic need) akan tetapi juga menyediakan mekanisme untuk mencegah proses kemiskinan lebih lanjut (safety need).  Sumodingrat (1996: 185) menyatakan memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkat kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain pemberdayaan masyarakat bermaksud untuk mengembangkan kemampuan masyarakat agar secara berdiri sendiri, memiliki ketrampilan untuk mengatasi masalah-masalah mereka sendiri.  Berdasarkan uraian singkat diatas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan sangat identik dengan pendidikan dan merupakan hakekat pendidikan itu sendiri, karena apa yang disebut dengan pendidikan termasuk pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal adalah usaha memberdayakan manusia, memampukan manusia, mengembangkan talentatalenta yang ada pada diri manusia agar dengan kemampuan/potensi yang dimilikinya dapat dikembangkan melalui pendidikan/pembelajaran.

Proses pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan nonformal, sesungguhnya merupakan sebuah upaya yang memungkinkan masyarakat dengan segala keberadaanya dapat memberdayakan dirinya. Dengan pusat aktivitas harusnya berada di tangan masyarakat itu sendiri dengan bertitik tolak dari masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat dan manfaatnya untuk masyarakat atau dengan istilah lain pendidikan berbasis pada masyarakat. Dalam kaitannya dengan hal ini, menurut Yunus (2004: 3) ada lima prinsip dasar yang patut diperhatikan: (1) keperdulian terhadap masalah, kebutuhan dan potensi/sumberdaya masyarakat; (2) kepercayaan timbal balik dari pelayan program dan dari masyarakat pemilik program; (3) fasilitasi (pemerintah) dalam membantu kemudahan masyarakat dalam berbagai proses kegiatan; (4) adanya partisipatif, yaitu upaya melibatkan semua komponen lembaga atau individu terutama warga masyarakat dalam proses kegiatan dan (5) mengayomi peranan masyarakat dan hasil yang dicapai.

Agar proses pembelajaran yang dilakukan melalui Pendidikan Luar Sekolah dapat terjadi, maka proses pemberdayaan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Need oriented, yaitu pendekatan yang berorientasi dan didasarkan pada kebutuhan warga masyarakat; 2) Endegenious, yaitu pendekatan yang berorientasi dan mengutamakan kesesuaian nilai-nilai keaslian lokal, dengan cara menggali dan menggunakan potensi yang dimiliki warga belajar 3) Self reliant, yaitu pendekatan yang membangun rasa percaya diri atau sikap mandiri pada setiap warga masyarakat. 4) Ecologically sound, ialah pendekatan yang berorientasi memperhatikan dan mempertimbangkan aspek perubahan lingkungan dan, 5) Based on structural transformation, yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan pada perubahan struktur sistem, baik yang menyangkut hubungan sosial, kegiatan ekonomi, penyebaran keuangan, sistem manajemen maupun partisipasi masyarakat setempat.

2.2 Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat

Salah satu faktor yang dapat mendukung tercapainya sasaran kegiatan pemberdayaan masyarakat sangat di pengaruhi oleh jenis pendekatan yang di gunakan dalam melakukan kegiatan tersebut. Dalam hal ini pendekatan yang di maksud terkait dengan cara yang di gunakan agar supaya masyarakat yang menjadi kelompok sasaran kegiatan pemberdayaan bersikap terbuka dalam menerima berbagai bentuk unsur inovasi yang semuanya itu di maksudkan agar supaya mereka dapat melepaskan diri dari berbagai aneka rupa keterbelakangan, isolasi sosial , keterpurukan serta ketertinggalan dalam berbagai sektor masyarakat. Oleh sebab itu untuk memilih pendekatan yang di nilai cocok dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya kelompok sasaran maka pada dasarnya ada beberapa hal yang perlu di perhatikan diantaranya : pertama kegiatan itu harus sifatnya terencana. Maksudnya program yang di buat sebaiknya memiliki rentan waktu tertentu dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat seperti lembaga pemerintah, aktivis LSM, tokoh masyarakat, pemuka agama, tokoh generasi muda dan kelompok masyarakat yang lain yang di nilai akan memberi kontribusi yang besar bagi kegiatan pemberdayaan tersebut. Kedua, pendekatan yang di gunakan sebaiknya dalam betuk kelompok dan tidak di lakukan secara individual. Pertimbangannya lewat pendekatan kelompok maka kegiatan yang di laksanakan dapat berlangsung lebih efisien, efektif serta memberi hasil yang optimal di bandingkan dengan kegiatan yang di lakukan secara perorangan. Apalagi, tujuan utama kegiatan ini jelas lebih di orientasikan pada kepentingan masyarakat secara keseluruhan dan bukan hanya sebatas pada satu rumah tangga. Ketiga, melibatkan masyarakat secara aktif terutama kelompok yang menjadi sasaran kegiatan pemberdayaan. Ini sangat penting mengingat partisipasi aktif masyarakat akan memberikan manfaat secara langsung selain mereka dapat bekerja sambil belajar untuk mempraktekkan berbagai konsep dan program yang di sampaikan oleh para fasiitator. Keempat, sasarannya harus jelas dan terarah. Artinya semua agenda kegiatan yang tawarkan pada kelompok sasaran memiliki tujuan yang jelas termasuk di dalamnya manfaat yang dapat di peroleh dari kegiatan itu khususnya yang bersentuhan langsung dengan masalah pemenuhan kebutuhan manusia. Kelima, kegiatan pemberdayaan masyarakat harus memiliki dana yang cukup. Sebagaimana di ketahui bahwa program yang dirancang sedemikian rupa dan sebaik apapun bentuknya tentu terasa sulit untuk di implementasikan apabila tanpa di dukung oleh dana yang memadai. Di samping itu, masalah pengadaan infratruktur termasuk alat peraga yang di perlukan bukan serta melibatkan sejumlah tenaga professional hanya dapat di lakukan jika di tunjang oleh sektor finansial yang cukup. Keenam, masalah faktor budaya yang dimiliki kelompok sasaran harus pula mendapat perhatian yang serius. Masalahnya, jika kita belajar dari berbagai pengalaman sebelumnya menujukkan bahwa munculnya penolakan dari masyarakat setempat ternyata di sebabkan karena adanya sikap tradisi dan kepercayaan yang begitu kuat yang di miliki masyarakat dan dianggap tidak sesuai dengan unsur inovasi yang di perkenalkan kepada mereka. Akibatnya upaya yang di lakukan oleh tenaga fasilitator dalam menciptakan perubahan sikap dan perilaku masyarakat tidak memberikan hasil yang maksimal. Dan akhirnya, pendekatan yang di gunakan sebaiknya bersifat persuasif dan tidak kohersif dengan demikian, kelompok sasaran akan menerima program yang di tawarkan pada mereka secara sukarela tanpa merasa adanya tekanan dari pihak luar sehingga proses kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat berlangsung dalam suasana yang koperatif, komformis, lancar , bersinergi dan terkendali.

Sementara itu dalam kaitannya dengan pekerja sosial maka setidaknya ada 3 jenis pendekatan yang bisa digunakan untuk membantu bagi tenaga penyuluh,fasilitator, agen pembaharu dan aktifis LSM serta lembaga pemerintah dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarat diantaranya :

        1.   Pendekatan Mikro

Dalam hal ini kegiatan pemberdayaan dilakukan pada kelompok sasaran sifatnya individual misalnya dalam bentuk konseling,bimbingan serta pengendalian stres yang mana tujuannya tentu saja dimaksudkan untuk melatih serta memberi bimbingan bagi para kelompok sasaran (penerima manfaat) untuk melaksanakan kegiatannya sehari-hari.Dengan kata lain model pendekatan ini biasa juga disebut dengan pendekatan yang berpusat pada tugas.

        2.   Pendekatan Mezzo

Tidak seperti halnya dengan pendekatan mikro yang mana pemberdayaan dilakukan secara individual maka justru dalam pendekatan ini pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok penerima manfaat.Dalam hal ini,tujuan kegiatan pemberdayaan dilakukkan terhadap sekelompok klien dengan harapan pemanfaatan kelompok dapat difungsikan sebagai media,pendidikan,pelatihan dan interfensi sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan keterampilan,kesadaran, membentuk sikap serta meningkatkan kemampuan kelompok sasaran (penerima manfaat ) dalam mengatasi berbagai pesoalan yang mereka hadapi

        3.   Pendekatan Makro

Untuk tipe pendekatan ini biasa juga disebut sebagai strategi sistem besar dengan alasan penerima manfaat (klien) diarahkan pada suatu lingkungan yang lebih luas.Selain itu ada beberapa jenis strategi yang bisa dikategorikan dalam pendekatan makro diantaranya perencanaan sosial ,aksi sosial, kampanye, perumusan kebijakan,lobbying serta manajemen konflik.Disamping itu pendekatan ini juga melihat para penerima manfaat (kelompok sasaran) sebagai kelompok yang memiliki kemampuan dalam memahami baik itu situasi mereka sendiri maupun cara memilihstrategi yang dinilai tepat untuk mengatasinya.Disamping sejumlah pendekatan yang biasa digunakan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat sebagaimana disebutkan diatas maka rupanya ada pula beberapa jenis pendekatan yang dapat digunakan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat.kita sebut saja misalnya model pendekatan yang digunakan Elliot (1996) yang menjelaskan bahwa terdapat 3 jenis pendekatan pemberdayaan masyarakat yaitu:

4.      Pendekatan Kesejahteraan.

Dengan menggunakan pendekatan ini,fokus utamanya lebih dipusatkan pada kegiatan pemberian bantuan kepada masyarakat termasuk didalamnya bagi mereka yang menghadapi musibah seperti bencana alam apakah itu berupa banjir,letusan gunung berapi,kekeringan yang berkepanjangan atau dalam bentuk bencana alam yang lain.

5.      Pendekatan Pembangunan.

Adapun kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dengan menggunakan model pendekatan ini yang mana lebih difokuskan pada upaya untuk meningkatkan kemandirian,keswadayaan serta kemampuan masyarakat.

        6.   Pendekatan Pemberdayaan

Dalam hal ini perlu di lakukan berbagai bentuk kegiatan pelatihan di kalangan kelompok sasaran (klien) agar mereka bisa melepaskan diri dari kemiskinan, keterpurukan serta ketinggalan sehingga mereka dapat membentuk suatu kelompok yang maju dan mandiri serta bebas dari aneka ragam ketidakberdayaan. Sedangkan menurut Axinn (1988) Yang menyebutkan bahwa untuk memahami lebih rinci pendekatan yang di gunakan dalam proses pemberdayaan masyarakat maka paling tidak jenis pendekatan yang di pakai dapat di kategorikan ke dalam kedalam beberapa tipe misalnya : Pertama, pendekatan komunitas. Kedua, pendekatan umum. Ketiga, pendekatan proyek. Keempat, pendekatan kerjasama. Kelima, pendekatan partisipatif. Keednam, pendekatan pelatihan dan kunjungan. Ketujuh, pendekatan lembaga pendidikan. Dan kedelapan, pendekatan pembangunan sistem usaha tani.

Oleh sebab itu mengingat begitu kompleksnya jenis pendekatan yang dapat di manfaatkan dalam berbagai bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat sehingga tidak mengherankan jika Mardikanto (2012) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah prinsip pemberdayaan yang dapat digunakan sebagai kerangka acuan diantaranya :

a.    Keberhasilan pemberdayaan sangat tergantung pada kejelasan tujuan yang di tetapkan sebelumnya.

b.    Masalah efektivitas pemberdayaan kedisiplinan, keseriusan serta sikap professional di kalangan para fasilitator

c.    Adanya kemauan dan partisipasi untuk ikut terlibat dalam konteks pengabdian pemberdayaan tergantung pada sejauh mana masyarakat di beri kesempatan dalam proses perumusan tujuan program dan pemilihan mereka yang terlibat di lapangan

d.   Adanya pemanfaatan kombinasi antara pengetahuan dan informasi baik itu dari dalam maupun di luar masyarakat dinilai dapat meningkatkan efektivitas pemberdayaan

e.    Perlunya lebih di pertimbangkan masalah faktor budaya masyarakat dengan harapan hal ini bisa mengefektifkan kegiatan pemberdayaan

f.     Kalau sistem administrasi pemerintahan bersifat desentralisasi maka tentu hal ini dapat berpengaruh pada lebih meningkatnya partisipasi masyarakat

g.    Untuk lebih mengefektifkan klien (penerima manfaat) dengan para fasilitator maka perlu lebih di perhatikan penggunaan pendekatan gender dalam kegiatan pemberdayaan

h.    Kelihatannya pemberdayaan akan lebih efektif jika berlangsung dalam masyarakat yang lebih tertutup dalam arti sering terjadi kontak serta komunikasi antara para fasilitator dengan para penerima manfaat

i.      Untuk lebih mengefektifkan kegiatan pemberdayaan tentu harus pula di topang oleh suatu kepemimpinan yang efektif

j.      Kegiatan pemberdayaan juga akan lebih efektif apabila terjadi komunikasi yang berlangsung secara timbal balik antara peneliti, penjual produk, penyedia input serta masyarakat

k.    Kegiatan fasilitator sangat berpengaruh dalam menumbuhkan serta mendorong partisipasimasyarakat yang mana hal ini ikut pula mempengaruhi dalam kegiatan proses belajar dan penerimaan inovasi.

l.      Adanya pemahaman yang begitu baik diantara mereka yang bertanggung jawab dalammelaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat Akan sangat pula mempengaruhi keberhasilan kegiatan pemberdayaan.

m.Adanya keselarasan antara jumlah biaya yang di keluarkan dalam kegiatan pemberdayaan dengan manfaat yang dapat di peroleh dari kegiatan itu Akan semakin besar apabila senantiasa diperhitungkan berbagai faktor yang ikut mempengaruhinya dari waktu ke waktu pada setiap tempat kegiatan berlangsung.

n.    Masalah kontinuitas ( keberlangsungan) kegiatan dapat dijaga dan di pelihara dengan baik jika manfaat yang di peroleh jauh lebih besar ketimbang biaya yang harus di keluarkan

o.    Masalah keluwesan dan kepekaan terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat serta terbatasnya tujuan yang ingin di capai pada peningkatan produksi yang mana semua ini sangat berpengaruh bagi efektifnya kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Masalah pemilihan pendekatan yang dinilai tepat dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat boleh dikata merupakan salah satu hal yang harus mendapat perhatian yang serius mengingat apabila mereka yang ikut terlibat dalam kegiatan pemberdayaan ini memanfaatkan pendekatan yang tidak tepat,keliru dan tidak sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat penerima manfaat (klien) maka tidak hanya menimbulkan kerugian materi,menyita waktu tapi juga kegiatan tersebut tidak memberikan hasil yang optimal sesuai dengan apa yang diharapkan sebelumnya.Apalagi,kelompok yang menjadi sasaran kegiatan pemberdayaan memiliki latar belakang sosial ekonomi dan budaya berbeda satu sama lain sehingga tentu saja model pendekatan yang digunakan haruslah disesuaikan dengan kemampuan,persepsi,perilaku dan budaya masyarakat setempat.Oleh sebab itu,wajar jika sebelum melakukan kegiatan pemberdayaan termasuk didalamnya merancang agenda programkegiatan yang ingin diperkenalkan pada klien maka tentu sebaiknya dilakukan studi penjajakan lebih dahulu untuk mempelajari situasi dan kondisi sosial,ekonomi serta budaya masyarakat setempat.

Tak hanya itu,pendekatan yang digunakan juga hendaknya mampu membangkitkan semangat dan motivasi dikalangan para penerima manfaat sehingga unsur inovasi dan beragam bentuk bantuan lainnya dapat dikelola secara optimal dengan harapan akan terjadi suatu perubahan yang berkesinambungan kearah yang lebih baik yang mencakup semua aspek kehidupan manusia.Memang benar dan kita harus mengakui apabila pendekatan yang digunakan sepatutnya memiliki cakupan yang lebih luas dengan memperhitungkan berbagai sudut pandang masyarakat sehingga dengan demikian tantangan yang sedemikian rumit dan berat apapun bisa diatasi yang didalamnya mencakup perlunya diantisipasi kemungkinan munculnya sikap penolakan dari masyarakat.Oleh sebab itu dengan bertitik tolak dari sejumlah pendekatan pemberdayaan masyarakat yang ada dan dengan tetap mempertimbangkan beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum digunakan suatu pendekatan maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa suatu pendekatan pemberdayaan masyarakat yang dinilai baik dan cocok untuk diterapkan apabila telah memenuhi sejumlah persyaratan diantaranya:

1)   Mudah dipahami dan dimengerti di kalangan kelompok penerima manfaat

2)   Pendekatan itu dinilai lebih efisien dan efektif dalam arti memiliki model yang sederhana namun bisa memberi manfaat yang maksimal bagi klien

3)   Melibatkan fasilitator yang memiliki keahlian serta keterampilan di bidangnya sehinggamereka mampu bekerja secara profesional

4)   Sekalipun pendekatan tersebut menciptakan perubahan bagi masyarakat tapi bukan berarti menghilangkan sama sekali nilai budaya lokal yang selama ini menjadi faktor perekat solidaritas sosial diantara sesama warga masyarakat karena tidak semua individu yang menjadi sasaran kegiatan pemberdayaan memiliki kompetensi yang sama maka pendekatan yang digunakan haruslah bisa mengakomodasi berbagai bentuk kekurangan yang dimiliki masyarakat dan kemudian secara persuasif mengatasi segala keterbatasan yang dimiliki individu tersebut lalu melepaskan mereka dari perangkap keterpurukan, kemiskinan dan keterbelakangan.

5)   Penggunaan pendekatan pemberdayaan masyarakat harus pula dilakukan secara cermat, terukur, teliti, bertahap, berkelanjutan serta tepat sasaran sehingga semua elemen yang menjadi kelompok penerima manfaat dapat diberdayakan dengan utuh dan tanpa merasa ada yang diperlakukan diskriminatif dari mereka yang memberi kontribusi bagi keberhasilan kegiatan tersebut.

6)   Agar supaya pendekatan ini dapat mempercepat terwujudnya suatu masyarakat yang mandiri maka tentu prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, responsif dan kesetaraan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Selanjutnya dalam kaitannya dengan kelompok sasaran yang diposisikan sebagai klien maka untuk membedakan antara kelompok ini dengan warga masyarakat lainnya paling tidak ada beberapa hal yang harus diperhatikan di antaranya karakteristik sosial, ekonomi, dan perilaku individu. Dalam hal ini, pada dasarnya mereka yang menjadi sasaran kegiatan pemberdayaan masyarakat terdiri dari keluarga yang berada pada lapisan sosial bawah misalnya saja kaum orang pinggiran atau keluarga miskin yang mana pada umumnya mereka dianggap sulit untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang di dalamnya mencakup sandang, pangan, dan perumahan yang layak. Itulah sebabnya melalui kegiatan pemberdayaan tersebut mereka di harapkan dapat di tingkatkan taraf hidup serta kesejahteraan nya lewat peningkatan tingkat pendidikan dan keterampilan yang mana semua ini di pandang penting sebagai modal sosial guna dapat bekerja dengan mandiri sehingga keinginannya untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya dapat terealisasi. Meskipun masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejumlah pakar ilmu sosial tentang konsep kelompok sasaran dan penerima manfaat yang dalam hal ini ada sebagian di antara mereka yang membedakan kedua istilah tersebut namun sebetulnya apabila di kaji lebih jauh mengenai makna kedua konsep di atas yang mana pada prinsipnya memiliki substansi yang Sama. Oleh karena itu, tujuan utama kita yaitu bukan untuk mempertentangkan kedua istilah di atas melainkan yang justru perlu di pahami adalah konsep di atas memiliki tujuan yang Sama.

Dipihak lain, pendekatan pemberdayaan dapat pula diformulasikan dengan mengacu kepada landasan filosofi dan prinsip-prinsip pemberdayaan,yang mencakup :

1)  Pendekatan partisipatif

    Menempatkan masyarakat sebagai titik-pusat pelaksanaan pemberdayaan, yang mencakup :

a.       Pemberdayaan bertujuan untuk memecahkan masalah masyarakat.

b.      Pilihan kegiatan, metode maupun teknik pemberdayaan, maupun teknologi yang ditawarkan harus berbasis pada pilihan masyarakat.

c.       Ukuran keberhasilan masyarakat berdasarkan ukuran - ukuran masyarakat sebagai penerima manfaat.

2)  Pendekatan Kesejahteraan

Apapun kegiatan yang akan dilakukan, darimana pun sumberdaya dan teknologi yang digunakan, dan siapapun stakeholdernya, pemberdayaan masyarakat harus memberikan manfaat terhadap perbaikan mutu hidup dan kesejahteraan

3)  Pendekatan pembangunan berkelanjutan 

    Kegiatan PM harus terjamin keberlanjutannya dan tidak boleh menciptakan ketergantungan.

Kartasasmita (1997), menyatakan : pemberdayaan mayarakat hendaknya mengikuti pendekatan :

1)        Upaya yang terarah (targeted)

2)        Harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi penerima manfaat.

3)        Menggunakan pendekatan kelompok

Menurut Shelippe konsep “Pembangunan Masyarakat” dengan “Pemberdayaan Masyarakat” serta “Pengembangan  Masyarakat” pada dsarnya serupa atau setara. Perkembangan teori pembangunan itu di mulai dari praktek, yaitu kebutuhan yang dirasakan di dalam masyarakat terutama dalam situasi social yang dihadapi di dalam Negara-negara yang menghadapi perubahan social yang cepat (Isbandi R, 2003 :292293). Pendapat diatas sejalan dengan perubahan peristilahan yang digunakan oleh pemerintah khususnya di Negara kita yang pada awalnya menggunakan  istilah “Pembangunan Masyarakat Desa”.

Hadad, salah seorang ilmuan social di Indonesia melihat bahwa dari sudut pandang historis, istilah pembangunan pada intinya tidak berbeda dengan istilah perubahan. Dalam teori pembangunan dikenal beberapa pendekatan utama sebagaimana disebutka oleh Troeller yang mengungkapkan ilmu pendekatan tersebut yakni pendekatan pertumbuhan, pendekatan pertumbuhan dan pemerataan, paradigm ketergantugan, pendekatan kebutuhan pokok, dan pendekatan kemandirian.

1. Pendekatan pertumbuhan 

Awal bahasan tentang pembangunan antara 1950-1960 terasa ada optimisne dan harapan besar tentang konsep pembangunan akibat dinamika pertumbuhan ekonomi yang dialami Negara barat yang sudah melakukan industrilisasi dengan investasi “modal besar” guna mendongkrak sumberdaya dan potensi yang ada pada masyarakat. Berbekal teori bahwa pembangunan identik dengan pertumbuhan ekomoni di tempuh strategi pembangunan dengan sasaran tunggal untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam waktu singkat. Oleh karena itu di tempuh jalan pintas untuk membuka lebar-lebar investasi modal asing beserta teknologinya.

Pandangan diatas sebagaimana dikemukakan Rostow, mengasumsukan bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sebagai konsekuensinya akan terjadi “trickle down effect”. Tetesan kebawah diharapkan juga akan mencapai lapisan rakyat kecil yang berada di desa maupun di daerah yang belum sempat dibangun. Manun pada kenyataannya sungguh mengedihkan, karena menkipun terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi secara nasional muncul persoalan lain berupa, pengangguran, peningkatan kejahatan, terjadi pula migrasi dari desa kekota. Penduduk miskin di pedesaan yang tidak terampil meneyerbu ke kota besar yang semakin mempersubur tingkat kerawanan kota.sektor informal menjadi incaran bagi migrant yang kurang terampil ini. Beserta dengan keluarga dan anak-anak merekamemebantu bekerja  penjaga barang dagangan, pengamen,pedagang asong, dan pengemis.

Kepincangan social antara desa dan kota, mendrong terbentuknya “raja-raja” baru dalam dunia bisnis terutama yang mempunyai pendekatan dengan sumber informasi dan dana pembangunan. Kesenjaan pembangunan antara desa dengan kota inilah yang menjadia akar yang semakin berkembangnya kantung-kanting kemiskinan.

Akibat kesenjaan ini muncul para kapitalis baru yang mempunyai pendekatan dengan elit pilotik dan memperoleh kemudahan dan regulasi-regulasi yanga ada, mereka disebut”pseudocapitalists”  atau kapitalis semu karena menjadikapitalis bukan karena kinerja mereka sendiri. di samping sampig itu tenaga-tenaga migran yang murah, oknum aparat yang memanfaatkan fasilitas dan sumber daya yang mereka awasi juga memberikan warna tersendiri pada pembangunan melalui pendekatan pertumbuhan ini.meskipun demikian, hal seperti ini akan terlihat juga pada beberapa pendekatan yang lain dengan perbedaan intensitas dan kualitasnya.

2.      Pendekatan pertumbuhan  dan Pemerataan 

(Redistribution of growth Approach)

     Dalam rangka mengukur perkembangan pembangunan pada dasawarsa 1970-an, Adelman dan Moris, seorang ekonom Amerika Serikat, mengajukan tiga tipe indicator besar yaitu indicator social budaya, indicator politik, dan indicator ekonomi, dengan sub-sub indikatornya sebagai berikut :

a.      Indicator sub budaya mempunyai 13 sub indicator antara lain besar tidaknya sector pertanian tradisional, tinggi tendahnya tingkat urbanisasi dan penting tidaknya kelas menengah.

b.      Indicator polotik terdiri dari 17 sub sepertimisalnya tingkat integrasi dan semangat persatuan, tingkat sentralisasi kekuasan politik, tingkat partisipasi politik dan kebebasan kelompok oposan dan pers.

c.      Indicator ekonomi mempunyai 18 sub musalnya pendapatan domestic bruto (PDB) perkapita, keterbengkalian sunber daya alam, tingkat penanaman modal, dan modernisasi industry.

Dengan 48 sub indicator tersebut dapat dibedakan kelompok Megara belum berkembang, Negara sedang berkembang, dan Negara maju. Adelman dan Moris tidak percaya teori “ trickle down effect”, sebaliknya lebih menyakini terjadinya kesenjaan social akibat proses pemiskinan pada kelompok tersebut sebagai konsekuensi logis dari pertumbuhan ekonomi atas dasar strategi pembangunan yang diterapkan di duna Negara ketiga.

Menurut hadad, kesenjaan social sangan terkait dengan pla masyarakat dalm mengelola kekayaan, pengetahuan dan kemampuan dalam pengambilan keputusan khususnya untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Dari sanalah berawal mentalitas korup dan materialistic bagi pengambil keputusan khususnya untuk kepentingan yang berdampak menambah tingginya tingkat kemiskinan. Karena kepercayaan melemah dan aparat kehilangan kredibilitasnya dimata masyarakat. Masyarakat menjadi kesal, apatis dan tidak puas terhadap prilaku organisasi pemerintah. Terjadilah konflik vertical antara masyarakat dengan petugas yang dapat menjalar menjadi konflik horizontal antar suku, agama, ras, dan golongan. Hal inilah yang terjadi di Indonesia yang secara pelan tapi pasti berlangsungsemenjak pertengahan dekada 1970 dan dirasakan akibatnya lebih mendalam pada era 1990 yang ditandai dengan krisis moneter yang di susul krisis lain yang multidimensi dan beum dapat diatasi sampai awal abad ke-21.

Pendekatan “Pertumbuhan dengan Pemerataan “ tidaklah banyak berbeda dengan pendekatan “pertumbuhan “yang dilakukan perbaikan meskipun bersifat tambal sulam dengan memasukan unsure pembangunan social. Masuknya unsure social dalam pembangunan, secara teoritis memang mudah dipahami peptapi dalam penerapannya sangat sulit karena maslah kemiskinan bukanlah sekedar masalah pendistribusiaan barang/jasa kepada kelompok tertentu tetapi terkait dengan kekuasaan dan niat pilotik yang pada titik lain akan bertemu dengan maslah ketidakadilan ataupun kesenjangan social. Hal ini yang terlhat pada pembangunan dinegara dunia ketiga adalah tealitas bahwa pertumbuhan ekonomi yang ada hampir tidak menyentuh permasalahan pokok seperti pengangguran, kemiskinan dan kesenjaan sisial. Keterlibattan opnum aparat yang korup, kelemahan system pengawasan atau system secara keseluruhan sangat merusak upaya pendistribusian pendapatan secara merata, dan dilain pihak lain masih dipertanyakan kesiapan masyarakat untuk berperan dalam pelaksnaan, pengawasan dan pemeliharaan hasil pembangunan sebagaimana diperlukan dalam pendekatan pertumbuhan pemerataan.

3.      Paradigma ketergantungan 

Paradigm “ketergantungan” dalam teori pembangunan berawal dari pengalaman Negara-negara Amerika Latin. Konsep “dependencia” ini dipelopori oleh Cardoso pada 1970 karena melihat kelemahan dari konsep pembangunan yang ada yakni :

a.      Perlunya kompnen-komponen dari luar negeri untuk menggerakan kegiatan industry, yang menyebabkan ketergantungan dari segi teknologi dan capital

b.      Karena distribusi pendapatan di Amerika Latiin menimbulkan pembatasan akan permintaan terhdap barang hasil industry,yang hanya mampu dinikmati sekelompok kecil kaum elite dan setelah permintaan terpenuhi maka proses pertumbuhan terhentitik 

Cardoso mengklaim bahwa Negara-negara “selatan” saat ini berad dalam kondisi ketergantuan terhadap Negara-negara “utara” dalam hal teknologi dan capital yang akhirnya akan mempengaruhi pembangunan dalam negri Negara-negara dunia ketiga tersebut. Pada sisi lain kemauan politik yang positif dari Negara-negara pemilik modal untuk memberikan hibah atau bantuan keuangan serta teknologi kepada Negara belum/sedang berkembang seringkali hanya diutamakan pada sector-sektor yang di anggap strategis oleh Negara donor. Oleh karenanya Negara menerima bantuan pada akhirnya menjadi tergantung lagi pada Negara donor. Relasi yang tidak sehat ini pada titik tertentu menberikan sumbangan pada peningkatan kemiskinan Negara penerima bantuan. Hal ini terjadi karena hanya sekelompok anggota masyarakat tertentu saja dinegara penerima bantuan yang mendapatkan keuntungan dimana kelompok ini sering berasal dari kelompok elitbisnis dan politis.

Paradigm ini berusaha mencari jawaban “mengapa bantuan besar” yang sudah diberikan tidak makna secara signifikan pada proses pembangunan, dan mengapa masih banyak Negara yang belum/sedang berkembang terutama di Amerika Serikat, belum mampu mengelola Pembangunan negaranya tampa diberi dukungan   oleh Negara donor ? “

Paradigna ini menunjukan bahwa munculnya sifat ketergantuangan merupakan penyebaba terjadinya keterbelakanganmasyarakat, sehingga untuk membebaskannya diperlukan upaya “pembebasan” (liberation) dari rantai yang membelenggunya.

4.      Tata Ekomoni Internasional Baru

(the new international Ecomonik order)

Pada awal 1972, “the club of rome” memunculkan hasil studi yang berjudul “the limits of growth” yang memprediksi akan munculnya bencana pada kurun waktu seratus tahun yang akan datang, bila pertumbuhan penduduk, eksploitasi bahan mentah, peningkatan polusi, masih tetap sama dengan tingkat pertumbuhan pada 1970-an. Terkait dengan isu tersebut Megara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC menambahkan bahwa ancaman akan tetap muncul bila dominasi dari perusahaan multinasional terhadap-negara-negara yang belum/sedang berkembang tetap dalam kondisi yang sama dengan tahun 1970-an. Negara-negara OPEC ini mengemukakan bahwa akar stagnasi pertumbuhan ekonomi internasional berasal dari bagaimana Negara-negara industry tersebut mengeksploitasi hubungan kerja sama mereka dengan Negara dunia ketiga. Lebih jauh pada 1974 negara-negara OPEC yang telah mempunyai”kekuatan” yang lebih besar dari sebelumnya menyatakan akan perlunya “tata ekonomi internasional baru” guna mengatasi ketidakseimbangan hubungan antara Negara-negara”utara”dan “selatan”.

Usulan berikutnya didasarkan pada kebutuhan Negara-negara Selatan untuk mengelola sumber daya alam dan ekonomi sendiri. hal ini juga mencakup pada proses pengambilan keputusan, prasyarat investasi, teknologi baru dan hubungan dagang. Sementara Negara-negara berkembang untuk melealisir tata ekonomi internasional baru slalu berhadapan dengan pikiran Negara maju yang cenderung menentang seperti yang dilakukan Amerika Serikat dengan menerapkan tiga strategi berikut :

A.    Strategi penolakan secara sepihak 

B.     Startegi pengendoran, menyetujuan hal-hal kecil akan tetapi tidak terhadap yang pokok 

C.     Strategi penyampaian  yang bersifat samar dengan maksud menunda ataupun mengulur waktu.

Sebagai konsekuensi logis maka kontradiksi antara Negara selatan dan utara jelas semakin tajam dan kian sulit dijembatani karena dari pihak selatan sangat mendambakan keadilan internasional, sedangkan yang utara berusaha mempertahankan stabilitas, pertumbuhan dan “status quo” mereka. Sedangkan modal dan teknologi semakin berkembang dan berakar di Negara-negara selatan. Oleh karena itu, tata ekomoni yang baru ini sampai saat ini masih merupakan suaut impian bagi Negara-negara selatan.

5.      Pendekatan Kebutuhan Pokok

(the Basic Needs Approach)

Banloche Pundation di Argantina memperkenalkan pendekatan “kebutuhan pokok” sebagai salah satu alternative pelaksanaaan pembangunan. Pendekatan inj tumbuh karena kebutuhan akan adanya teori pembangunan yang baru yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kesenjaan social pada Negara-negara dunis ketiga. Dalam pendekatan ini terdapat proporsi bahwa” kebutuhan pokok tidak mungkin dapat dipenuhi jika mereka masih berada dibawah garis kemiskinan serta tidak mempunyai pekerjaan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik”oleh karena itu, ada tiga sasaran berikut yang coba dikembangkan secara bersamaan. a. Membuka lapangan pekerjaan

b.      Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan 

c.      Memenuhi kebutuhan pokok masyarakat  

Setelah itu konsep pendekatan kebutuhan pokok diperluas dengan memasukan beberapa  unsure kebutuhan pokok yang bersifat nonmaterial, yang bila digabungkan akan bisa digunakan sebagai tolak ukur guna melihat kualitas kehidupan (quality of life) dari kelompok yang berbeda dari bawah garis kemiskinan. Sementara itu, sujadmiko menyarankan bahwa pendekatan ini harus diterapkan secara konfrehensif dan melibatkan masyarakat di pedesaan dan sector informal dengan mengembangkan potensi, kepercayaan dan kemampuan masyarakat itu sendiri untuk mengorganisir diri serta membangun sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Hal yang menarik dari pendekatan ini adalah perhatiannya terhadap masyarakat yang berada dibawah kemiskinan dan penghargaan terhadap gerakan mereka yang ada di bawah.

 Konsep dari Sujadmiko ini pada titik tertentu juga menjembatani pendekatan kebutuhan pokok dengan pendekatan kemandirian.

Pendekatan Kemandirian (the self-Reliance approach)

Hadad menyatakan bahwa “pendekatan kemandirian” dalam berbagai literature juga dikenal dengan mana pendekatan “self sustained”. Pendekatan ini muncul sebagai konsekuensi logis dari berbagai upaya Negara dunia ketiga untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap Negara industry.

Sudjatmiko melihat bahwa konsep kemandirian menyajikan dua perspektif :

a.      Penekanan yang lebih diutamakan pada hubungan timbale balik dan saling menguntungmenguntungkan dalam perdagangan dan kerja sama pembangunan.

b.      Lebih mengandalkan pada kemampuan dan sumber daya sendiri untuk kemudian dipertemukan dengan perdebatan internasional tentang pembangunan.

Dalam lingkup nasional, kemandirian secara ekonomi bukanlah sesuatu strategi yang baru. Jepang dan Cina sering disebut sebagai contoh dan Negara yang lebih dulu menutup pintu dan menempuh status proses isolasi untuk sementara waktu, sebelum mencapai taraf pembangunan yang lebih seimbang dan membuka diri untuk kerja sama internasional. Penerapan konsep kemandirian itu membawa konsekuensi akan perlunya diterapkan pula pendekatan kebutuhan pokok bagi kelompok miskin, serta strategi pemerataan pendapatan dan hasil-hasil pembangunan.

Pelajaran pokok yang di dapat dari pencarian yang panjang dari pengembangan teori pembangunan adalah sifat tidak universal dari suatu teori yang dikembangkan oleh para ahli dari”utara” sehingga tidak mungkin di ambil alih begitu saja untuk memecahkan masalah di dunia ketiga. Selain itu teori dan konsep pembagunan yang muncul terasa masih mencari format yang tepat, serta sedang dalam proses pengujian empiris, sehingga belum dapat dianggap sebagai teori alternative yang dapat berlaku universal.

Disamping pendekatan pembangunan Troeller, sebenarnya ada pula pendekatan lain, seperti pendekatan pembangunan social (social development approach), pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development), ataupun pendekatan pembangunan berkesimambungan (sustainable development).    

Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut:

Pertama, upaya itu harus terarah (targetted). Ini yang secara populer disebut pemihakan. Iaditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasimasalahnya dan sesuai kebutuhannya.

Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni supaya bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu sekaligus meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya.

Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Juga lingkup bantuan menjadi terlalu luas kalau penanganannya dilakukan secara individu.

Karena itu seperti telah disinggung di muka, pendekatan kelompok adalah yang paling efektif, dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien. Di samping itu kemitraan usaha antara kelompok tersebut dengan kelompok yang lebih maju harus terusmenerus di bina dan dipelihara secara sating menguntungkan dan memajukan. Selanjutnya untuk kepentingan analisis, pemberdayaan masyarakat harus dapat dilihat baik dengan pendekatan komprehensif rasional maupun inkremental.

Dalam pengertian pertama, dalam upaya ini diperlukan perencanaan berjangka, serta pengerahan sumber daya yang tersedia dan pengembangan potensi yang ada secara nasional, yang mencakup seluruh masyarakat. Dalam upaya ini perlu dilibatkan semua lapisan masyarakat, baik pemerintah maupun dunia usaha dan lembaga sosial dan kemasyarakatan, serta tokoh-tokoh dan individu-individu yang mempunyai kemampuan untuk membantu. 

Dengan demikian, programnya harus bersifat nasional, dengan curahan sumber daya yang cukup besar untuk menghasilkan dampak

yang berarti. Dengan pendekatan yang kedua, perubahan yang diharapkan tidak selalu harus terjadi secara cepat dan bersamaan dalam derap yang sama. Kemajuan dapat dicapai secara bertahap, langkah demi langkah, mungkin kemajuan-kemajuan kecil, juga tidak selalu merata. Pada satu sektor dengan sektor lainnya dapat berbeda percepatannya, demikian pula antara satu wilayah dengan wilayah lain, atau suatu kondisi dengan kondisi lainnya. Dalam pendekatan ini, maka desentralisasi dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan teramat penting. Tingkat pengambilan keputusan haruslah didekatkan sedekat mungkin kepada masyarakat. Salah satu pendekatan yang mulai banyak digunakan terutama oleh LSM adalah advokasi.

Pendekatan advokasi pertama kali diperkenalkan pada pertengahan tahun 1960-an di Amerika Serikat (Davidoff, 1965). Model pendekatan ini mencoba meminjam pola yang diterapkan dalam system hukum, di mana penasehat hukum berhubungan langsung dengan klien. Dengan demikian, pendekatan advokasi menekankan pada pendamping dan kelompok masyarakat dan membantu mereka untuk membuka akses kepada pelakupelaku pembangunan lainnya, membantu mereka mengorganisasikan diri, menggalang dan memobilisasi sumber daya yang dapat dikuasai agar dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining position) dari kelompok masyarakat tersebut.

Pendekatan advokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakekatnya masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok yang masing-masing mempunyai kepentingan dan sistem nilai sendiri-sendiri. Masyarakat pada dasarnya bersifat majemuk, di mana kekuasaan tidak terdistribusi secara merata dan akses keberbagai sumber daya tidak sama (Catanese and Snyder, 1986).

Kemajemukan atau pluralisme inilah yang perlu dipahami. Menurut paham ini kegagalan pemerintah sering terjadi karena memaksakan pemecahan masalah yang seragam kepada masyarakat yang realitanya terdiri dari kelompok-kelompok yang beragam. Ketidakpedulian terhadap heterogenitas masyarakat, mengakibatkan individuindividu tidak memiliki kemauan politik dan hanya segelintir elit yang terlibat dalam proses pembangunan.

Dalam jangka panjang diharapkan dengan pendekatan advokasi masyarakat mampu secara sadar terlibat dalam setiap tahapan dari proses pembangunan, baik dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pelaporan, dan evaluasi. Seringkali pendekatan advokasi diartikan pula sebagai salah satu bentuk “penyadaran” secara langsung kepada masyarakat tentang hak dan kewajibannya dalam proses pembangunan.

Ada beberapa pendekatan yang perlu dipergunakan dalam pendidikan non formal yang menekankan pada proses pemberdayaan antara lain yang dikemukakan oleh

Kindervatter dalam Kusnadi (2007: 222) terdiri atas:

1) Community organization, yaitu karakteristik yang mengarah pada tujuan untuk mengaktifkan masyarakat dalam usaha meningkatkan dan mengubah keadaan sosial ekonomi mereka. Hal yang perlu diperhatikan antara lain:

(a). Peranan partisipan ikut terlibat dalam kepengurusan atau tugas kelompok;

(b)   Peranan tutor hanya sebagai perantara, pembimbing dan motivator serta fasilitator;

(c)   Metode dan proses mengutamakan metode pemecahan masalah, mengorganisasimasyarakat sebagai kekuatan dasar.

2)                  Participatory approaches, yaitu pendekatan yang menekankan pada keterlibatansetiap anggota dalam seluruh kegiatan, perlunya melibatkan para pemimpin, tokoh masyarakat serta tenaga-tenaga ahli setempat.

3)                  Education for justice, yaitu pendekatan yang menekankan pada terciptanya situasiyang memungkinkan warga masyarakat tumbuh dan berkembang analisisnya serta memiliki motivasi untuk ikut berperan serta.

2.3 Strategi Pendekatan Masyarakat

Menurut Sudjana (2000), agar pendidikan nonformal dapat memberdayakan masyarakat maka harus didasarkan pada lima strategi dasar yaitu:

1)      Pendekatan kemanusiaan (humanistic approach). Masyarakat dipandang sebagai subjek pembangunan dan masyarakat diakui memiliki potensi untuk berkembang sedemikian rupa ditumbuhkan agar mampu membangun dirinya.

2)      Pendekatan partisipatif (participatory approach), mengandung arti bahwa masyarakat, lembaga-lembaga terkait dan atau komunitas dilibatkan dalam pengelolaan dan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat,

3)      Pendekatan kolaboratif (collaborative approach), dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat perlu adanya kerjasama dengan pihak lain (terintegrasi) dan terkoordinasi dan sinergi,

4)      pendekatan berkelanjutan (continuing approach), pemberdayaan masyarakat harus dilakukan secara berkesinambungan dan untuk itulah pembinaan kader yang berasal dari masyarakat menjadi hal yang paling pokok, dan

5)      Pendekatan budaya (cultural approach), penghargaan budaya dan kebisaan, adat istiadat yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat adalah hal yang perlu diperhatikan.

Berdasarkan lima pendekatan diatas, jika dipahami betul oleh para agent pembaharu (social change), termasuk didalamnya tenaga kependidikan pendidikan nonformal, akan memberikan kemudahan dalam menganalisis, mengembangkan dan melaksanakan programprogram pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah yang sesuai serta dibutuhkan warga masyarakat. Artinya program pendidikan yang dilaksanakan menyentuh dan mengangkat warga belajar/masyarakat menjadi lebih baik dalam kehidupannya yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan (ekonomi), kesadaran akan lingkungan sosialnya atau warga belajar/masyarakat yang mengerti dan memahami bagaimana membangun dirinya (memberdayakan dirinya).

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Memberikan arahan pencapaiansasaran dan tujuan pembangunan masyarakat secara optimal dan berkelanjutan.Arah yang jelas dapat dijadikan sebagai landasan untuk mengendalikan dan mengevaluasi tingkat keberhasilan. Membantu menyingkronisasikan kepentingan berbagai unsur masyarakat, dengan demikian dapat memberikan manfaat serentak dan serempak kepada seluruh kelompok masyarakat dan pelaku pembangunan. Dapat mengantisipasi terjadinya setiap perubahan internal, regional dan lokal. Dengan demikian dapat menentukan langkah dan tindakan bagaimana memanfaatkan peluang dan mengatasi tantangan secara menyeluruh. Berhubungan dengan efektifitas dan efisien secara perspektif adalah bagaimana mendorong keseimbangan pembangunan ekonomi dan social jangka panjang.

3.2 Saran

1.      Bagi masyarakat, agar dapat berpartisipasi dalam mendukung program-program kesehatan dalam sistem pemberdayaan masyarakat, terkhususnya dalam menerapkan pendekatan-pendekatan pemberdayaan masyarakat.

2.      Bagi pembaca, diharapkan agar makalah ini dapat menambah wawasan tentang pendekatan-pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan.





LATIHAN SOAL

1.      Dibawah ini yang adalah peran CSO dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan, kecuali

A.    Melakukan riset berkaitan dengan angka kesakitan masyarakat

B.     Mendukung  penyediaan  sarana  dan  prasarana  (buku  KIA,  Poskesdes,

Puskesmas)

C.     Penyediaan beasiswa bagi bidang kesehatan

D.    Mendukung penyediaan media informasi kesehatan bagi masyarakat (Leaflet,

poster dll

E.     Memfasilitasi terlaksananya rujukan kasus

 

2.      Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)

1)      Posyandu

2)      Posyandu Lansia

3)      Posbindu PTM

4)      Polindes

5)      Desa Siaga

Pernyataan diatas yang merupakan UKBM adalah...

A. 1, 2, 3, 4

B. 3 dan 5

C. 1, 3, 5

D. Semua Benar

E. Semua Salah

 

3.      Dalam mengutamakan upaya promotif dan preventif dalam pemberdayaan masyarakat

terdapat persentase antara sehat dan mengeluh sakit, yaitu...

A.    Sehat 50% dan Mengeluh sakit 50%

B.     Sehat 80% dan Mengeluh sakit 20%

C.     Sehat 20% dan Mengeluh sakit 80%

D.    Sehat 10% dan Mengeluh sakit 90%

E.     Sehat 70% dan Mengeluh sakit 30%

 

4.      Pelayanan kesehatan (58%) terdiri dari dua pembagian yaitu...

A.    Selfcare Rasional dan Kualitas Yankes

B.     Sarana Kesehatan dan Kualitas Yankes

C.     Kualitas Yankes dan Promkes

D.    Pemberdayaan Masyarakat dan Selfcare Rasional

E.     Kualitas Yankes dan Pemberdayaan Masyarakat

 

5.      Dibawah ini yang merupakan strategi pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan

adalah...

A.    Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat

B.     Melakukan riset berkaitan dengan kesehatan

C.     Penyediaan beasiswa bagi bidang kesehatan

D.    Perencanaan partisipatif

E.     Peningkatan kesadaran masyarakat

6.      Meningkatnya pengetahuan masyarakat dalam bidang kesehatan, meningkatnya

pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat merupakan bagian dari...

A.    Strategi pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan

B.     Tujuan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatanUpaya Kesehatan Berbasis Masyarakat

C.     Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat

D.    Ciri pemberdayaan masyarakat

 

7.      Dibawah ini yang merupakan ciri pemberdayaan masyarakat, kecuali...

A.    Community Leader

B.     Community Organization

C.     Community Fund

D.    Community Knowledge

E.     Community intellectual

 

8.      Indikator pemberdayaan masyarakat dibagi menjadi tiga yaitu input, proses dan

output, yang merupakan proses adalah...

A.    SDM,    dana,    bahan-bahan    dan    alat    alat    yang    mendukung    kegiatan

pemberdayaan masyarakat

B.     Meliputi jumlah penyuluhan yang dilaksanakan, frekuensi pelatihan yang

dilaksanakan, jumlah toma yang terlibat dan pertemuan yang dilaksanakan

C.     Jumlah dan jenis usaha kesehatan yang bersumber daya masyarakat, jumlah masyarakat yang telah meningkatkan pengetahuan dan perilaku tentang

kesehatan

D.    Meningkatnya pengetahuan masyarakat dalam bidang kesehatan

E.     Terwujudnya pelembagaan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat

 

9.      Yang merupakan pendekatan pemberdayaan masyarakat adalah kecuali...

A.    Komunikasi

B.     Leader

C.     Edukasi

D.    Advokasi

E.     Informasi

 

10.  Keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat menjadi berdaya, mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup, memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan dan

mandiri dalam melaksanakan kehidupan adalah pengertian pemberdayaan sebagai...

A.    Proses

B.     Tujuan

C.     Ciri

D.    Pendekatan

E.     Hambatan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Kutut Suwondo, 2005, Civil Society Di Aras Lokal : Perkembangan Hubungan Antara Rakyat dan Negara di Pedesaan Jawa, Yogyakarta : Pustaka Pelajar & Percik.

Permendagri RI Nomor 7 Tahhun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat, Bandung :

Fokus Media.

Sunyoto Usman,2004,  Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat , Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sutoro Eko, 2002, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Materi Diklat Pemberdayaan Masyarakat

Desa, yang diselenggarakan Badan Diklat Provinsi Kaltim, Samarinda, Desember 2002


 

Lampiran Indeks:

1.      Peole - centered : Pembangunan yang berpusat pada masyarakat adalah pendekatan pembangunan internasional yang berfokus pada peningkatan kemandirian masyarakat lokal, keadilan sosial, dan pengambilan keputusan partisipatif.

2.      Participatory : adalah pendekatan penelitian tindakan yang menekankan partisipasi dan tindakan oleh anggota masyarakat yang terkena dampak penelitian tersebut. Ia berusaha memahami dunia dengan mencoba mengubahnya, secara kolaboratif dan mengikuti refleksi.

3.      Empowering and suntainable : sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain.

4.      trickle down effect : menjelaskan bahwa kemajuan yang diperoleh oleh sekelompok masyarakat akan sendirinya menetes ke bawah sehingga menciptakan lapangan kerja dan berbagai peluang ekonomi yang pada gilirannya akan menumbuhkan berbagai kondisi demi terciptanya distribusi pertumbuhan ekonomi yang merata.

5.      LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat dapat diartikan sebagai organisasi/lembaga yang didirikan oleh anggota masyarakat yang merupakan warga negara Republik Indonesia, dengan sukarela atas kemauan sendiri dan dengan penuh minat, serta berpartisipasi dalam kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga tersebut sebagai suatu bentuk partisipasi masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, dengan menitikberatkan pada swadaya.

6.      Konformitas: adalah suatu bentuk perubahan perilaku atau kepercayaan sebagai hasil dari tekanan kelompok (Myers, 2008)

7.      stakeholder adalah seorang pemangku kepentingan atau pihak yang berkepentingan.

8.      Regional adalah istilah yang menggambarkan suatu daerah atau area tertentu.

9.      OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) adalah sebuah Organisasi Internasional yang terdiri dari negara-negara pengekspor minyak bumi terbanyak di dunia.

10.  Advokasi adalah suatu bentuk tindakan yang menghasilkan pembelaan, dukungan atau rekomendasi dukungan aktif.

 

Tidak ada komentar: