KONSEP
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Dosen
Pengampu :
Ns.
Sulastri, M.Kep., Sp.Jiwa
Disusun
Oleh
Kelompok 1
1. )
TINGKAT
1 REGULER 2
PRODI
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
POLTEKKES
TANJUNG KARANG
TA
2022/2023
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Konsep Komunikasi Terapeutik” dengan
baik dan tepat waktu.
Pada
kesempatan kali ini kami ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Bu Sulastri, M.Kep., Sp.Jiwa sebagai dosen pembimbing mata kuliah Komunikasi.
Dalam penyusunan makalah ini, kami sudah berusaha untuk mencapai hasil yang
semaksimal mungkin sesuai dengan harapan. Kami sebagai penyusun merasa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman kami. Untuk hal itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaa makalah ini.
Bandar Lampung,
10 Januari 2023
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………….ii
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………...iii
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang………………………………………………………………………...4
1.2 Rumusan
Masalah…………………………………………………………………......4
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………....5
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi
Terapeutik…………………………………………………....6
2.2 Tujuan Komunikasi Terapueutik…………………………...…………………….........7
2.3 Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik …………………………...………………........7
2.4 Jenis Jenis Komunikasi Terapeutik ……………….....…………...……………….......10
2.5 Helping Relationship……………………............................……...………………......13
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………….....17
3.2 Saran…………………………………………………………………………………...17
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………...18
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti
dalam hubungan antar manusia. Pada profeği keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus
dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan
kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan
interpersonal yang tercermin dalam perilaku "caring" atau kasih
sayang/ cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi
secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan
klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam
pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra
rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk
memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian
komunikasi termasuk "helping relationship" untuk praktek keperawatan,
sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.
1.2 Rumusan
Masalah
a.
Apa yang
dimaksud dengan komunikasi terapeutik?
b.
Apa saja
prinsip dasar dalam komunikasi terapeutik?
c.
Apa saja jenis
jenis komunikasi terapeutik?
d.
Apa tujuan
komunikasi terapeutik?
e.
Bagaimana
helping relationship?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui apa
itu komunikasi terapeutik?
b. Untuk mengetahui apa
saja prinsip dasar dalam komunikasi terapeutik?
c. Untuk mengetahui apa
saja jenis-jenis komunikasi terapeutik?
d. Untuk mengetahui tujuan
dari komunikasi terapeutik?
E .Untuk mengetahui apa
itu helping relationship?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Komunikasi Terapeutik
Menurut As Homby
(1974), yang dikutip oleh Nurjannah, I (2001) bahwa therapeutic merupakan kata
sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Ini menggambarkan bahwa
dalam menjalani proses komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan
kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan
rencana tindakan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah
direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan
maksimal ketika terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan
take and give antara perawat dengan klien menggambarkan hubungan memberi dan
menerima. Perawat dalam mendapatkan data yang akurat dari klien merupakan
pemberian yang berharga dan tak ternilai, karena akan dipakai sebagai acuan
dalam memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan keahlian yang dimiliki.
Hal ini sekaligus merupakan sarana untuk pengembangan dalam pelayanan
keperawatan utamanya dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Demikian
juga bagi klien, memberikan informasi yang akurat dengan mengomunikasikan
melalui bentuk ekspresi wajah, perkataan maupun perbuatan tentang masalah
kesehatan yang sedang dialami akan mempermudah perawat dalam memfokuskan
pelayanan keperawatan sesuai dengan keluhan utama sehingga didapatkan tindakan
keperawatan yang tepat sasaran yang akan mengurangi keluhan yang dirasakan
klien.
Dengan demikian,
Komunikasi Terapeutik merupakan hubungan perawat dan klien yang dirancang untuk
memfasilitasi tujuan therapy dalam pencapaian tingkatan kesembuhan yang optimal
dan efektif. Harapannya dengan adanya kegiatan komunikasi yang terapeutik, lama
hari rawat klien menjadi lebih pendek dan dipersingkat. Terjadinya komunikasi
terapeutik adalah apabila didahului hubungan saling percaya antara perawat dan klien.
Utamanya dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien
harus percaya bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam
mengatasi keluhannya, demikian juga perawat memang benar-benar harus dapat
dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang dimiliki perawat.
Menurut Stuart
G. W (1998), bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal
antara perawat dan klien, dalam hubungannya ini perawat dan klien memperoleh
pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.
2.2
Tujuan Komunikasi Terapeutik
2.2.1 Kesadaran diri, penerimaan
diri dan meningkatkan kehormatan diri
Untuk mencapai tujuan akhir dari
proses pelayanan kesehatan utamanya pelayanan keperawatan adalah dengan
memperpendek lama hari rawat. Perawat dan klien akan terlibat dalam hubungan
yang intensif. Untuk itu perawat harus melakukan eksplorasi diri atas kemampuan
yang dimiliki dalam berkomunikasi dengan klien. Dalam melaksanakan komunikasi
yang terapeutik, perawat harus memiliki kemampuan-kemampuan, antara lain
pengetahuan yang cukup, skill/keterampilan yang mumpuni dan memadai, serta
teknik dan etika komunikasi yang baik. Dengan demikian, kehadiran perawat di
sisi klien merupakan kehadiran yang bermakna dan membawa dampak yang positif
bagi klien.
2.2.2 Kemampuan
membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung
dengan orang lain melalui komunikasi terapeutik, klien belajar cara menerima
dan diterima orang lain.
2.2.3
Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan yang realistik klien terkadang menetapkan standar diri terlalu tinggi
tanpa mengukur kemampuannya sehingga ketika tujuannya tidak tercapai klien akan
merasa rendah diri dan kondisi nya memburuk.
2.2.4 Peningkatan
identitas dan integritas diri keadaan sakit terlalu lama cenderung menyebabkan
klien mengalami gangguan identitas dan integritas dirinya sehingga tidak
memiliki rasa percaya diri dan merasa rendah diri.
2.3
Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
2.3.1 Komunikasi berorientasi pada
proses percepatan kesembuhan
Setiap pesan komunikasi mempunyai
tujuan tertentu atau makna tertentu di mana dari makna yang berarti tersebut
perawat dapat memprediksikan bagaimana cara berkomunikasi. Saat perawat
berkomunikasi dengan klien, maka semua percakapan berorientasi bagaimana
percakapan ini bisa mendukung perawat untuk mendapatkan masukan yang berharga
dalam menentukan sikap dan tindakan. Klien yang merasa diajak mendiskusikan
masalah kesehatan yang dihadapinya akan merasa terayomi dan merasa mendapat
perhatian yang penuh dari perawat sehingga bisa menurunkan kecemasannya akibat
penyakit yang diderita. Komunikasi yang terjadi antara perawat dan klien
merupakan komunikasi yang mengarah pada penemuan masalah keperawatan melalui
pengkajian sampai pada evaluasi dari hasil tindakan yang telah dilakukan oleh
perawat. untuk itu perawat harus menghindarkan diri dari kebuntuan komunikasi
terapeutik antara lain Resistens, Transferens, kontratransferens, dan
pelanggaran batas.
2.3.2 Komunikasi terstruktur dan
direncanakan
Perawat yang akan melakukan
komunikasi dengan klien sudah merencanakan cara- cara yang akan dilakukan atau
hal-hal yang akan dikomunikasikan kepada klien. Perawat harus mempersiapkan
materi yang akan disampaikan dengan matang, bila perlu membuka buku tentang apa
yang akan disampaikan. Untuk itu, dibutuhkan strategi pelaksanaan komunikasi
yang baik. Strategi pelaksanaan komunikasi ini merupakan pendamping saat
berkomunikasi dengan klien. Dengan strategi ini menuntun dan memberi petunjuk
serta mengarahkan perkataan apa saja yang akan disampaikan kepada klien. Apa
yang akan disampaikan sebelumnya sudah terekam pada storage dalam otak. Hal ini
untuk menghindari bias saat berkomunikasi.
2.3.3 Komunikasi terjadi dalam konteks
topik, ruang dan waktu
Saat berkomunikasi perawat harus
memilih topik yang tepat yang dibutuhkan klien sesuai dengan keluhan yang
dirasakan atau masalah klien. Perlu diperhatikan bahwa klien itu unik karena
perbedaannya. Sehingga perawat harus mampu beradaptasi dengan keunikannya.
Menghadapi klien satu dengan lainnya tentunya tidak sama, baik topik maupun
cara berhubungan atau berkomunikasi, sehingga perawat harus memperhatikan dari
sisi dimensi isi dan hubungan. Perawat harus memprediksi dan menentukan isi
pesan apa yang akan disampaikan. Isi pesan yang akan disampaikan harus dapat
memberi efek terapeutik bagi klien. Disamping itu, pesan komunikasi yang
dikirimkan oleh pihak komunikan baik. secara verbal maupun non-verbal juga
harus disesuaikan dengan tempat, di mana proses komunikasi itu berlangsung,
kepada siapa pesan itu dikirimkan dan kapan komunikasi itu berlangsung. Perawat
harus membuat kontrak pertemuan dengan klien utamanya kapan pertemuan
dilaksanakan dan di mana. Sehingga komunikasi yang berlangsung sesuai dengan
waktu yang ditentukan, materi/topik yang akan dibicarakan atau disampaikan dan
sesuai dengan tempat yang telah disepakati. Hal ini akan meningkatkan
kepercayaan klien terhadap perawat dan akan meningkatkan hubungan saling
percaya antara klien dan perawat.
2.3.4 Komunikasi memperhatikan
kerangka pengalaman klien.
Tingkat retensi atas pengetahuan
yang diterima peserta komunikasi memberikan gambaran seberapa jauh pesan yang
disampaikan, diterima, dan dipahami oleh peserta komunikasi. Besar harapan
kerangka pengalaman kedua belah pihak banyak kemiripan agar tujuan penyampaian
pesan terlaksana dengan baik. Untuk itu seseorang yang akan menyampaikan pesan
perlu melihat latar belakang budaya dan bahasa.
2.3.5 Keluhan utama sebagai pijakan pertama dalam
komunikasi.
Keakuratan perawat untuk menentukan
sikap dan tindakan pada klien, tergantung pada pernyataan klien atas keluhan
yang disampaikan. Keluhan yang sangat dirasakan (keluhan utama) merupakan
kata-kata yang pertama terucap dari klien, dengan harapan keluhan itu yang
didahulukan untuk diselesaikan. Perawat dengan tanggap melakukan penelusuran
atas keluhan yang disampaikan dengan mengaitkan data tambahan melalui
rujukan-rujukan yang telah dipelajari sebelum menentukan sikap dan tindakan tersebut.
Keluhan utama tersebut merupakan Keyword dalam menggali masalah keperawatan.
Konsep Triple N (Nanda, NIC, dan NOC) merupakan aplikasi bagaimana pentingnya
keluhan utama dalam menentukan Diagnosis Keperawatan, Rencana Tindakan dan
Kriteria Evaluasi yang dilaksanakan bersama-sama untuk memperoleh gambaran yang
signifikan dalam pelaksanaan proses keperawatan. Kesamaan diagnosis, intervensi
dan implementasi akan sangat terlihat manakala perawat menggunakan keluhan
utama sebagai pijakan untuk melaksanakan asuhan keperawatan. Melalui
penelusuran yang diawali dari keluhan utama selanjutnya perawat melaksanakan
penelusuran dengan melihat kelompok diagnosis keperawatan yang ada hubungannya
dengan keluhan utama tersebut yang selanjutnya melakukan konfrontasi dengan
data tambahan yang menyertai keluhan utama tersebut sehingga ditentukan
diagnosis keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan perlu kiranya
untuk melihat pengelompokan dari kriteria hasil yang dijadikan rujukan dalam
menentukan rencana tindakan keperawatan.
2.3.6 . Komunikasi memerlukan
keterlibatan maksimal dari pasien dan keluarga
Perawat mengarahkan pesan pada
pasien/keluarga dengan kondisi pesan yang bersifat Coercion yaitu pesan yang
bersifat instruksi yang mengikat. Namun demikian tetap harus memperhatikan
kapasitas dan kapabilitas dari klien/keluarga. Harapan dari instruksi yang
mengikat tersebut adalah supaya pasien mengikuti pesan tersebut, karena pesan
itu memang harus diikuti oleh keluarga/pasien dalam upaya mempercepat proses penyembuhan.
2.4
Jenis Jenis Komunikasi Terapeutik
Menurut Potter
dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal,
interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal
yang terapeutik. Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara
sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan.
Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai
ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal. Menurut Potter dan Perry
(1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis
komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non- verbal yang dimanifestasikan secara
terapeutik.
Pada komunikasi
yang tertulis sering digunakan perawat saat berinteraksi dengan dokter, petugas
kesehatan lainnya dan teman sejawat. Komunikasi tertulis yang dilakukan perawat
dengan klien manakala klien dalam keadaan bisu atau ada gangguan pada
artikulasi dikarenakan penyakitnya (biasanya ada gangguan pada area Broca).
Untuk itu pembahasan kali ini dititikberatkan pada komunikasi verbal dan non
verbal.
2.4.1. Komunikasi Verbal dan Non
Verbal
Ungkapan sebuah perasaan, ide dan
respons emosional bisa ditampilkan manakala seseorang menampilkan sebuah kode
yang bisa diartikan. Dari kode itulah seseorang bisa mengartikan kode tersebut
ke dalam sebuah lambang dengan simbol-simbol tertentu. Dari dasar lambang
tersebut dipakai seseorang untuk berbicara, yang merupakan bentuk kegiatan
berkomunikasi. Kemampuan seseorang dalam menciptakan sebuah simbol itu
membuktikan bahwa manusia sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam
berkomunikasi (Cangara, H, 2006). Kode-kode yang bisa diartikan sebuah lambang
yang biasa ditemukan saat berkomunikasi adalah kode verbal dan non verbal,
sehingga bisa disebut sebagai komunikasi verbal dan non verbal.
2.4.2 Komunikasi Verbal
Di rumah sakit, jenis komunikasi
yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan adalah dengan
pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka yang
menggunakan bahasa. Melalui bahasa, seseorang akan mengomunikasikan dan
menginterpretasikan kata secara verbal. Sehingga bahasa dapat didefinisikan
sebuah seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga menjadi
himpunan kalimat yang mengandung arti (Cangara, H. 2006). Melalui bahasa
seseorang mengungkapkan sebuah perasaan, ide, kesan dan respons emosional
dengan tujuan agar tercipta hubungan yang baik dan tercipta ikatan-ikatan dalam
kehidupan manusia serta mempelajari sekeliling kita dalam memahami lingkungan
melalui proses interaksi. Jenis komunikasi ini memerlukan fungsi fisiologis dan
mekanisme kognitif yang akan menghasilkan bicara (Nurjannah I, 2001). Sampai
pada tahap untuk diinterpretasikan dalam sebuah kata, komunikasi verbal
membutuhkan keterampilan kognitif dalam mengolah sebuah stimulus, agar stimulus
tersebut mampu dipersepsikan dan ditampilkan dalam bentuk sebuah perasaan, ide,
dan keinginan untuk menguraikan sebuah stimulus ataupun sampai pada tahap
mengingat kembali yang diinterpretasikan dalam arti yang sesungguhnya.
2.4.3 Kounikasi Non-verbal
Penyampaian kode non verbal biasa
disebut juga bahasa isyarat atau bahasa diam (silent language). Penyampaian
kode non verbal tersebut merupakan cara yang paling efektif dan meyakinkan
untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, manakala terjadi pertentangan
antara apa yang diucapkan dan apa yang diperbuat. Seseorang akan cenderung
memercayai hah-hal yang bersifat kode non verbal daripada kode verbal. Untuk
itu perawat perlu menyadari kode/pesan non-verbal yang ditampakkan klien
sebagai upaya untuk menjustifikasikan apa yang diungkapkan dan dipermasalahkan
klien merupakan masalah utama atau prioritas utama yang harus segera ditangani.
Kode non verbal sering ditemukan melalui sebuah pengamatan cermat yang bisa
dimulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat
non verbal menambah dan memberi arti terhadap pesan verbal. Dengan demikian
tujuan dari kode atau isyarat non verbal antara lain:
a. Meyakinkan
apa yang diucapkan (repetition).
b. Menunjukkan
perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata kata (substitution).
c. Menunjukkan
jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity).
d. Menambah
atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum sempurna.
Komunikasi non
verbal teramati pada:
1.
Metakomunikasi
Komunikasi tidak hanya tergantung
pada pesan tetapi juga pada hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya.
Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat
hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan
sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh : Tersenyum ketika
sedang marah.
2. Penampilan
Personal
Penampilan
seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi
interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama.
Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan
penampilannya (LalliAscosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik,
cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan,
agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memerhatikan penampilan dirinya
dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif.
Penampilan
fisik perawat memengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan
yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya
penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan
kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina
rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien.
3. Paralanguage
Intonasi
atau nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang
dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung memengaruhi nada
suaranya. Perawat harus menguasai emosinya ketika sedang berinteraksi dengan
klien, karena maksud untuk menyamakan rasa tertarik yang tulus terhadap klien
dapat terhalangi oleh nada suara perawat. Untuk itu, perawat juga harus
mempelajari dan menyesuaikan diri dengan logat bicara seseorang. Tidak semua
orang berbicara keras itu merupakan ungkapan sebuah amarah. Hal itu juga
berlaku sebaliknya. Suara dengan tekanan keras sering disalahartikan oleh
seorang etnik tertentu sebagai perlakuan kasar, padahal tidak demikian oleh si
pembicara, hal ini memicu kesalahpahaman antar mereka.
4. Gerakan
mata (Eye gaze)
Kontak
mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal Orang yang mempertahankan
kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat
dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya
tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan khen, oleh karena itu
ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan, jika
kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
5. Kinesics
Merupakan
gerakan tubuh menggambarkan sikap emosi, konsep diri dan keadaan fisik. Perawat
dapat mengumpulkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan
langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit,
obat, atau fraktur. Ada beberapa gerakan tubuh antara lain:
2.5
Helping Relationship
Helping
relationship merupakan bagian dari konsep komunikasi yang lebih besar yakni
komunikasi terapeutik. Afrilia dan Christiani (2020) mengemukakan, helping
relationship adalah bentuk hubungan dalam rangka membantu individu lain melalui
pendekatan yang professional. Pada bidang keperawatan, Hal inilah yang
membedakan helping relationship dengan jenis komunikasi lain dalam konteks
komunikasi sosial.
Dalam proses
keperawatan, perawat sebagai penolong (helper) yakni membantu klien sebagai
orang yang membutuhkan pertolongan untuk mencapai kebutuhan dasar pasien.
Menurut Roger dalam Stuart (1998), ada beberapa karakteristik seorang perawat
(helper) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan terapeutik, diantaranya;
1. Kejujuran
Dalam
sebuah hubungan dibutuhkan kejujuran tidak terkecuali hubungan antara perawat
dan pasien. Hubungan saling percaya tidak dapat dibangun jika tidak dilandasi
oleh kejujuran. Pada saat berkomunikasi, seseorang akan menaruh rasa percaya jika
lawan bicaranya dapat terbuka dan berespon dengan baik dan begitupun
sebaliknya. Hal ini perlu diperhatikan oleh seorang perawat saat berkomunikasi
dengan pasien yakni menjaga kejujuran saat berkomunikasi maupun saat
melaksanakan proses keperawatan. Apabila hal tersebut disepelehkan maka pasien
akan menarik diri, tidak terbuka dan tidak mendengarkan saran dari perawat yang
akan berdampak pada proses penyembuhan pasien.
2. Tidak
membingungkan dan cukup ekspresif
Saat
berkomunikasi dengan pasien, perawat sebaiknya menggunakan kta/kalimat yang
mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Bahasa tubuh/komunikasi non-verbal
yang ditunjukkan oleh perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan
ucapan/verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan pada
pasien.
3. Bersikap
positif
Bersifat
positif dapat ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan
menghargai klien. Untuk mencapai kehangatan dalam berkomunikasi perawat perlu
menumbuhkan rasa aman dan penerimaan dalam mengungkapkan perasaan dan pikiran.
4. Empati
bukan Simpati
Sikap
empati sangat diperlukan dalam melakukan asuhan keperawatan. Penerapan sikap
empati dapat membuat perawat mampu merasakan dan memikirkan permasalahan yang
dialami oleh klien. Melalui sikap empati seorang perawat dapat memberikan
alternatif pemecahan masalah, dalam hal ini perawat tidak berlarut dalam
perasaan tersebut namun turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara
objektif.
5. Mampu
melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien. Hal
tersebut membuat seorang perawat harus mampu melihat permasalahan dari sudut
pandang klien. Untuk dapat melakukannya, maka seorang perawat harus memahami
dan memiliki kemampuan untuk mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian.
Perawat sebagai pendengar tidak hannya sekedar mendengarkan namun ditunjukkan
dengan sikap penuh perhatian dan menjawab kebutuhan klien serta menunjukkan
sikap caring yang dapat memotivasi klien untuk menyampaikan perasaannya.
6. Menerima
klien apa adanya
Seorang
perawat yang professional harus memiliki kemampuan untuk menerima klien dengan
baik/apa adanya. Jika seorang klien merasa dirinya diterima. maka klien tersebut
akan merasa aman dan menjalin hubungan interpersonal.
7. Sensitif
terhadap perasaan klien
Seorang
perawat harus peka untuk mengenali/merasakan perasaan klien. Hal tersebut agar
terjalinnya hubungan terapeutik yang baik dan efektif antara perawat dan klien.
Sikap sensitif yang dimiliki membuat perawat berhati-hati dalam bekerja dan bertutur
kata pada klien, sehingga meminimalisir terjadinya kesalahpahaman/klien
tersinggung atas tindakan/bahasa perawat.
8. Tidak
mudah terpengaruh oleh masa lalu klien
Setiap
manusia memiliki cerita masa lalu dapat bersifat baik maupun buruk. Saat
merawat klien, seorang perawat harus mampu menghargai klien sebagai seorang
individu yang utuh pada saat ini. Hal itu dilakukan tanpa menyangkutpautkan
antara masa lalu klien dan kondisi/penyakit yang dialami saat ini.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi Terapeutik merupakan hubungan perawat dan
klien yang dirancang untuk memfasilitasi tujuan therapy dalam pencapaian
tingkatan kesembuhan yang optimal dan efektif. Harapannya dengan adanya
kegiatan komunikasi yang terapeutik, lama hari rawat klien menjadi lebih pendek
dan dipersingkat.Tujuan Komunikasi Terapeutik, yaitu untuk membina hubungan
interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain;
untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistik.Ada tiga jenis
komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non- verbal yang dimanifestasikan secara
terapeutik.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis berharap makalah ini dapat menambah
wawasan bagi para pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhith, Abdul, and Sandu Siyoto. Aplikasi
komunikasi terapeutik nursing & health. Penerbit Andi, 2018.
Rosmi Eni, Tesha Hestyana Sari, Falerisiska Yunere.2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar