GAMBARAN ASUPAN ENERGI
DAN PROTEIN, POLA ASUH, DAN RIWAYAT PENYAKIT INFEKSI DENGAN
KEJADIAN STUNTING BALITA USIA 24-59
BULAN
DI PEKON TANJUNG JATI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PASAR SIMPANG
Oleh
PROPOSAL TUGAS
AKHIR
POLITEKNIK
KESEHATAN TANJUNGKARANG
PRODI
DIII GIZI JURUSAN GIZI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal tugas akhir yang
berjudul “Gambaran Asupan Energi dan Protein, Pola Asuh, dan Riwayat Penyakit
Infeksi dengan Kejadian Stunting Balita Usia 24-59 Bulan di Pekon
Tanjung Jati Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Simpang”. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Warjidin
Aliyanto, SKM., M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.
2.
Ibu Bertalina, SKM., M.Kes selaku
Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Tanjungkarang dan sebagai Pembimbing Utama yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi selama penulisan proposal tugas akhir ini.
3.
Ibu Nawasari Indah
P, S.TP., M.SI selaku
Pembimbing Pendamping yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi selama penulisan proposal tugas akhir ini.
4.
Kedua orangtua yaitu
Bapak Bunyani dan Ibu Syamsiah serta kakak-kakak, adik, dan keluarga besar yang
menjadi sumber motivasi, selalu memberikan do’a, dukungan, pengorbanan, serta
kasih sayang kepada penulis.
5.
Sahabat saya Renisa Kasifa dan teman-teman yang telah
memberikan masukan, bantuan, serta selalu memberi semangat dalam setiap proses
perjalanan penelitian ini.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan proposal tugas akhir ini tidak terlepas dari
kesalahan dan kekurangan. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih dan semoga
proposal tugas akhir ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun bagi pembaca.
Bandar
Lampung, Desember 2022
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN GIZI
Proposal Tugas Akhir, Desember 2022
Gambaran Asupan Energi dan Protein, Pola Asuh, dan Riwayat Penyakit Infeksi dengan Kejadian Stunting Balita Usia 24-59
Bulan di Pekon Tanjung Jati Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Simpang
xii+ 36 halaman + 3 tabel, 2 gambar, 4 lampiran
ABSTRAK
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada
anak yang ditandai dengan tinggi
badan yang lebih pendek dari anak seusianya. Stunting disebabkan oleh
multi faktor seperti asupan makanan, ASI eksklusif, hygiene dan sanitasi lingkungan, serta penyakit infeksi. Stunting akan memberikan dampak buruk pada kehidupan balita di masa yang
akan datang. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 di Provinsi Lampung,
persentase balita stunting sebesar 18,5%, sedangkan di Kabupaten
Tanggamus sebesar 25%. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus bulan Februari tahun 2022 menunjukan prevalensi stunting yaitu sebesar 3,19%. Prevalensi balita stunting di Puskesmas Pasar Simpang berada di atas angka Kabupaten yaitu 7,71%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran asupan energi dan protein,
pola asuh, dan riwayat
penyakit infeksi dengan kejadian stunting balita usia 24-59 bulan di
pekon tanjung jati wilayah kerja puskesmas pasar simpang.
Jenis penelitian yang
dilakukan bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran asupan energi dan protein,
pola asuh, dan riwayat
penyakit infeksi dengan kejadian stunting balita usia 24-59 bulan di
pekon tanjung jati wilayah kerja puskesmas pasar simpang. Subjek penelitian adalah balita stunting yang
berusia 24-59 bulan di pekon Tanjung Jati. Penelitian akan dilakukan di pekon Tanjung Jati pada bulan April - Mei 2023. Teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling atau sampling jenuh dimana suatu populasi
diambil semua menjadi subjek penelitian.
Kata kunci : stunting, anak balita, status gizi
Daftar bacaan : 28 (2012-2022)
POLITEKNIK
KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN GIZI
Final Project
Proposal, December 2022
Overview of Energy and Protein Intake,
Parenting Patterns, and History of Infectious Diseases with Incidence of Stunting
Toddlers Age 24-59 Months in Pekon Tanjung Jati Working Area of Pasar Simpang
Health Center
xii+ 36 pages + 3 tables, 2 pictures, 4 attachments
ABSTRACT
Stunting is a condition of failure
to thrive in children which is characterized by a shorter height than children
of their age. Stunting is caused by multiple factors, such as food intake,
exclusive breastfeeding, environmental hygiene and sanitation, and infectious
diseases. Stunting will have a negative impact on the lives of toddlers in the
future. Based on the 2021 Indonesian Nutrition Status Survey (SSGI) in Lampung
Province, the percentage of stunted toddlers is 18.5%, while in Tanggamus
Regency it is 25%. Data from the Tanggamus District Health Office for February
2022 shows the prevalence of stunting is 3.19%. The prevalence of stunting
under five at Pasar Simpang Health Center is above the regency figure, namely
7.71%. This study aims to determine the description of energy and protein
intake, parenting style, and history of infectious diseases with the incidence
of stunting in toddlers aged 24-59 months in Tanjung Jati Village, Pasar Simpang Health
Center working area.
The type of research conducted was
descriptive in nature to describe energy and protein intake, parenting styles,
and history of infectious diseases with the incidence of stunting in toddlers
aged 24-59 months in Pekon Tanjung Jati working area of Pasar Simpang Health
Center. The research subjects were stunted toddlers aged 24 -59 months in the
village of Tanjung Jati. The research will be conducted in Tanjung Jati village
in April - May 2023. The sampling technique used in this study is total
sampling or saturated sampling where all of a population is taken as a research
subject.
Keywords :
stunting, children under five, nutritional status
Reference :
28 (2012-2022)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN
ORISINALITAS
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB I PENDAHULUAN
C. Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Stunting Pada Balita
BAB III METODE PENELITIAN
C. Waktu dan
Tempat Penelitian
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel Halaman
Tabel 1 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks PB/U atau TB/U
Anak Umur 0-60 Bulan 10
Tabel 2 Angka Kecukupan Energi dan Protein di Indonesia 14
Tabel 3 Definisi
Operasional 21
DAFTAR
GAMBAR
Nomor
Gambar Halaman
Gambar 1 Kerangka Teori 19
Gambar 2 Kerangka Konsep 20
DAFTAR
LAMPIRAN
Nomor
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Lembar Kuesioner
Balita 31
Lampiran 2 Formulir Food
Recall 24 jam 34
Lampiran 3 Naskah PSP 35
Lampiran 4 Form Informed
Consent 36
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Stunting adalah kondisi
gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000
Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kondisi gagal tumbuh pada anak balita disebabkan
oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi berulang,
dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai
terutama dalam 1.000 HPK. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi
badan menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional yang berlaku. Standar
dimaksud terdapat pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan beberapa dokumen
lainnya (Bapennas, 2018).
Stunting akibat kekurangan
gizi yang terjadi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) tidak hanya
menyebabkan hambatan pada pertumbuhan fisik dan meningkatkan kerentanan
terhadap penyakit, namun juga
mengancam perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan
dan produktivitas anak serta risiko terjadinya gangguan metabolik yang
berdampak pada risiko terjadinya penyakit degeneratif (diabetes melitus,
hiperkolesterol, hipertensi) di usia dewasa (Kemenkes RI, 2018).
Indonesia termasuk dalam lima negara dengan
jumlah kasus stunting tertinggi secara global (Kemensos, 2021). Indonesia juga merupakan salah satu
negara dengan permasalahan gizi balita yaitu stunting (pendek) dan wasting
(gizi kurang) yang cukup tinggi. Di antara negara ASEAN, stunting di Indonesia
(30,8%) masih lebih tinggi jika dibandingkan negara tetangga seperti Thailand
(10,5%) dan Malaysia (20,7%). Pada Tahun 2019, diperkirakan ada sekitar 6,6 juta
balita stunting atau 3 dari 10 anak di Indonesia mengalami stunting (Pusdatin Kemenkes RI, 2020).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2018 menunjukkan sebanyak 30,8 % balita mengalami stunting. Walaupun
pada tahun 2019 prevalensi stunting menjadi 27,7 % dan pada tahun 2021 sebesar 24,4 % (SSGI, 2021) angka tersebut masih jauh dari target
nasional sebesar 14 persen pada tahun 2024 (Kemenkes, 2021).
Berdasarkan Survei Status Gizi
Indonesia (SSGI), di Provinsi
Lampung persentase balita stunting pada tahun 2021 sebesar 18,5%,
sedangkan di Kabupaten Tanggamus angka stunting pada tahun 2021 sebesar
25%. angka tersebut pun masih jauh dari target nasional sebesar 14% pada tahun
2024 (Kemenkes, 2021).
Faktor Penyebab stunting dapat dipengaruhi oleh pekerjaan ibu, tinggi badan
ayah, tinggi badan ibu, pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, pola asuh, dan
pemberian ASI eksklusif, selain itu stunting juga disebabkan oleh
beberapa faktor lain seperti pendidikan ibu, pengetahuan ibu mengenai gizi,
pemberian ASI eksklusif, umur pemberian MP-ASI, tingkat kecukupan zink dan zat
besi, riwayat penyakit infeksi serta faktor genetik (Kemenkes RI, 2022).
Kekurangan gizi pada awal kehidupan atau usia
dini akan berdampak serius terhadap kualitas SDM di masa depan. Kondisi
kekurangan gizi pada usia dini menyebabkan kegagalan pertumbuhan sehingga
mengakibatkan berat badan lahir rendah, pendek, kurus, serta daya tahan tubuh
yang rendah. Selain itu anak yang kurang gizi akan mengalami hambatan perkembangan
otak/kognitif sehingga kesulitan dalam mengikuti pendidikan, yang pada akhirnya
berakibat pada rendahnya produktivitas di masa dewasa (Kemenkes RI, 2019).
Penyakit infeksi memiliki pengaruh hambatan
langsung pada proses metabolisme, termasuk lempeng epifisis pertumbuhan yang
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak melalui kekurangan gizi.
Penyakit infeksi merupakan faktor dominan penyebab stunting pada anak
balita. Penyakit infeksi dapat disebabkan karena asupan gizi yang kurang pada
anak dan ibu saat hamil serta akses sanitasi dan air bersih yang tidak memadai.
Kurangnya akses sanitasi dan air bersih serta perilaku higiene yang buruk pada
anak dapat menyebabkan diare sehingga terjadi malabsorpsi gizi dan berdampak
pada pertumbuhan.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Desyanti dan Nindya (2017) menyatakan bahwa riwayat diare yang terjadi secara
sering dalam 3 bulan terakhir meningkatkan risiko sebesar 3,619 kali terhadap
kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan. Selain itu, infeksi saluran pernapasan juga
dapat menyebabkan stunting kemungkinan akibat kekurangan nutrisi selama
sakit dan hilangnya nafsu makan pada anak. Pada penelitian lain ditemukan bahwa
anak balita yang memiliki riwayat penyakit infeksi (ISPA atau diare kronik)
memiliki risiko 6,61 kali untuk mengalami stunting dibandingkan anak balita
yang tidak memiliki riwayat penyakit infeksi (ISPA dan diare kronik). Penyakit
infeksi lainnya yang dapat menyebabkan stunting adalah malaria dan
campak.
Hasil Peneilitian yang dilakukan oleh Iseu dan
Andi (2021) pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Karanganyar Kecamatan
Kewalu Kota Tasikmalaya menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
asupan energi dan protein terhadap kejadian stunting. Asupan
energi yang kurang pada balita beresiko sebesar 6,111 kali dibandingkan dengan
asupan yang cukup. Selain itu, asupan protein yang kurang juga beresiko 5,160
kali terhadap kejadian stunting.
Hasil Peneilitian yang dilakukan oleh Pagdya
dan Kartika (2021) pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Suliki
Kanagarian Tanjung Bungo Kabupaten Lima Puluh Kota menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pola asuh dalam keluarga berupa pemberian
makan, rangsangan prokososial, kebersihan, sanitasi lingkungan, dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan terhadap kejadian stunting.
Data Dinas Kesehatan KabupatenTanggamus Bulan
Februari Tahun 2022 menunjukan prevalensi stunting yaitu sebesar 3,19%. Dan prevalensi balita stunting tertinggi yaitu di Puskesmas Kelumbayan sebesar 23,92%, Puskesmas
Pasar Simpang Sebesar 7,71%, Puskesmas
Sumanda sebesar 5,12%. (Dinas
Kesehatan Kabupaten Tanggamus, 2021). Hal ini menunjukkan
bahwa prevalensi balita stunting di Puskesmas Pasar Simpang berada di atas angka kabupaten
yaitu 3,19% yang artinya memerlukan perhatian khusus.
Stunting di Kecamatan
Kotaagung Timur juga menjadi perhatian Pemerintah Daerah dengan dikeluarkannya
Surat Keputusan Bupati Tanggamus Nomor: B.352/41/08/2021 tentang Penetapan
Pekon lokus stunting pada tahun 2022, menerangkan bahwa Pekon lokus stunting
di Kecamatan Kotaagung Timur sebanyak 3 Pekon, yaitu Pekon Kagungan, Batu Keramat dan Tanjung
Jati. (Bapeda Tanggamus, 2021).
Berdasarkan uraian diatas maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Asupan Energi dan Protein, Pola Asuh, dan Riwayat
Penyakit Infeksi dengan Kejadian
Stunting Balita Usia 24-59 Bulan di Pekon Tanjung Jati Wilayah Kerja
Puskesmas Pasar Simpang”.
B. Rumusan Masalah
Data Dinas
Kesehatan Kabupaten Tanggamus Bulan Februari Tahun 2022 menunjukan prevalensi stunting yaitu sebesar
3,19%. Prevalensi balita stunting di Puskesmas Pasar Simpang berada di atas angka kabupaten
yaitu 7,71% yang artinya
memerlukan perhatian khusus. Surat Keputusan Bupati Tanggamus
Nomor: B.352/41/08/2021 tentang Penetapan Pekon lokus stunting pada
tahun 2022, menerangkan bahwa Pekon lokus stunting di Kecamatan
Kotaagung Timur sebanyak 3 Pekon yaitu
Pekon Kagungan, Batu Keramat dan Tanjung Jati.
Berdasarkan
masalah yang di dapat, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu
“Bagaimana Gambaran Asupan Energi dan
Protein, Pola Asuh, dan Riwayat Penyakit Infeksi Dengan
Kejadian Stunting Balita Usia 24-59 Bulan di Pekon Tanjung Jati Wilayah
Kerja Puskesmas Pasar Simpang?”.
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Tujuan
umum penelitian ini untuk mengetahui gambaran asupan energi
dan protein, pola asuh, dan riwayat penyakit infeksi dengan
kejadian stunting Balita usia 24-59 bulan di Pekon Tanjung Jati wilayah
kerja Puskesmas Pasar Simpang.
2.
Tujuan Khusus
Tujuan
khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui gambaran kejadian stunting
pada balita usia 24-59 bulan di Pekon Tanjung Jati wilayah kerja Puskesmas
Pasar Simpang.
b.
Untuk mengetahui gambaran asupan
energi dan protein pada balita usia 24-59 bulan di Pekon Tanjung Jati wilayah
kerja Puskesmas Pasar Simpang.
c.
Untuk mengetahui gambaran pola asuh makan (riwayat ASI
eksklusif) pada balita usia 24-59 bulan di
Pekon Tanjung Jati wilayah kerja Puskesmas Pasar Simpang.
d.
Untuk mengetahui gambaran pola asuh kesehatan (hiegine dan sanitasi lingkungan) pada keluarga balita usia 24-59 bulan di
Pekon Tanjung Jati wilayah kerja Puskesmas Pasar Simpang.
e.
Untuk mengetahui gambaran riwayat
penyakit infeksi (penyakit diare dan ISPA) pada balita usia 24-59 bulan di
Pekon Tanjung Jati wilayah kerja Puskesmas Pasar Simpang.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang gambaran asupan energi dan protein, pola asuh, dan riwayat
penyakit infeksi dengan kejadian stunting Balita usia 24-59 bulan di
Pekon Tanjung Jati wilayah kerja Puskesmas Pasar Simpang.
2.
Manfaat Aplikatif
a.
Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini
dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak puskesmas untuk menggalakkan upaya promotif
dan preventif terkait stunting pada balita.
b.
Bagi Pekon
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan masukan informasi dalam menyusun kebijakan dan
strategi program kesehatan untuk menanggulangi masalah stunting.
E.
Ruang Lingkup
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui “Gambaran Asupan Energi dan Protein, Pola Asuh, dan Riwayat
Penyakit Infeksi dengan Kejadian
Stunting Balita Usia 24-59 Bulan di Pekon Tanjung Jati Wilayah Kerja Puskesmas
Pasar Simpang”. Sampel pada penelitian ini adalah
balita stunting yang berusia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Pasar Simpang. Variabel yang digunakan adalah status gizi dengan menggunakan
indeks antropometri TB/U, gambaran asupan energi dan protein, gambaran pola asuh
makan (riwayat ASI eksklusif), gambaran pola asuh kesehatan
(hiegine dan sanitasi lingkungan), gambaran riwayat penyakit infeksi (penyakit diare dan ISPA). Penelitian dilakukan di Pekon Tanjung Jati Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Simpang pada bulan
November-Desember 2022 dan dilanjutkan pada bulan April-Mei 2023 dengan jenis
penelitian deskriptif.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Status Gizi
Status gizi
adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari
makanan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh.
Setiap individu membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antar individu, hal
ini tergantung pada usia orang
tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari, berat badan dan lainnya
(Kemenkes RI, 2017).
Status gizi adalah cerminan ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi yang
diperoleh dari asupan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh (Penuntun Diet Anak,
2016). Status gizi anak batita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB). Berat badan anak batita ditimbang menggunakan timbangan
dacin dan tinggi badan menggunakan infantometer. Variabel BB dan TB anak batita
disajikan dalam bentuk 4 indeks antropometri, yaitu BB/U, PB TB/U, BB/PB TB,
dan IMT/U. Untuk memperoleh status gizi anak batita, maka jumlah berat badan
dan tinggi badan setiap anak batita dikonversikan kedalam nilai standar (Z-score)
menggunakan standar antropometri penilaian status gizi anak 2017 (Riskesdas,
2018).
1.
Penilaian Status Gizi Secara
Antropometri
Antropometri berasal dari
kata "antropos" yang artinya manusia dan "metri"
yang berarti ukuran. Antropometri adalah suatu metode
yang digunakan untuk menilai ukuran, proporsi, dan komposisi tubuh manusia. Penilaian
status gizi secara antropometri merupakan penilaian status gizi secara langsung
yang paling sering digunakan di masyarakat. Antropometri dikenal sebagai Indikator
untuk penilaian status gizi perseorangan maupun masyarakat (Kemenkes, 2020).
Antropometri (ukuran tubuh) merupakan salah
satu cara langsung menilai status gizi, khususnya keadaan energi dan protein
tubuh seseorang. Dengan demikian, antropometri merupakan indikator status gizi
yang berkaitan dengan masalah kekurangan energi dan protein yang dikenal dengan
KEP. Antropometri dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Konsumsi makanan dan kesehatan (adanya
infeksi) merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi antropometri (Aritonang
I, 2013).
Standar Antropometri Anak digunakan untuk
menilai atau menentukan status gizi anak. Penilaian status gizi Anak dilakukan
dengan membandingkan hasil pengukuran berat badan dan panjang/tinggi badan dengan
Standar Antropometri Anak (Kemenkes, 2020). Standar Antropometri Anak didasarkan pada
parameter berat badan dan panjang/tinggi badan terdiri atas 4 (empat) indeks,
meliputi:
a.
Indeks Berat Badan menurut Umur
(BB/U) yang menggambarkan berat badan relatif dibandingkan dengan umur anak.
b.
Indeks Panjang Badan menurut Umur
atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U) yang menggambarkan pertumbuhan
panjang atau tinggi badan anak berdasarkan umurnya.
c.
Indeks Berat Badan menurut Panjang
Badan/Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB) yang menggambarkan apakah berat badan
anak sesuai terhadap pertumbuhan panjang/tinggi badannya.
d.
Indeks Masa Tubuh menurut Umur
(IMT/U) untuk menentukan kategori gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, berisiko
gizi lebih, gizi lebih dan obesitas.
B. Stunting
1.
Pengertian Stunting
Stunting merupakan gangguan
pertumbuhan fisik yang ditandai dengan penurunan kecepatan pertumbuhan dan
merupakan dampak dari ketidakseimbangan gizi. Menurut World Health
Organization (WHO, 2020) Child
Growth Standart, stunting didasarkan pada indeks panjang badan
dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas
(z-score) kurang dari -2 SD. Stunting masih merupakan satu masalah gizi
di Indonesia yang belum terselesaikan. Stunting akan menyebabkan dampak
jangka panjang yaitu terganggunya perkembangan fisik, mental, intelektual,
serta kognitif. Anak yang terkena stunting hingga usia 5 tahun akan sulit untuk
diperbaiki sehingga akan berlanjut hingga dewasa dan dapat meningkatkan risiko
keturunan dengan berat badan lahir yang rendah (BBLR) (WHO, 2020).
Menurut Kemenkes RI (2022), balita bisa diketahui stunting bila
sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar,
dan hasil pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah normal. Seorang anak
termasuk dalam stunting atau tidak, tergantung dari hasil pengukuran tersebut.
Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa pengukuran. Selain tubuh yang berperawakan pendek dari
anak seusianya, ada juga ciri-ciri lainnya yakni:
a.
Pertumbuhan melambat.
b.
Wajah tampak lebih muda dari anak
seusianya
c.
Pertumbuhan gigi terlambat
d.
Performa buruk pada kemampuan fokus
dan memori belajarnya.
e.
Gangguan konsentrasi terutama pada
anak bisa menimbulkan pengaruh negatif.
f.
Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih
pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya
g.
Berat badan balita tidak naik
bahkan cenderung menurun.
h.
Perkembangan tubuh anak terhambat,
seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan).
i.
Anak mudah terserang berbagai
penyakit infeksi.
Pengalaman
dan bukti Internasional menunjukkan bahwa stunting dapat menghambat pertumbuhan
ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja, sehingga mengakibatkan
hilangnya 11% GDP (Gross Domestic Products) serta mengurangi pendapatan
pekerja dewasa hingga 20%. Selain itu, stunting juga dapat berkontribusi pada
melebarnya kesenjangan/inequality,
sehingga mengurangi 10% dari total pendapatan seumur hidup dan juga menyebabkan
kemiskinan antar-generasi (Kemendikbud, 2019).
Anak
pendek yang terjadi di Indonesia sebenarnya tidak hanya dialami oleh rumah
tangga/keluarga yang miskin dan kurang mampu, karena stunting juga dialami oleh
rumah tangga/keluarga yang tidak miskin/yang berada di atas 40% tingkat
kesejahteraan sosial dan ekonomi. Periode 1000 hari pertama kehidupan (1000
HPK) merupakan simpul kritis sebagai awal terjadinya stunting yang selanjutnya
akan memberikan dampak jangka panjang hingga akan berulang dalam siklus
kehidupan (Kemenkes RI, 2022).
Stunting
pada anak menjadi permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya risiko
terjadinya kesakitan dan kematian, gangguan pada perkembangan otak, gangguan
terhadap perkembangan motorik dan terhambatnya pertumbuhan mental anak.
Pertumbuhan tidak optimal dalam masa janin dan atau selama periode 1000 HPK
memiliki dampak jangka panjang. Bila faktor eksternal (setelah lahir) tidak
mendukung, pertumbuhan stunting dapat menjadi permanen sebagai remaja pendek. Anak
balita dikatakan pendek jika nilai z-score panjang badan menurut umur (PB/U)
atau tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted)
dan kurang dari -3SD (severely stunted) (Kemenkes, 2020). Kondisi stunting baru nampak setelah anak berusia 2
tahun (TNP2K, 2017).
Klasifikasi
status gizi balita berdasarkan indeks PB/U atau TB/U dapat di lihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 1.
Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks PB/U atau
TB/U Anak Umur 0-60 Bulan
Indeks |
Status Gizi |
Ambang Batas |
Panjang badan atau tinggi badan
menurut umur (PB/U atau TB/U) anak usia 0-60 bulan |
Sangat pendek (severely
stunted) |
<-3SD |
Pendek (stunted) |
-3SD s.d <-2SD |
|
Normal |
-2SD s.d +3SD |
|
Tinggi |
>+3SD |
Sumber :
Kemenkes, 2020
2.
Dampak Stunting
Anak balita (bawah lima tahun) yang mengalami stunting
akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak lebih rentan
terhadap penyakit dan berisiko menurunnya produktivitas di masa depan. Pada
akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan kemiskinan, dan
memperlebar ketimpangan (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, 2017).
Balita yang mengalami stunting akan
mengalami kecerdasan dan pertumbuhan yang tidak optimal dan menjadikan anak
lebih rentan terhadap penyakit, di masa depan dapat beresiko menurunya tingkat
produktifitas. Menurut
Kemenkes (2018), dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi
dampak jangka pendek dan jangka panjang.
a.
Dampak Jangka Pendek
1)
Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian
2)
Perkembangan kognitif, motorik, dan
verbal pada anak tidak optimal
3)
Peningkatan biaya kesehatan
b.
Dampak Jangka Panjang
1)
Postur tubuh yang tidak optimal
saat dewasa (lebih pendek pendek dibandingkan pada umumnya)
2)
Meningkatnya risiko obesitas dan
penyakit lainnya
3)
Menurunnya kesehatan reproduksi
4)
Kapasitas belajar dan performa yang
kurang optimal saat masa sekolah
5)
Produktivitas dan kapasitas kerja
yang tidak optimal
3. Pencegahan Stunting
Stunting merupakan salah satu target Sustainable
Development Goals (SDG's) yang termasuk pada tujuan pembangunan
berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi
pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah
menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025. Untuk mewujudkan
hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai salah satu program
prioritas (Sustainable, T., & Goals, D, 2016).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga yaitu upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting
sebagai berikut:
a. Ibu Hamil dan Bersalin
1) Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;
2) Mengupayakan jaminan mutu Antenatal Care (ANC) terpadu;
3) Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;
4) Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan
mikronutrien (TKPM);
5) Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular);
6) Pemberantasan kecacingan;
7) Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA;
8) Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif;
dan Penyuluhan dan pelayanan KB.
b. Balita
1) Pemantauan pertumbuhan balita;
2) Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita;
3) Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
4) Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
C.
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stunting Pada Balita
1.
Asupan Energi
Energi adalah suatu kapasitas untuk melakukan
pekerjaan dengan jumlah energi yang dibutuhkan seseorang tergantung pada usia,
jenis kelamin, berat badan dan bentuk tubuh. Karbohidrat merupakan sumber
energi yang paling penting dalam tubuh, dimana karbohidrat menyediakan energi
untuk seluruh jaringan dalam tubuh. Energi didalam tubuh manusi timbul karena
pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Dalam 1 gram karbohidrat
menghasilkan 4 kalori. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam
sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi (Almatsier, 2016).
Fungsi energi yaitu sebagai
berikut:
a.
Sebagai zat tenaga untuk
metabolisme
b.
Sebagai zat tenaga untuk
pertumbuhan.
Sumber energi berupa karbohidrat dan lemak,
yang kaya akan lemak anatara lain lemak/gajih dan minyak, alpokat, biji
berminyak (wijen, bunga matahari, kemiri), santan, coklat, kacang-kacangan
dengan kadar air rendah (kacang tanah dan kacang kedele), dan aneka pangan
produk turunannya. Pangan sumber energi yang kaya karbohidrat anatara lain
beras, jangungm oat, serealia, umbiumbian, tepung, gula.
Asupan energi merupakan salah satu cara untuk menilai konsumsi makanan pada anak. Ada
hubungan yang signifikan antara konsumsi
energi dan kejadian stunting pada
balita. Hal tersebut dikarenakan asupan gizi yang tidak adekuat, terutama dari total
energi, berhubungan langsung dengan deficit pertumbuhan fisik pada anak. Rendahnya konsumsi energi pada kelompok anak balita pendek diperkirakan
karena beberapa
faktor antara lain kurangnya pengetahuan ibu tentang stunting yang berpengaruh dalam
pemberian gizi seimbang pada anak, nafsu makan anak berkurang karena adanya penyakit infeksi (Mugianti, 2018).
Kekurangan energi pada anak balita atau baduta
dapat menyebabkan berat badannya menurun dalam waktu yang sebentar,
terhambatnya pertumbuhan tulang dan menyebabkan gangguan gizi akut seperti gizi
kurang dan gizi buruk. Kelebihan energi akan menyebabkan kegemukan pada balita (Almatsier, 2016).
2.
Asupan Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan
merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air, terdiri dari berbagai jenis
protein yang diperoleh dari berbagai makanan sumber protein baik yang berasal
dari hewai maupun nabati. Selanjutnya tubuh akan memecah protein dari makanan
menjadi unit terkecil, yaitu rantai-rantai asam amino yang dibawa kedalam sel
untuk kemudian digunakan membentuk berbagai jenis protein yang dibutuhkan oleh
tubuh. (Almatsier, 2016).
Fungsi protein yaitu sebagai berikut:
a.
Pertumbuhan dan pemeliharaan
b.
Mengangkut Zat-zat gizi
c.
Pembentukan Antibodi
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein
yang baik, dalam jumlah atau pun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dll. Sumber protein
nabati adalah kacang kedela, tempe, tahun dan kacang-kacangan.
Asupan protein adekuat merupakan hal penting karena protein tidak hanya bertambah,
tapi juga habis digunakan,
sehingga masa sel tubuh dapat berkurang yang menghasilkan pertumbuhan terhambat.
Asupan protein rendah dapat dipengaruhi oleh penyakit infeksi yang terjadi pada anak
stunting mengakibatkan
kurangnya nafsu makan sehingga konsumsi makan
pada anak menjadi berkurang (Mugianti, 2018).
Kekurangan protein pada anak balita dapat menyebabkan pertumbuhan dan
kematangan tulang yang rendah. Anak yang kekurangan protein bisa juga
menyebabkan kwashiorkor dan kurang energi protein (KEP). Berikut adalah tabel Angka Kecukupan Energi dan Protein di Indonesia.
Tabel 2.
Angka Kecukupan Energi dan Protein di Indonesia
Kelompok Umur |
Energi (kkal) |
Protein (g) |
Bayi /Anak |
|
|
0 – 5 bulan |
550 |
9 |
6 – 11 bulan |
800 |
15 |
1 – 3 tahun |
1350 |
20 |
4 – 6 tahun |
1400 |
25 |
Sumber : AKG, 2019
3. Pemberian ASI ekslusif
Menurut World Health Organization (WHO, 2017), menyusui adalah cara yang tak tertandingi
dalam menyediakan makanan yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi
yang sehat, itu juga merupakan bagian integral
dari proses reproduksi dengan implikasi penting bagi kesehatan ibu. Sebagai rekomendasi kesehatan masyarakat
global, bayi harus disusui secara eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan
untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang optimal. ASI
eksklusif merupakan pemberian ASI saja tanpa adanya penambahan cairan lainnya
baik itu susu formula, air putih, air jeruk, madu dan ataupun makanan tambahan
lainnya hingga bayi mencapai usia 6 bulan.
Masalah stunting terutama disebabkan
oleh adanya pengaruh dari pola asuh, cakupan dan kualitas layanan kesehatan,
lingkungan serta ketahanan pangan. Yang termasuk ke dalam pola asuh adalah
inisiasi menyusu dini (IMD), pemberian ASI Eksklusif dari usia 0-6 bulan dan
pemberian ASI dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI) sampai dengan
2 tahun (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2018).
ASI sangat berperan dalam pemenuhan nutrisi
bayi. Konsumsi ASI juga dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi sehingga mampu
menurunkan risiko penyakit infeksi. Sampai usia 6 bulan, bayi direkomendasikan
hanya mengonsumsi Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012, ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada
bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti
dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin dan mineral). Setelah usia
6 bulan, di samping ASI kemudian bisa diberikan makanan tambahan.
4.
Hiegine dan Sanitasi
Lingkungan
Akses terhadap air bersih dan fasilitas
sanitasi yang buruk dapat meningkatkan kejadian infeksi yang dapat membuat
energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi,
zat gizi sulit terserap oleh tubuh, dan terhambatnya pertumbuhan. Ketika anak
anak tumbuh di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, maka resiko mereka
terkena penyakit lebih besar dan kemungkinan mengalami penyakit berulang juga
tinggi, inilah yang menjadi salah satu penyebab terhambatnya pertumbuhan anak
(Kemenkes, 2017).
Komponen
sanitasi :
1) Memilki mata
air yang bersih
2) Memiliki
Jamban keluarga
3) Memiliki
tempat pembuangan sampah rumah tangga
4) Memiliki rumah yang sehat
5) Memiliki
saluran pembuangan air limbah
Saluaran Pembuangan Air Limbah
(SPAL) adalah bangunan yang digunakan untuk mengumpulkan air buangan sisa
pemakaian dari sarana cuci tangan, kamar mandi, dapur, dan lain-lain, sehingga
air limbah tersebut dapat tersimpan atau meresap kedalam tanah dan tidak
menyebabkan penyebaran penyakit serta tidak mengotori lingkungan sekitar.
5.
Penyakit infeksi
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor
penyebab langsung status gizi balita disamping konsumsi makanan. Penyakit
infeksi rentan terjadi dan sering dialami oleh balita. Dimana balita merupakan
kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, salah satu masalah yang
sering dialami pada balita adalah infeksi cacing, diare dan ISPA. Beberapa
penyakit infeksi yang diderita bayi dapat menyebabkan berat badan bayi turun.
Jika kondisi ini terjadi dalam waktu yang cukup lama dan tidak disertai dengan
pemberian asupan yang cukup untuk proses
penyembuhan maka dapat mengakibatkan stunting (Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI, 2018).
Penyebab langsung malnutrisi adalah diet yang
tidak adekuat dan penyakit. Manifestasi malnutrisi ini disebabkan oleh
perbedaan antara jumlah zat gizi yang diserap dari makanan dan jumlah zat gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh. Infeksi klinis dan subklinis yang termasuk ke dalam
framework WHO antara lain penyakit diare, kecacingan, infeksi saluran
pernafasan, dan malaria. Dari beberapa penyakit tersebut, infeksi yang utama
terkait penyebab kejadian stunting adalah infeksi saluran pernafasan dan
penyakit diare (UNICEF, 2015).
Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan
gizi dan kurangnya keadaan gizi dapat menyebabkan seseorang mudah terkena
penyakit infeksi yang dapat menurunkan nafsu makan, gangguan penyerapan dalam
saluran pencernaan atau dapat meningkatkan kebutuhan zat gizi karena adanya
penyakit sehingga kebutuhan gizi tidak terpenuhi (Ariati, 2019).
a. Diare
Menurut World Health Organization
(WHO, 2017), diare adalah kejadian buang
air besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi tiga
kali atau lebih dalam periode 24 jam. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai bakteri, virus dan parasit.
Infeksi menyebar melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi. Selain
itu, dapat terjadi dari orang ke orang sebagai akibat buruknya kebersihan diri
(personal hygiene) dan lingkungan (sanitasi).
Menurut Masriadi (2017), diare sering disertai dengan munculnya tnanda
dan gejala seperti muntah, demam, dehidrasi dan gangguan elektrolit. Keadaan
tersebut merupakan suatu gejala yang terjadi akibat adanya infeksi oleh
bakteri, virus dan parasit perut. Penyakit diare yang spesifik seperti kolera,
shigellosis, salmonellosis, infeksi Escherichia coli, yersiniosis, giardiasis,
enteritis Campylobacter, cryptosporidiosis dan gastroenteropati
Kejadian diare ini dapat menimbulkan efek
jangka panjang berupa defisit pertumbuhan tinggi badan. Selama masa diare yang
dialami oleh balita, maka mineral Zinc akan ikut hilang dalam jumlah yang
banyak sehingga perlu diganti untuk membantu penyembuhan diare pada anak dan
juga menjaga balita tetap sehat dibulan-bulan berikutnya. Dimana pemberian Zinc
ini berguna untuk mengurangi lamanya dan tingkat keparahan diare serta
menghindari terjadinya diare pada 2-3 bulan berikutnya.
b. ISPA
ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut
merupakan suatu penyakit pada saluran pernapasan atas atau bawah, yang biasanya
menular dan dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari
penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan bahkan sampai penyakit yang parah dan
mematikan, semua tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan dan
pejamu. ISPA sering terjadi pada anak-anak. ISPA dikatakan berulang jika dalam 1 tahun
mengalami ISPA sebanyak 6 kali atau lebih. ISPA dapat menjadi salah satu faktor
yang menghambat pertumbuhan pada anak yang bisa berakibat pada keterlambatan
pertumbuhan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Yasinta Betan, dkk (2018), penyakit infeksi (kejadian dan frekuensi
penyakit infeksi) seperti ISPA dan Diare mempunyai hubungan yang signifikan
dengan kejadian malnutrisi pada anak usia 2-5 tahun. Hal ini
dikarenakan anak-anak yang menderita diare dan/atau ISPA mengalami
kekurangan/kehilangan nafsu makan dan malabsorpsi nutrient. Apabila
asupan nutrisi anak tidak adekuat, ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh dan
asupan makanan akan terjadi.
D.
Keranga Teori
Gambar 1.
Kerangka Teori Penyebab Terjadinya Stunting
Sumber: Modifikasi UNICEF (2015), Bappenas
(2018), dan Mugianti
(2018)
E.
Kerangka Konsep
Gambar 2.
Kerangka Konsep Penyebab
Terjadinya Stunting
F.
Definisi Operasional
Tabel 3.
Definisi Operasional
No. |
Variabel |
Definisi Operasional |
Cara Ukur |
Alat Ukur |
Hasil Ukur |
Skala |
1. |
Stunting |
Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang di tandai dengan tinggi
badan yang lebih pendek di bandingkan dengan anak seusianya dengan z-score
<-2SD |
Pengukuran tinggi badan balita dengan menggunakan indeks TB/U |
Mikrotoise |
1. Sangat pendek <-3
SD 2. Pendek -3 SD s.d <-2 SD 3. Normal -2 SD s.d +3 SD 4. Tinggi >+3 SD (Kemenkes, 2020) |
Ordinal |
2. |
Asupan Energi |
Jumlah energi dalam makanan yang di konsumsi selama sehari terhitung
sejak 2 x 24 jam sebelum penelitian di lakukan dalam satuan gram |
Wawancara food recall 2 x 24 jam |
Kuesioner |
1. Sangat kurang, jika hasil recall <70% AKE 2. Kurang, jika hasil recall 70-<100% AKE 3. Cukup, jika hasil recall 100-<130% AKE 4. Lebih, jika hasil recal >130% AKE (SDT, 2014) |
Ordinal |
3. |
Asupan Protein |
Jumlah protein dalam makanan yang di konsumsi selama sehari terhitung
sejak 2 x 24 jam sebelum penelitian di lakukan dalam satuan gram |
Wawancara food recall 2 x 24 jam |
Kuesioner |
1. Sangat kurang, jika hasil recall <80% AKP 2. Kurang, jika hasil recall 80-<100% AKP 3. Cukup, jika hasil recall >100% AKP (SDT,
2014) |
Ordinal |
4. |
Asi Ekslusif |
Air Susu Ibu Ekslusif adalah ASI yang di berikan kepada bayi sejak
dilahirkan sampai berusia 6 bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti
dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan mineral) |
Wawancara |
Kuesioner |
1. Asi Ekslusif 2. Tidak ASI Ekslusif (Permenkes No.33 tahun 2012) |
Ordinal |
5. |
Riwayat Penyakit Infeksi |
Informasi yang diperoleh untuk mendapatkan jawaban mengenai riwayat
penyakit (Diare dan ISPA) yang di alami anak balita dalam 1 bulan terakhir |
Wawancara |
Kuesioner |
1. Ya (jika anak pernah menderita ISPA/diare dalam 1 bulan terakhir) 2. Tidak (jika balita tidak pernah menderita ISPA/diare dalam 1 bulan terakhir) (Faradilah,
2019) |
Ordinal |
6. |
Hygine dan Sanitasi |
Perilaku dalam menerapkan hidup bersih dan sehat serta fasilitas sanitasi
yang ada di lingkungan rumah |
Wawancara |
Kuesioner |
1. Perilaku baik jika nilainya >50% 2. Perilaku kurang jika nilainya <50% (Irianto, 2016) |
Ordinal |
BAB
III
METODE PENELITIAN
A.
Rancangan Penelitian
Jenis
penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Rancangan penelitian
ini untuk mengetahui tentang gambaran stunting balita dengan pengukuran
menggunakan indeks TB/U, gambaran asupan energi dan protein, gambaran riwayat ASI eksklusif, gambaran hiegine dan sanitasi lingkungan, dan gambaran riwayat penyakit infeksi (penyakit
diare dan ISPA) di Pekon Tanjung Jati
Wilayah kerja Puskesmas Pasar Simpang tahun 2022.
B.
Subjek Penelitian
1.
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah balita
yang berusia 24-59 bulan di pekon
Tanjung Jati wilayah kerja puskesmas pasar simpang yang berjumlah 63 anak
balita.
2.
Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel dilakukan karena peneliti
memiliki keterbatasan dalam melakukan penelitian baik dari segi waktu, tenaga,
dana, dan jumlah populasi yang banyak.
Sampel pada penelitian ini menggunakan rumus solvin
dengan derajat kepercayaan 90% dan derajat kesalahan 10%. Jumlah sampel yang
diperoleh dihitung menggunakan rumus berikut:
n = N
1 + N (d)2
n = 63
1 + 63 (0,1)2
n = 63
1 + 63 (0,01)
n = 38,65 ≈ 39 orang
Keterangan:
N = Populasi
n = Besar sampel
d = Derajat ketepatan yang
diinginkan
3.
Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan Simple Random Sampling. Simple Random Sampling adalah
suatu teknik pengambilan sampel secara acak, dimana setiap elemen atau anggota
populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Teknik
sampel ini dilakukan karena sampelnya tidak terlalu banyak.
C.
Waktu dan Tempat Penelitian
1.
Tempat
Penelitian ini dilakukan di Pekon Tanjung Jati
wilayah kerja Puskesmas Pasar Simpang.
2.
Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan
November-Desember 2022 dan dilanjutkan pada bulan April-Mei 2023.
D.
Pengumpulan Data
1.
Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari responden setelah melakukan
kunjungan langsung ke lokasi penelitian dengan meminta persetujuan terlebih
dahulu kepada responden untuk bersedia menjadi responden dan diwawancarai
sesuai dengan yang ada di kuisioner. Kuesioner berupa pertanyaan meliputi data
antropometri indeks TB/U, gambaran asupan energi dan protein, gambaran riwayat ASI eksklusif, gambaran hiegine dan sanitasi lingkungan, dan gambaran riwayat penyakit infeksi (penyakit
diare dan ISPA).
2.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai
tangan kedua). Data sekunder pada penelitian ini meliputi data jumlah populasi
dan sampel yang diperoleh dari Puskesmas Pasar Simpang, Kecamatan Kotaagung
Timur, Kabupaten Tanggamus.
3.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,
lengkap, dan sistematis sehingga lebiih mudah diolah. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
a.
Mikrotoise dalam
pengukuran tinggi badan balita
b.
Kuesioner, untuk
mengetahui gambaran asupan energi dan protein, gambaran riwayat ASI eksklusif, gambaran hiegine dan sanitasi lingkungan, dan gambaran riwayat penyakit infeksi (penyakit
diare dan ISPA).
E.
Pengolahan Data
1.
Editing
Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan
isian formulir atau kuesioner apakah jawaban yang sudah ada di kuesioner sudah
lengkap (semua pertanyaan terisi jawabannya), jelas (jawaban bisa dibaca dan
dimengerti), relevan (jawaban sesuai dengan pertanyaan).
2.
Coding
Coding adalah kegiatan mengubah data bentuk
huruf menjadi data bentuk angka atau bilangan. Coding digunakan untuk
mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entri data.
Pengkodean untuk setiap variabel sebagai berikut:
a.
Stunting
Penentu status gizi stunting dilihat
berdasarkan TB/U. Hal tersebut akan dibandingkan menurut kategori dengan coding
sebagai berikut:
1 = Sangat pendek
<-3 SD
2 = Pendek -3 SD sd <-2 SD
3 = Normal -2 SD s.d +3 SD
4 = Tinggi >+3 SD
(Kemenkes, 2020)
b.
Asupan energi
Penentu asupan energi dapat dilihat
berdasarkan wawancara food recall 2 x 24 jam. Hal tersebut akan dibandingkan
menurut kategori dengan coding sebagai berikut:
1 = Sangat kurang, jika hasil recall <70% AKE
2 = Kurang, jika hasil recall 70-<100% AKE
3 = Cukup, jika hasil recall 100-<130% AKE
4 = Lebih, jika hasil recal >130% AKE
(SDT, 2014)
c.
Asupan protein
Penentu asupan protein dapat dilihat
berdasarkan wawancara food recall 2 x 24 jam. Hal tersebut akan dibandingkan
menurut kategori dengan coding sebagai berikut:
1 = Sangat kurang, jika hasil recall <80% AKP
2 = Kurang, jika hasil recall 80-<100% AKP
3 = Cukup, jika hasil recall >100% AKP
(SDT, 2014)
d.
Riwayat ASI Ekslusif
Penentu ASI dapat dilihat berdasarkan
pemberian ASI selama 6 bulan pertama tanpa menambahkan dan/atau mengganti
dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan mineral). Hal
tersebut akan dibandingkan menurut kategori dengan coding sebagai berikut:
1 = Asi Ekslusif
2 = Tidak ASI Ekslusif
(Permenkes No.33 tahun 2012)
e.
Hiegine dan Sanitasi
Lingkungan
Tingkat hiegine dan sanitasi lingkungan dapat
dilihat berdasarkan perilaku hidup sehat dan fasilitas sanitasi yang ada di
lingkungan rumah. Hal tersebut akan dibandingkan menurut kategori dengan coding
sebagai berikut:
1 = Perilaku baik jika nilainya >50%
2 = Perilaku kurang jika nilainya <50%
(Irianto, 2016)
f.
Riwayat Penyakit Infeksi
Penentu riwayat penyakit infeksi dapat dilihat
berdasarkan riwayat penyakit (Diare dan ISPA) yang di alami anak balita 1
tahun terakhir. Hal tersebut akan
dibandingkan menurut kategori dengan coding sebagai berikut:
1 = Ya (jika anak pernah menderita ISPA/diare dalam 1 bulan terakhir)
2 = Tidak
(jika balita tidak pernah menderita ISPA/diare dalam 1 bulan terakhir)
(Faradilah, 2019)
3.
Processing
Pemrosesan data yang dilakukan dengan cara
mengentry data dari jawaban responden dalam bentuk kode (angka atau huruf)
kedalam program komputer. Pemrosesan ini dilakukan agar data yang sudah di entry
dapat dianalisis.
4.
Cleaning
Setelah diberikan kode dan dimasukkan kedalam
perangkat komputer selanjutnya dilakukan cleaning atau pembersihan data yang
merupakan kegiatan pencegahan kembali data yang sudah di entry apakah
ada kesalahan, hasil pengolahan data yang sudah jadi kemudian dilakukan
pengoreksian.
F.
Analisis Data
Analisis
univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel penelitian. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan semua
variabel yaitu gambaran asupan energi dan protein, pola asuh, dan riwayat
penyakit infeksi dengan kejadian stunting di Pekon Tanjung Jati wilayah kerja
Puskesmas Pasar Simpang, Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier,
Sunita. (2016). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta
AsDI, IDAI, & PERSAGI. (2016). Penuntun Diet Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Bappenas. (2018). Rencana Aksi Nasional Dalam Rangka
Penurunan Stunting. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Betan, Y.,
& dkk. (2018). Hubungan Antara Penyakit Infeksi dan Malnutrisi pada Anak
Usia 2-5 Tahun. Jurnal Ners LENTERA, 06, 1-9.
Desyanti, C.,
& Nindya, T.S. (2017). Hubungan Riwayat Penyakit Diare dan Praktik Higiene dengan
Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Simolawang, Surabaya. DOI: 10.2473/amnt.vl i3.2017.243-251. Amerta
Nutr. 2017:243-51.
Faradilah, Ike. Hubungan Kejadian Stunting dengan Frekuensi dan Durasi
Penyakit Diare dan ISPA Pada Anak Usia Toodler di Wilayah Kerja Puskesmas
Kenjeran Surabaya. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya.
Irianto, Agus.
(2016). Statistik Konsep Dasar, Aplikasi dan Pengembangannya. Jakarta:
Kencana.
Kemendikbud, (2019). Pendidikan dan Pembangunan Bangsa Bebas dari Stunting. Majalah Jendela-BKLM Kemendikbud
Kementerian
Kesehatan RI. (2017). Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2016.
Kementerian
Kesehatan RI. (2018). Intervensi Komunilkasi Perubahan Perilaku Untuk
Pencegahan Stunting: Pola Konsumsi, Pengasuhan, Hiegenis Pribadi dan
Lingkungan. Jakarta : Bidang IV Tim Promosi Kesehatan.
Kementerian
Kesehatan RI. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kementerian
Kesehatan RI. (2018). Pedoman Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Dalam
Percepatan Pencegahan Stunting Di Indonesia.
Kementerian
Kesehatan RI. (2019). Pedoman Pelatihan Konseling Pemberian Makan Bayi dan
Anak (PMBA).
Kementerian
Kesehatan RI. (2020). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak.
Kementerian
Kesehatan RI. (2021). Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI)
Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Tahun 2021.
Kementerian
Kesehatan RI. (2022). Cegah Stunting Itu Penting. Direktorat Jendral Pelayanan
Kesehatan.
Masriadi.
(2017). Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: PT Rajagrafindo Persada.
Mugianti, S.,
& dkk. (2018). Faktor Penyebab Anak Stunting Usia 25-60 Bulan di
Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar. Jurnal Ners dan Kebidanan, 5, 268-278.
Peraturan
Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pentelenggaraan Program
Indonesia Sehat Dengan Pemdekatan Keluarga.
PP No. 33
Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.
Pusdatin,
2018. Topik Utama: Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia.
Availableat:https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/Buletin-Stunting-
2018.pdf
Studi Diet
Total. (2014). Survei konsumsi makanan individu Indonesia 2014
Sustainable, T., & Goals, D. (2016). The sustainable development
goals report 2016. The Sustainable
Development Goals Report 2016.
Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan RI (TNP2K). (2017). 100 Kabupaten/kota
prioritas untuk intervensi anak kerdil (stunting). Jakarta: Sekretariat
Wakil Presiden Republik Indonesia.
UNICEF.
(2015). UNICEF's Approach to Scaling Nutrition for Mother and Their Child.
New York: Programme Division.
World Health
Organization (WHO). (2017). Exclusive
Breastfeeding For Optimal
Growth, Development And Health Of Infants. In: WHO. 2017;
1-3.
World Health
Organization (WHO). (2017). Diarrhoeal Disease. Available from: https://www.who.int/newsroom/fact-sheets/detail/diarrhoeal-disease
World Health
Organization (WHO). (2020). Child
Growth Standards
Lampiran 1. Lembar Kuesioner Balita
Desa : Nama
Responden :
RT : Nama
Pewawancara :
Tgl. Wawancara :
1.
Ayah Balita
c.
Pendidikan : SD / SMP / SMA / PT
e.
Pendapatan : Rp.................................................... /
hari / minggu / bulan
2.
Ibu Balita
a. Nama :
b. Umur :
c. Pendidikan :
SD / SMP / SMA / PT
d. Bekerja :
ya / tidak
e. Pendapatan :
Rp.................................................... / hari / minggu / bulan
B.
Identitas Balita
2. Jenis
kelamin : laki-laki / perempuan
4. Umur :
2.
Status gizi berdasarkan indeks TB/U :
D.
Makanan Balita
1.
Asupan zat gizi : lakukan
wawancara menggunakan formulir food recall 24 jam
2.
ASI eksklusif
a. Apakah sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan selalu
diberikan ASI saja? Ya/Tidak
b. Sejak kapan anak diberikan makanan selain ASI? >6
bulan/<6 bulan
E.
Riwayat penyakit
Balita
Dalam 1 bulan terakhir apakah Balita pernah mengalami
penyakit infeksi berikut ini?
No |
Penyakit infeksi |
Tanda &
gejala |
Ya |
Tidak |
1 |
Diare |
Dalam 1 bulan terakhir, apakah balita pernah
mengalami gejala diare seperti BAB cair dengan atau tanpa bercampur darah >
3 kali/hari? |
|
|
2 |
ISPA |
Dalam 1 bulan terakhir, apakah balita pernah
mengalami gejala ISPA seperti demam, batuk, pilek dan/atau sakit tenggorokan, yang berlangsung kurang lebih 14 hari? |
|
|
F.
Higiene &
Perilaku Sehat
1.
Apakah anggota
keluarga terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum makan? Ya / Tidak
2.
Apakah keluarga
anda biasa minum dengan air yang dimasak lebih dahulu? Ya / Tidak
3.
Apakah keluarga anda biasa BAB di jamban? Ya / Tidak
4.
Apakah keluarga
anda biasa cuci tangan dengan sabun setelah BAB? Ya / Tidak
5.
Apakah keluarga
anda rutin membersihkan rumah tiap hari? Ya / Tidak
6.
Apakah ada anggota keluarga Anda yang merokok? Ya / Tidak
7.
Apakah sumber air
bersih rumah tangga? Sumur gali / sumur bor / PAM / air sungai / lainnya
(sebutkan)
...............................................................................................................
8.
Bagaimana kualitas
air bersih yang dipakai sehari-hari? (jawaban bisa lebih dari satu) Tidak berasa /
tidak berbau / tidak berwarna (jernih) / berbau / keruh / lainnya (sebutkan)
...............................................................................................................
9.
Bagaimana kondisi
kamar mandi keluarga? (jawaban bisa lebih dari satu) ada / tidak ada / di dalam rumah /
di luar rumah / terbuka / tertutup / tanah / semen / keramik / lainnya (sebutkan)
...............................................................................................................
10.
Bagaimana kondisi
saluran pembuangan air limbah rumah tangga? (jawaban bisa lebih dari satu) ada
/ tidak ada / tergenang di pekarangan / dialirkan ke kebun-selokan-sungai /
dibuat saluran khusus.
11.
Bagaimana kondisi
jamban keluarga? (jawaban bisa lebih dari satu) ada / tidak ada / di dalam
rumah / di luar rumah / terbuka / tertutup / cemplung / kloset / keramik /
lainnya (sebutkan)
.............................................................................................................
12.
Bagaimana kondisi
tempat pembuangan sampah rumah tangga? (jawaban bisa lebih dari satu) ada /
tidak ada / terbuka / tertutup / lainnya (sebutkan)
............................................................................................................
13.
Bagaimana kondisi
umum rumah? (jawaban bisa lebih dari satu) sederhana / semi
permanen / permanen /lainnya (sebutkan)
..................................................................
...... ..................................
14.
Bagaimana kondisi
lantai rumah? (jawaban bisa lebih dari satu) tanah / semen / keramik/lainnya
(sebutkan)
...................................................................
........................... .............
15.
Bagaimana kondisi
ruangan di dalam rumah? (jawaban bisa lebih dari satu) terang / redup / nyaman
/ lembab / panas / bersih / kotor / lainnya (sebutkan)
Lampiran 2. Formulir Food Recall 24
Jam
FORMULIR FOOD RECALL 24
JAM
WAKTU |
MENU |
BAHAN MAKANAN |
URT |
GRAM |
|
|
|
|
|
Pewawancara,
....................
Lampiran 3. Naskah PSP
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
Saya Afwina Syifa berasal dari Program Studi DIII Gizi Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang akan mengadakan penelitian dengan judul “Gambaran
Asupan Energi Dan Protein, Pola Asuh, Dan Riwayat Penyakit Infeksi Dengan Kejadian Stunting Balita Usia 24-59 Bulan
di Pekon Tanjung Jati Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Simpang”. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2023 di Pekon
Tanjung Jati. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang asupan energi dan protein, pola asuh, dan riwayat penyakit infeksi dengan kejadian stunting balita usia 24-59 bulan
di pekon tanjung jati wilayah kerja puskesmas pasar simpang.
Sasaran penelitian ini adalah 39 balita berusia 24-59 bulan yang berdomisili di Pekon Tanjung Jati Wilayah
Kerja Puskesmas Pasar Simpang. Terhadap ibu balita akan dilakukan
wawancara tentang asupan
energi dan protein, pola asuh, dan riwayat
penyakit infeksi, serta akan dilakukan pengukuran tinggi badan untuk menghitung
status gizinya.
Manfaat dari penelitian
ini adalah diketahuinya asupan
energi dan protein, pola asuh, dan riwayat
penyakit infeksi dengan kejadian stunting balita usia 24-59 bulan berdasarkan
wawancara, serta tidak ada risiko
yang ditimbulkan.
Wawancara diperkirakanakan memerlukan waktu sekitar
satu jam per responden.
Oleh karena itu, saya sangat berharap partisipasi Ibu/Bapak
yang bersifat sukarela
tanpa paksaan dan bila tidak berkenan dapat menolak dan sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri tanpa sanksi apapun.
Semua informasi
wawancara yang Ibu/Bapak
berikan akan dijaga kerahasiannya dan apabila ada pertanyaan yang terkait survei ini dapat menghubungi saya, Afwina Syifa (HP 082282048514).
Lampiran 4. Form Informed
Consent
INFORMED CONSENT
Yang bertanda tangan dibawah
ini:
Nama :
TTL :
Alamat :
Menyatakan ketersediaan untuk dijadikan sebagai responden penelitian Mahasiswa Jurusan DIII Gizi Politeknik Kesehatan Tanjungkarang dengan judul “Gambaran Asupan Energi Dan Protein, Pola Asuh, Dan Riwayat Penyakit Infeksi Dengan Kejadian
Stunting Balita Usia 24-59 Bulan di Pekon Tanjung Jati Wilayah Kerja Puskesmas
Pasar Simpang”.
Kerahasiaan informasi dan identitas responden dijamin oleh peneliti dan
tidak akan disebar luaskan baik melaui media massa ataupun elektronik.
Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Bandar Lampung, November 2022
Responden
(.....................)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar