Rabu, 01 Februari 2023

KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

 

KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK


 

Dosen Pengampu :

Ns. Sulastri, M.Kep., Sp.Jiwa

 

 

Disusun Oleh

Kelompok 1

1.      )

 

 

 

 

TINGKAT 1 REGULER 2

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLTEKKES TANJUNG KARANG

TA 2022/2023

KATA PENGANTAR

 

 

        Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Konsep Komunikasi Terapeutik” dengan baik dan tepat waktu.

Pada kesempatan kali ini kami ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bu Sulastri, M.Kep., Sp.Jiwa sebagai dosen pembimbing mata kuliah Komunikasi. Dalam penyusunan makalah ini, kami sudah berusaha untuk mencapai hasil yang semaksimal mungkin sesuai dengan harapan. Kami sebagai penyusun merasa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk hal itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaa makalah ini.

 

Bandar Lampung, 10 Januari 2023

 

 

Penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang………………………………………………………………………...4

1.2  Rumusan Masalah…………………………………………………………………......4

1.3  Tujuan………………………………………………………………………………....5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik…………………………………………………....6

2.2 Tujuan Komunikasi Terapueutik…………………………...…………………….........7

2.3 Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik …………………………...………………........7

2.4 Jenis Jenis Komunikasi Terapeutik ……………….....…………...……………….......10

2.5 Helping Relationship……………………............................……...………………......13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………….....17

3.2 Saran…………………………………………………………………………………...17

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...18

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1    Latar Belakang

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profeği keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).

Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku "caring" atau kasih sayang/ cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.

Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk "helping relationship" untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.

 

1.2    Rumusan Masalah

a.       Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik?

b.      Apa saja prinsip dasar dalam komunikasi terapeutik?

c.       Apa saja jenis jenis komunikasi terapeutik?

d.      Apa tujuan komunikasi terapeutik?

e.       Bagaimana helping relationship?

 

 

1.3    Tujuan

a. Untuk mengetahui apa itu komunikasi terapeutik?

b. Untuk mengetahui apa saja prinsip dasar dalam komunikasi terapeutik?

c. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis komunikasi terapeutik?

d. Untuk mengetahui tujuan dari komunikasi terapeutik?

E .Untuk mengetahui apa itu helping relationship?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Komunikasi Terapeutik

Menurut As Homby (1974), yang dikutip oleh Nurjannah, I (2001) bahwa therapeutic merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Ini menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan rencana tindakan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal ketika terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan take and give antara perawat dengan klien menggambarkan hubungan memberi dan menerima. Perawat dalam mendapatkan data yang akurat dari klien merupakan pemberian yang berharga dan tak ternilai, karena akan dipakai sebagai acuan dalam memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Hal ini sekaligus merupakan sarana untuk pengembangan dalam pelayanan keperawatan utamanya dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Demikian juga bagi klien, memberikan informasi yang akurat dengan mengomunikasikan melalui bentuk ekspresi wajah, perkataan maupun perbuatan tentang masalah kesehatan yang sedang dialami akan mempermudah perawat dalam memfokuskan pelayanan keperawatan sesuai dengan keluhan utama sehingga didapatkan tindakan keperawatan yang tepat sasaran yang akan mengurangi keluhan yang dirasakan klien.

Dengan demikian, Komunikasi Terapeutik merupakan hubungan perawat dan klien yang dirancang untuk memfasilitasi tujuan therapy dalam pencapaian tingkatan kesembuhan yang optimal dan efektif. Harapannya dengan adanya kegiatan komunikasi yang terapeutik, lama hari rawat klien menjadi lebih pendek dan dipersingkat. Terjadinya komunikasi terapeutik adalah apabila didahului hubungan saling percaya antara perawat dan klien. Utamanya dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien harus percaya bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam mengatasi keluhannya, demikian juga perawat memang benar-benar harus dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang dimiliki perawat.

Menurut Stuart G. W (1998), bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungannya ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.

2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik

2.2.1 Kesadaran diri, penerimaan diri dan meningkatkan kehormatan diri

Untuk mencapai tujuan akhir dari proses pelayanan kesehatan utamanya pelayanan keperawatan adalah dengan memperpendek lama hari rawat. Perawat dan klien akan terlibat dalam hubungan yang intensif. Untuk itu perawat harus melakukan eksplorasi diri atas kemampuan yang dimiliki dalam berkomunikasi dengan klien. Dalam melaksanakan komunikasi yang terapeutik, perawat harus memiliki kemampuan-kemampuan, antara lain pengetahuan yang cukup, skill/keterampilan yang mumpuni dan memadai, serta teknik dan etika komunikasi yang baik. Dengan demikian, kehadiran perawat di sisi klien merupakan kehadiran yang bermakna dan membawa dampak yang positif bagi klien.

2.2.2 Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain melalui komunikasi terapeutik, klien belajar cara menerima dan diterima orang lain.

2.2.3 Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistik klien terkadang menetapkan standar diri terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya sehingga ketika tujuannya tidak tercapai klien akan merasa rendah diri dan kondisi nya memburuk.

2.2.4 Peningkatan identitas dan integritas diri keadaan sakit terlalu lama cenderung menyebabkan klien mengalami gangguan identitas dan integritas dirinya sehingga tidak memiliki rasa percaya diri dan merasa rendah diri.

2.3 Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

2.3.1 Komunikasi berorientasi pada proses percepatan kesembuhan

Setiap pesan komunikasi mempunyai tujuan tertentu atau makna tertentu di mana dari makna yang berarti tersebut perawat dapat memprediksikan bagaimana cara berkomunikasi. Saat perawat berkomunikasi dengan klien, maka semua percakapan berorientasi bagaimana percakapan ini bisa mendukung perawat untuk mendapatkan masukan yang berharga dalam menentukan sikap dan tindakan. Klien yang merasa diajak mendiskusikan masalah kesehatan yang dihadapinya akan merasa terayomi dan merasa mendapat perhatian yang penuh dari perawat sehingga bisa menurunkan kecemasannya akibat penyakit yang diderita. Komunikasi yang terjadi antara perawat dan klien merupakan komunikasi yang mengarah pada penemuan masalah keperawatan melalui pengkajian sampai pada evaluasi dari hasil tindakan yang telah dilakukan oleh perawat. untuk itu perawat harus menghindarkan diri dari kebuntuan komunikasi terapeutik antara lain Resistens, Transferens, kontratransferens, dan pelanggaran batas.

2.3.2 Komunikasi terstruktur dan direncanakan

Perawat yang akan melakukan komunikasi dengan klien sudah merencanakan cara- cara yang akan dilakukan atau hal-hal yang akan dikomunikasikan kepada klien. Perawat harus mempersiapkan materi yang akan disampaikan dengan matang, bila perlu membuka buku tentang apa yang akan disampaikan. Untuk itu, dibutuhkan strategi pelaksanaan komunikasi yang baik. Strategi pelaksanaan komunikasi ini merupakan pendamping saat berkomunikasi dengan klien. Dengan strategi ini menuntun dan memberi petunjuk serta mengarahkan perkataan apa saja yang akan disampaikan kepada klien. Apa yang akan disampaikan sebelumnya sudah terekam pada storage dalam otak. Hal ini untuk menghindari bias saat berkomunikasi.

2.3.3 Komunikasi terjadi dalam konteks topik, ruang dan waktu

Saat berkomunikasi perawat harus memilih topik yang tepat yang dibutuhkan klien sesuai dengan keluhan yang dirasakan atau masalah klien. Perlu diperhatikan bahwa klien itu unik karena perbedaannya. Sehingga perawat harus mampu beradaptasi dengan keunikannya. Menghadapi klien satu dengan lainnya tentunya tidak sama, baik topik maupun cara berhubungan atau berkomunikasi, sehingga perawat harus memperhatikan dari sisi dimensi isi dan hubungan. Perawat harus memprediksi dan menentukan isi pesan apa yang akan disampaikan. Isi pesan yang akan disampaikan harus dapat memberi efek terapeutik bagi klien. Disamping itu, pesan komunikasi yang dikirimkan oleh pihak komunikan baik. secara verbal maupun non-verbal juga harus disesuaikan dengan tempat, di mana proses komunikasi itu berlangsung, kepada siapa pesan itu dikirimkan dan kapan komunikasi itu berlangsung. Perawat harus membuat kontrak pertemuan dengan klien utamanya kapan pertemuan dilaksanakan dan di mana. Sehingga komunikasi yang berlangsung sesuai dengan waktu yang ditentukan, materi/topik yang akan dibicarakan atau disampaikan dan sesuai dengan tempat yang telah disepakati. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan klien terhadap perawat dan akan meningkatkan hubungan saling percaya antara klien dan perawat.

2.3.4 Komunikasi memperhatikan kerangka pengalaman klien.

Tingkat retensi atas pengetahuan yang diterima peserta komunikasi memberikan gambaran seberapa jauh pesan yang disampaikan, diterima, dan dipahami oleh peserta komunikasi. Besar harapan kerangka pengalaman kedua belah pihak banyak kemiripan agar tujuan penyampaian pesan terlaksana dengan baik. Untuk itu seseorang yang akan menyampaikan pesan perlu melihat latar belakang budaya dan bahasa.

2.3.5  Keluhan utama sebagai pijakan pertama dalam komunikasi.

Keakuratan perawat untuk menentukan sikap dan tindakan pada klien, tergantung pada pernyataan klien atas keluhan yang disampaikan. Keluhan yang sangat dirasakan (keluhan utama) merupakan kata-kata yang pertama terucap dari klien, dengan harapan keluhan itu yang didahulukan untuk diselesaikan. Perawat dengan tanggap melakukan penelusuran atas keluhan yang disampaikan dengan mengaitkan data tambahan melalui rujukan-rujukan yang telah dipelajari sebelum menentukan sikap dan tindakan tersebut. Keluhan utama tersebut merupakan Keyword dalam menggali masalah keperawatan. Konsep Triple N (Nanda, NIC, dan NOC) merupakan aplikasi bagaimana pentingnya keluhan utama dalam menentukan Diagnosis Keperawatan, Rencana Tindakan dan Kriteria Evaluasi yang dilaksanakan bersama-sama untuk memperoleh gambaran yang signifikan dalam pelaksanaan proses keperawatan. Kesamaan diagnosis, intervensi dan implementasi akan sangat terlihat manakala perawat menggunakan keluhan utama sebagai pijakan untuk melaksanakan asuhan keperawatan. Melalui penelusuran yang diawali dari keluhan utama selanjutnya perawat melaksanakan penelusuran dengan melihat kelompok diagnosis keperawatan yang ada hubungannya dengan keluhan utama tersebut yang selanjutnya melakukan konfrontasi dengan data tambahan yang menyertai keluhan utama tersebut sehingga ditentukan diagnosis keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan perlu kiranya untuk melihat pengelompokan dari kriteria hasil yang dijadikan rujukan dalam menentukan rencana tindakan keperawatan.

2.3.6 . Komunikasi memerlukan keterlibatan maksimal dari pasien dan keluarga

Perawat mengarahkan pesan pada pasien/keluarga dengan kondisi pesan yang bersifat Coercion yaitu pesan yang bersifat instruksi yang mengikat. Namun demikian tetap harus memperhatikan kapasitas dan kapabilitas dari klien/keluarga. Harapan dari instruksi yang mengikat tersebut adalah supaya pasien mengikuti pesan tersebut, karena pesan itu memang harus diikuti oleh keluarga/pasien dalam upaya mempercepat proses penyembuhan.

2.4 Jenis Jenis  Komunikasi Terapeutik

Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik. Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal. Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non- verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.

Pada komunikasi yang tertulis sering digunakan perawat saat berinteraksi dengan dokter, petugas kesehatan lainnya dan teman sejawat. Komunikasi tertulis yang dilakukan perawat dengan klien manakala klien dalam keadaan bisu atau ada gangguan pada artikulasi dikarenakan penyakitnya (biasanya ada gangguan pada area Broca). Untuk itu pembahasan kali ini dititikberatkan pada komunikasi verbal dan non verbal.

2.4.1. Komunikasi Verbal dan Non Verbal

Ungkapan sebuah perasaan, ide dan respons emosional bisa ditampilkan manakala seseorang menampilkan sebuah kode yang bisa diartikan. Dari kode itulah seseorang bisa mengartikan kode tersebut ke dalam sebuah lambang dengan simbol-simbol tertentu. Dari dasar lambang tersebut dipakai seseorang untuk berbicara, yang merupakan bentuk kegiatan berkomunikasi. Kemampuan seseorang dalam menciptakan sebuah simbol itu membuktikan bahwa manusia sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi (Cangara, H, 2006). Kode-kode yang bisa diartikan sebuah lambang yang biasa ditemukan saat berkomunikasi adalah kode verbal dan non verbal, sehingga bisa disebut sebagai komunikasi verbal dan non verbal.

2.4.2 Komunikasi Verbal

Di rumah sakit, jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan adalah dengan pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka yang menggunakan bahasa. Melalui bahasa, seseorang akan mengomunikasikan dan menginterpretasikan kata secara verbal. Sehingga bahasa dapat didefinisikan sebuah seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti (Cangara, H. 2006). Melalui bahasa seseorang mengungkapkan sebuah perasaan, ide, kesan dan respons emosional dengan tujuan agar tercipta hubungan yang baik dan tercipta ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia serta mempelajari sekeliling kita dalam memahami lingkungan melalui proses interaksi. Jenis komunikasi ini memerlukan fungsi fisiologis dan mekanisme kognitif yang akan menghasilkan bicara (Nurjannah I, 2001). Sampai pada tahap untuk diinterpretasikan dalam sebuah kata, komunikasi verbal membutuhkan keterampilan kognitif dalam mengolah sebuah stimulus, agar stimulus tersebut mampu dipersepsikan dan ditampilkan dalam bentuk sebuah perasaan, ide, dan keinginan untuk menguraikan sebuah stimulus ataupun sampai pada tahap mengingat kembali yang diinterpretasikan dalam arti yang sesungguhnya.

 

2.4.3 Kounikasi Non-verbal

Penyampaian kode non verbal biasa disebut juga bahasa isyarat atau bahasa diam (silent language). Penyampaian kode non verbal tersebut merupakan cara yang paling efektif dan meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, manakala terjadi pertentangan antara apa yang diucapkan dan apa yang diperbuat. Seseorang akan cenderung memercayai hah-hal yang bersifat kode non verbal daripada kode verbal. Untuk itu perawat perlu menyadari kode/pesan non-verbal yang ditampakkan klien sebagai upaya untuk menjustifikasikan apa yang diungkapkan dan dipermasalahkan klien merupakan masalah utama atau prioritas utama yang harus segera ditangani. Kode non verbal sering ditemukan melalui sebuah pengamatan cermat yang bisa dimulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah dan memberi arti terhadap pesan verbal. Dengan demikian tujuan dari kode atau isyarat non verbal antara lain:

a.       Meyakinkan apa yang diucapkan (repetition).

b.      Menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata kata (substitution).

c.       Menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity).

d.      Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum sempurna.

Komunikasi non verbal teramati pada:

1.      Metakomunikasi

Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh : Tersenyum ketika sedang marah.

2.      Penampilan Personal

Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (LalliAscosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memerhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif.

Penampilan fisik perawat memengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien.

3.      Paralanguage

Intonasi atau nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung memengaruhi nada suaranya. Perawat harus menguasai emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rasa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat. Untuk itu, perawat juga harus mempelajari dan menyesuaikan diri dengan logat bicara seseorang. Tidak semua orang berbicara keras itu merupakan ungkapan sebuah amarah. Hal itu juga berlaku sebaliknya. Suara dengan tekanan keras sering disalahartikan oleh seorang etnik tertentu sebagai perlakuan kasar, padahal tidak demikian oleh si pembicara, hal ini memicu kesalahpahaman antar mereka.

4.      Gerakan mata (Eye gaze)

Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan khen, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan, jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.

5.       Kinesics

Merupakan gerakan tubuh menggambarkan sikap emosi, konsep diri dan keadaan fisik. Perawat dapat mengumpulkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur. Ada beberapa gerakan tubuh antara lain:

 

2.5 Helping Relationship

Helping relationship merupakan bagian dari konsep komunikasi yang lebih besar yakni komunikasi terapeutik. Afrilia dan Christiani (2020) mengemukakan, helping relationship adalah bentuk hubungan dalam rangka membantu individu lain melalui pendekatan yang professional. Pada bidang keperawatan, Hal inilah yang membedakan helping relationship dengan jenis komunikasi lain dalam konteks komunikasi sosial.

Dalam proses keperawatan, perawat sebagai penolong (helper) yakni membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan untuk mencapai kebutuhan dasar pasien. Menurut Roger dalam Stuart (1998), ada beberapa karakteristik seorang perawat (helper) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan terapeutik, diantaranya;

1.      Kejujuran

Dalam sebuah hubungan dibutuhkan kejujuran tidak terkecuali hubungan antara perawat dan pasien. Hubungan saling percaya tidak dapat dibangun jika tidak dilandasi oleh kejujuran. Pada saat berkomunikasi, seseorang akan menaruh rasa percaya jika lawan bicaranya dapat terbuka dan berespon dengan baik dan begitupun sebaliknya. Hal ini perlu diperhatikan oleh seorang perawat saat berkomunikasi dengan pasien yakni menjaga kejujuran saat berkomunikasi maupun saat melaksanakan proses keperawatan. Apabila hal tersebut disepelehkan maka pasien akan menarik diri, tidak terbuka dan tidak mendengarkan saran dari perawat yang akan berdampak pada proses penyembuhan pasien.

2.      Tidak membingungkan dan cukup ekspresif

Saat berkomunikasi dengan pasien, perawat sebaiknya menggunakan kta/kalimat yang mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Bahasa tubuh/komunikasi non-verbal yang ditunjukkan oleh perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan ucapan/verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan pada pasien.

3.      Bersikap positif

Bersifat positif dapat ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan menghargai klien. Untuk mencapai kehangatan dalam berkomunikasi perawat perlu menumbuhkan rasa aman dan penerimaan dalam mengungkapkan perasaan dan pikiran.

4.      Empati bukan Simpati

Sikap empati sangat diperlukan dalam melakukan asuhan keperawatan. Penerapan sikap empati dapat membuat perawat mampu merasakan dan memikirkan permasalahan yang dialami oleh klien. Melalui sikap empati seorang perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah, dalam hal ini perawat tidak berlarut dalam perasaan tersebut namun turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.

5.      Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien

Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien. Hal tersebut membuat seorang perawat harus mampu melihat permasalahan dari sudut pandang klien. Untuk dapat melakukannya, maka seorang perawat harus memahami dan memiliki kemampuan untuk mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian. Perawat sebagai pendengar tidak hannya sekedar mendengarkan namun ditunjukkan dengan sikap penuh perhatian dan menjawab kebutuhan klien serta menunjukkan sikap caring yang dapat memotivasi klien untuk menyampaikan perasaannya.

6.      Menerima klien apa adanya

Seorang perawat yang professional harus memiliki kemampuan untuk menerima klien dengan baik/apa adanya. Jika seorang klien merasa dirinya diterima. maka klien tersebut akan merasa aman dan menjalin hubungan interpersonal.

7.      Sensitif terhadap perasaan klien

Seorang perawat harus peka untuk mengenali/merasakan perasaan klien. Hal tersebut agar terjalinnya hubungan terapeutik yang baik dan efektif antara perawat dan klien. Sikap sensitif yang dimiliki membuat perawat berhati-hati dalam bekerja dan bertutur kata pada klien, sehingga meminimalisir terjadinya kesalahpahaman/klien tersinggung atas tindakan/bahasa perawat.

8.      Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien

Setiap manusia memiliki cerita masa lalu dapat bersifat baik maupun buruk. Saat merawat klien, seorang perawat harus mampu menghargai klien sebagai seorang individu yang utuh pada saat ini. Hal itu dilakukan tanpa menyangkutpautkan antara masa lalu klien dan kondisi/penyakit yang dialami saat ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1 Kesimpulan

Komunikasi Terapeutik merupakan hubungan perawat dan klien yang dirancang untuk memfasilitasi tujuan therapy dalam pencapaian tingkatan kesembuhan yang optimal dan efektif. Harapannya dengan adanya kegiatan komunikasi yang terapeutik, lama hari rawat klien menjadi lebih pendek dan dipersingkat.Tujuan Komunikasi Terapeutik, yaitu untuk membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain; untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistik.Ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non- verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.

 

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Muhith, Abdul, and Sandu Siyoto. Aplikasi komunikasi terapeutik nursing & health. Penerbit Andi, 2018.

Rosmi Eni, Tesha Hestyana Sari, Falerisiska Yunere.2022

Tidak ada komentar: