Rabu, 28 Desember 2022

proposal HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUMAH SAKIT UMUM HANDAYANI KOTABUMI LAMPUNG UTARA TAHUN 2023

 

 

 

 

HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUMAH SAKIT UMUM HANDAYANI KOTABUMI LAMPUNG UTARA TAHUN 2023

 

 

 

 

 

PROPOSAL SKRIPSI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

POLTEKKES TANJUNGKARANG KEMENKES RI

JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

PRODI SARJANA TERAPAN  KEPERAWATAN

BANDARLAMPUNG

2023

 



BAB l

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

      Pembedahan adalah tindakan medis yang menggunakan prosedur invasif untuk membuka dan merawat bagian tubuh yang akan dioperasi. Pembukaan bagian tubuh ini biasanya dilakukan dengan membuat sayatan yang akan dioperasi, dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan luka dan penjahitan (Sjamsuhidajat, 2011). Keperawatan perioperatif merupakan fase awal dari keperawatan perioperatif. Fase pra operasi dimulai ketika keputusan untuk melakukan intervensi bedah dibuat. Kecemasan adalah respons adaptif normal terhadap stres bedah (Tulloch, 2018.). Penanganan kecemasan pasien perlu dilakukan oleh perawat secara care. Perawat yang peduli adalah sikap peduli yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan pasien. Perilaku peduli sebagai bentuk perilaku peduli, perhatian pada orang lain, berpusat pada orang lain, menghargai harga diri dan memanusiakan, komitmen untuk menghormati martabat keberadaan kesejahteraan yang apresiatif (Ananda, 2018).

      Jumlah operasi di dunia sangat besar, dengan studi tahun 2017 di 195 negara menyebutkan jumlah operasi mencapai 397 juta per tahun, hampir 2 kali jumlah kelahiran per tahun. Dalam penelitian di negara industri, tingkat komplikasi pembedahan diperkirakan 3-16% dengan mortalitas 0,4-0,8%. Tingginya tingkat komplikasi dan kematian akibat pembedahan berarti bahwa pembedahan harus menjadi perhatian kesehatan global (WHO., 2017.). Pembedahan atau prosedur operatif, baik elektif maupun darurat, merupakan kejadian kompleks yang mempengaruhi pasien dengan stress dan efek fisik dan psikologis, salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan adalah respons terhadap ancaman yang sumbernya tidak diketahui, kadang-kadang ambigu dan menimbulkan perasaan tidak nyaman dan rasa terancam. Menurut (Arbani, 2015.), Penatalaksanaan kecemasan meliputi psikoterapi, farmakologi, dan pendekatan suportif yang berkaitan dengan perilaku caring oleh perawat.


       Perilaku caring perawat merupakan faktor penting dalam mengatasi kecemasan pasien operasi karena perawat memiliki kesempatan untuk memberikan pelayanan kesehatan berupa asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu pasien mengatasi kecemasan dengan memenuhi kebutuhan dasar pasien 24 jam sehari secara holistik dan peduli (Ananda, 2018). Kecemasan adalah perasaan tegang, gelisah, gugup yang dapat bervariasi intensitasnya (Bedaso, 2019.). Menurut Stuart (2016) kecemasan adalah perasaan takut yang samar-samar, diikuti dengan ketidakpastian, perasaan tidak berdaya dan kurangnya suatu hal tertentu. Kecemasa kemudian dapat diartikan sebagai respon terhadap rangsangan eksternal ataupun internal yang meliputi gejala perilaku, emosi, kognitif, dan fisik (Mulugeta, 2018.).

       Menurut American Psychiatric Association Kecemasan merupakan reaksi yang wajar, emosional, dan menghadapi bahaya yang nyata (Woldegerima, 2018). Kecemasan adalah jenis gangguan psikologis yang umum dengan tingkat prevalensi seumur hidup rata-rata 16% dan maksimum 31% (Starke, 2019.). Menurut WHO, pada tahun 2020 diperkirakan kecemasan akan menjadi penyebab utama terjadinya kecacatan di seluruh dunia, yang berkontribusi sekitar 15% dari morbiditas global. Menurut (Vellyana, 2017.) Diperkirakan lebih dari 28% orang di Amerika Serikat mengalami kecemasan orang dewasa saat usia 18 tahun. Berdasarkan pada data Riskesdas tahun 2018, terlihat bahwa prevalensi kecemasan di Indonesia pada saat usia 15 tahun ke atas mencapai nilai 9,8%. Angka ini meningkat 6% dibandingkan dengan tahun 2016. Sedangkan di Jawa Timur, prevalensi kecemasan tercatat sebesar 7,5%. Serta prevalensi kecemasan pada usia 15 tahun ke atas di Kabupaten Jemba diketahui sebesar 12,5%  (Kesehatan RI, 2018.). Perasaan cemas merupakan perasaan yang sering dialami oleh pasien selama dirawat di rumah sakit. Kecemasan yang ada pada rumah sakit dapat terjadi di semua pengaturan medis seperti perawatan di ruang gawat darurat, rawat inap atau operasi. Ini adalah contoh kecemasan yang dirasakan seseorang saat memasuki fasilitas kesehatan (Amiman, 2019.).

       Hasil penelitian terhadap pasien operasi di RSUP Sanglah Denpasar menunjukkan bahwasanya pasien yang mengalami kecemasan sebanyak 91,1% dengan tingkat kecemasan ringan 31,15%, kecemasan sedang 44,4% dan panik 6,7% (Artini, 2017.). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Nisa dkk.,(2018) di RSUD dr. H. Soewondo Kendal didapatkan hasil bahwa tingkat kecemasan pasien operasi berada pada rentang kecemasan sedang yaitu 112 dari 167 responden (67,1%) dan 32,9% mengakibatkan kecemasan berat. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% pasien yang menjalani operasi mengalami kecemasan. Beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pembedahan, pengalaman pembedahan sebelumnya, dan status ekonomi akan mempengaruhi tingkat kecemasan pasien sebelum pembedahan (Mulugeta, 2018.)

         Menurut Artini dkk. (2017), Pasien memiliki berbagai macam alasan kecemasan atau ketakutan saat menjalani operasi, antara lain kecemasan karena nyeri, kecemasan terhadap body image seperti organ yang cacat atau tidak dapat berfungsi normal, ketakutan terhadap instrumen bedah, ketakutan akan kematian saat anestesi, dan ketakutan akan operasi yang gagal Kecemasan pada pasien pasca operasi dapat dilihat dari karakteristik fisik, perilaku dan kognitif mereka. Seseorang yang cemas dapat menunjukkan tanda dan gejala seperti peningkatan denyut nadi dan laju pernapasan, gerakan tangan yang tidak terkendali, telapak tangan berkeringat, susah tidur, sering bertanya, dan peningkatan keinginan untuk buang air kecil (Aliftitah, 2017.).

         Beberapa pasien yang mengalami kecemasan berat terpaksa harus menunda jadwal operasi karena pasien merasa belum siap secara mental untuk dilakukan operasi, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa 42% dari 200 pasien sebelumnya pernah menunda operasi karena alasan psikologis dan alasan emosional operasi (Artini dkk., 2017). Kecemasan dapat menyebabkan perubahan fisik dan emosional yang pada akhirnya mempengaruhi prosedur pembedahan, seperti menunda atau membatalkan operasi. Kecemasan pra operasi dapat dikaitkan dengan berbagai masalah termasuk nyeri pasca operasi, mual dan muntah pasca operasi, dan dapat memperpanjang pemulihan dan rawat inap (Sulastri, 2019.). Keperawatan perioperatif adalah fungsi keperawatan yang meliputi tahap pra, intra, dan pasca operasi. Dalam memenuhi tanggung jawabnya, perawat dapat berperan sebagai care provider, advokat, konselor, dan edukator. Peran perawat sebagai caregiver selama fase operatif sangat penting dalam mengurangi perasaan cemas dan efek pemberian pelayanan keperawatan farmakologi dan non farmakologi (Asmaningrum, 2012.). Pelayanan yang dilakukan oleh perawat dapat tercermin dalam perilaku peduli.

         Penelitian dilakukan pada 60 pasien katarak pra operasi di Ruang Kenanga RSUD Dr. H. Soewondo Kendal menemukan bahwa hasil perilaku peduli rendah lebih tinggi daripada tinggi, dengan 66,7% mengatakan mereka memiliki perilaku peduli rendah dan 33,3% memiliki perilaku peduli tinggi (Nurahayu, 2019.). Caring merupakan inti dari keperawatan yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menunjukkan perhatian, kepedulian atau dedikasi kepada orang lain (Budiannur., 2014.). Caring merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang meningkatkan kualitas dan kepedulian terhadap pasien melalui kasih sayang dan keramahan yang dilakukan oleh perawat (Nurahayu, 2019.). Tujuan perawat adalah memberikan perawatan pra operasi kepada pasien sehingga pasien merasa nyaman dan siap untuk operasi (Wijayati, 2019.). Perilaku caring perawat terjadi ketika perawat memberikan kenyamanan dan keamanan, perhatian, kasih sayang, kepercayaan, perhatian, dukungan, empati, perlindungan, sentuhan, percaya diri, dan menjadi fasilitator bagi pasien. Perilaku ini akan mendorong pasien untuk mengatasi kecemasan (Firmansyah, 2019.).

         Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prihandhani dkk. (2015) Mengenai perilaku caring di Rumah Sakit Umum Ganesha, Guyana, didapatkan hasil bahwa 43,7% perawat memiliki perilaku caring yang rendah. Studi oleh Paputungan dkk.(2018) di ruang rawat inap RSU GMIM Pancaran Kasih Manado diketahui dari 78 responden, 44 (56,4%) menilai asuhan keperawatan baik, sedangkan 34 responden (43,6%) kurang baik. Selanjutnya gambaran perilaku caring perawat bedah di ruang operasi instalasi bedah sentral RSUD Abdul Wahab Zahrani Samarinda menunjukkan 62% kurang perawatan. (Budiannur., 2014.) Penelitian dilakukan pada 60 pasien katarak pra operasi di ruang Kenanga RSUD. H. Soewondo Kendal menemukan bahwa hasil perilaku peduli yang rendah lebih tinggi daripada yang tinggi, dengan 66,7% mengatakan mereka memiliki perilaku peduli yang rendah dan 33,3% perilaku peduli yang tinggi (Nurahayu dan Sulastri, 2019). Dari hasil berbagai penelitian tentang caring terlihat bahwa perilaku caring perawat menurut pasien masih tergolong kurang caring.

         Rumah Sakit Umum Handayani merupakan salah satu rumah sakit yang ada di Kotabumi Lampung Utara yang telah lulus akreditasi 5 pelayanan dasar,dan sekarang telah menjadi rumah sakit tipe C. Menurut informasi yang diterima oleh peneliti bahwa di RSU Handayani belum ada yang meneliti tentang perilaku caring perawat. Sehingga belum diketahui apakah prilaku caring perawat di rumah sakit tersebut tergolong rendah, sedang, ataupun tinggi. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara.

 

B.     Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada hubungan perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara ?

 

C.    Tujuan Penelitian

1.      Tujuan Umum

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara.

 

2.      Tujuan Khusus

a.       Untuk mengidentifikasi perilaku caring perawat diruang perawatan bedah Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara.

b.      Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien pre operasi di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara.

c.       Untuk mengetahui hubungan  perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara.

 

D.    Manfaat Penelitian

1.      Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan, yang dapat memberikan gambaran dan pengetahuan serta menambah wawasan yang lebih luas tentang pentingnya perilaku caring behavior perawat untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien operasi.

2.      Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan masukan terkait pelaksanaan asuhan keperawatan terkait masalah perilaku caring perawat sehingga dapat diambil kebijakan untuk mengatasi kecemasan dan meningkatkan pelayanan keperawatan khususnya perilaku caring untuk menurunkan kecemasan pasien pre operasi.

 

E.     Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelasional menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani tindakan operasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pegambilan sampling purposive ( purposive sampling). Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan Antara perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara Tahun 2023. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari – Maret tahun 2023 di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara

 

 

 


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

 

 

A.    Konsep Kecemasan

1.      Pengertian kecemasan

Kecemasan merupakan ketakutan yang bercampur baur samar-samar dan berhubungan dengan perasaan ketidakpastian dan tidak berdaya, perasaan terisolasi, pengasingan dan kegelisahan. Kecemasan merupakan pengalaman yang menjengkelkan dimulai dari bayi dan berlanjut disepanjang kehidupan (Stuart G. W., 2015.). Ansietas merupakan perasaan yang tidak  menentu  dan  tidak jelas yang dihasilkan dari antisipasi adanya bahaya atau ancaman. Kecemasan adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah dan aktivasi sistem saraf autonom dalam merespon ancaman yang tidak jelas. Kecemasan merupakan respon subjektif terhadap stres yang akan menyebabkan seseorang merasa prihatin, kesulitan, ketidakpastian atau ketakutan yang terjadi akibat ancaman nyata yang dirasakan (Potter P. A., 2015.).

Kecemasan merupakan suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi (Nevid, 2003.). Kecemasan adalah rasa khawatir, rasa takut yang tidak jelas sebabnya. Pengaruh kecemasan terhadap tercapainya kedewasaan merupakan masalah penting dalam perkembangan kepribadian. Kecemasan merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku (Gunarsa, 2012.). Kecemasan adalah ketakutan yang tidak nyata, suatu perasaan terancam sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang sebenarnya mengancam (Sobur, 2013.).

Reaksi kecemasan tersebut dapat dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, seperti gejolak emosi yang sangat fluktuatif sehingga berdampak negatif terhadap penampilannya ataupun muncul reaksireaksi fisiologis seperti kekakuan otot yang tentu berpengaruh buruk terhadap penampilan. Kecemasan dasar dibarengi permusuhan dasar, berasal dari perasaan marah, suatu presdiposisi untuk mencurigai orang lain (Alwisol, 2011.). Kecemasan sebagai kesadaran bahwa kejadian yang diharapkan pada seseorang berada di luar jangkauan praktis dari sistem konstruksi tersebut. Kecemasan patologis hadir saat konstruksi seseorang yang tidak sepadan tidak lagi dapat ditoleransi dan sistem konstruksi orang tersebut mulai runtuh (Fist, 2010.). Individu yang cemas akan memfokuskan perhatiannya pada bencana yang dihadapi, dan ketidakmampuannya untuk mengatasi hal tersebut, dibandingkan dengan fokus pada apa yang akan dilakukan untuk mengatasi situasi tersebut (Cervone, D., Dan Pervin,L. A., 2012.)

 

2.      Tingkat Kecemasan

a.                        Tingkatan kecemasan dapat dikelompokkan dalam beberapa tingkatan diantaranya yaitu kecemasan ringan (Mild anxiety), kecemasan sedang (Moderate anxiety) dan kecemasan berat (Severeanxiety) (Savitri., 2008.). Menurut Hurclock (2013), tingkat kecemasan dapat dikelompokkan menjadi tingkat kecemasan ringan, tingkat kecemasan sedang, tingkatan kecemasan berat, dan panik. Tingkat kecemasan ringan dihubungkan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang lebih waspada serta meningkatkan ruang persepsinya. Tingkat kecemasan sedang menjadikan seseorang untuk terfokus pada hal yang dirasakan penting dengan mengesampingkan aspek hal yang lain, sehingga seseorang masuk dalam kondisi perhatian yang selektif tetapi tetap dapat melakukan suatu hal tertentu dengan lebih terarah. Tingkatan kecemasan berat dapat menyebabkan seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang lebih terperinci, spesifik serta tidak dapat berpikir tentang perihal lain serta akan memerlukan banyak pengarahan agar dapat memusatkan perhatian pada suatu objek yang lain. Panik merupakan bentuk ansietas yang ekstrim, terjadi disorganisasi dan dapat membahayakan dirinya. Individu tidak dapat bertindak,agitasi atau hiperaktif. Ansietas tidak dapat langsung dilihat, tetapi dikomunikasikan melalui perilaku klien/individu, seperti tekanan darah yang meningkat, nadicepat, mulut kering, menggigil, sering kencing dan pening. Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa terdapat tiga tingkatan kecemasan, yaitu kecemasan ringan (mild anxiety),kecemasan sedang (moderate anxiety), kecemasan berat (severe anxiety), dan panik. Menurut Stuart

Menurut Stuart (2016) tingkat kecemasan terbagi menjadi:

1)      Kecemasan ringan

Kecemasan ringan terjadi ketika ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kecemasan, seseorang akan menjadi waspada dan meningkatkan bidang persepsi. Kecemasan pada tingkat ringan dapat memotivasi belajar dan mengarah pada pertumbuhan dan kreativitas.

2)      Kecemasan sedang

Pada tingkat kecemasan sedang, seseorang akan fokus pada hal yang nyata dan mengabaikan yang lainnya. Bidang persepsi seseorang menyempit sehingga orang tersebut kurang mampu melihat, mempersepsi atau mendengar. Seseorang pada level ini masih mampu mengikuti perintah saat diarahkan.

3)      Kecemasan berat

Kecemasan yang parah akan sangat mengurangi bidang persepsi pribadi. Seseorang cenderung berfokus pada hal-hal yang detail dan spesifik dan tidak dapat memikirkan hal yang lain. Semua langkah yang diambil ditujukan mengurangi ketegangan dan butuh banyak arahan untuk focus ke area lain.

4)      Tingkat panik

Terkait dengan ketakutan dan ketakutan, seseorang akan kehilangan kendali diri, dan tidak akan mampu melakukan apapun bahkan dengan instruksi. Kepanikan ini dapat menyebabkan peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan berkurangnya pemikiran rasional. Respon individu terhadap kecemasan berkisar dari kecemasan ringan hingga panik.

b.      Menurut Freud

Menurut Freud dalam Starkstein (2018) kecemasan dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:

1)      Kecemasan objektif

Kecemasan objektif adalah sesuatu yang dirasakan karena adanya bahaya dari luar. Bahaya adalah suatu kondisi yang dirasakan seseorang dan dapat mengancam. Perasaan cemas terjadi ketika seseorang berada pada objek atau situasi tertentu yang dianggap berbahaya. Misalnya seorang anak takut brada di ruangan gelap. Kecemasan pre operasi juga merupakan contoh kecemasan objektif.

2)      Kecemasan neurotis

Kecemasan saraf adalah kecemasan yang disebabkan oleh bahaya dari dalam atau bawaan. Kecemasan ini terdiri dari 3 bagian yaitu:

·     Kecemasan yang disebabkan oleh penyesuaian terhadap lingkungan. Siapapun yang mengalami kecemasan ini akan merasa cemas karena mengira akan terjadi sesuatu pada dirinya.

·     Kecemasan yang tidak rasional atau phobia. Ketakutan di besar-besarkan, seperti saat seseorang berlari dan berteriak saat melihat karet.

·     Reaksi gugup yaitu reaksi yang terjadi secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.

3)      Kecemasan moral

Kecemasan yang disebabkan oleh sifat pribadi seseorang. Sifat-sifat seperti benci, iri hati, dendam, marah dan lain-lain akan membuat seseorang merasa khawatir, cemas dan gelisah

 

3.      Penyebab Kecemasan

Menurut Stuart (2016) penyebab kecemasan dapat dibagi menjadi 2  kategori, yaitu:

a.       Faktor Predisposisi

1)      Biologis

Perubahan pada berbagai sistem termasuk sistem GABA (Neurotransmitter gama-aminobutirat acid) dapat menyebabkan kecemasan. GABA berperan dalam mengatur aktivitas neuron yang menciptakan situasi yang memicu kondisi kecemasan.

2)      Keluarga

Lingkungan yang dimana ada interaksi atau konflik keluarga yang dapat menimbulkan kecemasan pada diri seseorang.

3)      Psikologis

Siapa pun yang sedang dalam kecemasan parah di awal kehidupan sering mengalami kecemasan di kemudian hari. Harga diri juga bisa menjadi faktor kecemasan seseorang. Orang dengan harga diri rendah sangat mudah mengalami kecemasan. Selain itu juga, faktor ketahanan terhadap stres juga dapat mempengaruhi terjadinya kecemasan.

4)      Perilaku

Apapun yang mengganggu pencapaian tujuan yang diingikan dapat menyebabkan kecemasan.

b.      Faktor Presipitasi

1)      Ancaman Integritas Fisik

Ancaman termasuk potensi cacat fisik atau pengurangan kegiatan sehari-hari. Ancaman bisa datang dari dalam seperti, sistem kekebalan tubuh, pengaturan suhu, atau dari luar seperti, infeksi, cedera, dan resiko keamanan.

 

 

 

2)      Ancaman terhadap Sistem Diri

Ancaman terhadap pengaturan diri termasuk ancaman terhadap identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi. Sistem diri internal seperti masalah interpersonal di rumah, sedangkan sumber eksternal seperti kematian, relokasi atau perceraian.

 

4.      Kecemasan Pra Operasi

Saat waktu operasi semaki dekat, pasien akan menghadapi berbagai stresor. Operasi yang sangat ditunggu-tunggu pelaksanaannya dapat menimbulkan kecemasan pada pasien. Pembedahan pada pasien dikaitkan dengan perasaan sakit, peluang untuk cacat, ketergantungan pada orang lain dan perasaan kematian. Pasien juga khawatir tentang pendapatan atau kompensasi asuransi karena perawatan di rumah sakit (Potter P. A., 2012.).

Kecemasan pre operasi merupakan masalah umum yang sering terjadi pada pasien pre operasi. Kecemasan tersebut dimulai dari tanggal perencanaan operasi hingga saat operasi dilakukan. Keadaan kecemasan pre operasi sangat menyusahkan pasien. Gejala kecemasan pada pasien pre operasi adalah stres dan ketidaknyamanan. Kecemasan pre operasi mempengaruhi kenyamanan pasien, kualitas hidup, kesulitan mengambil keputusan, penurunan fungsi kognitif, bahkan kesulitan mengelola nyeri bedah periode pasca operasi (Ay, 2014.).

 

5.      Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pra Operasi

a.    Usia

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Woldegerima dkk. (2018) menyatakan bahwa perbedaan usia dapat dijadikan sebagai faktor individu yang mengalami stress dan kecemasan akibat proses penuaan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semakin tua pasien, semakin rendah tingkat kecemasannya.

 

b.      Jenis kelamin

Kecemasan lebih sering terjadi pada wanita karena banyaknya stres dan kepekaan emosional, fluktuasi hormon estrogen dan progesteron pada wanita juga dapat menyebabkan perubahan suasana hati dan kecemasan (Woldegerima, 2018).

c.       Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan faktor yang sering dikutip sebagai mempengaruhi kecemasan pre operasi. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa jika status pendidikan seseorang tinggi maka tingkat kecemasan seseorang akan meningkat. Hal ini karena orang yang berpendidikan tinggi cenderung mengungkapkan perasaannya, mencari sumber informasi dan sadar akan kompleksitas. Namun penelitian yang dilakukan pada tahun 2017 menemukan bahwa orang yang kurang berpendidikan akan lebih banyak mengalami kecemasan daripada orang yang berpendidikan tinggi (Woldegerima, 2018).

d.      Pengalaman operasi sebelumnya

Pengalaman bedah sebelumnya dapat menjadi faktor yang mempengaruhi respon fisik dan emosional pasien terhadap prosedur pembedahan. Jenis operasi sebelumnya, ketidaknyamanan, hasil dan semua faktor yang lain akan diingat oleh pasien. Untuk mengatasi hal ini, perawat harus melakukan penilaian menyeluruh terhadap kompleksitas pengalaman pasien. Hasil informasi assessment membantu perawat mengantisipasi kebutuhan pasien pre operasi dan pasca operasi. Pengalaman bedah sebelumnya akan mempengaruhi tingkat perawatan fisik yang dibutuhkan pasien setelah operasi (Potter P. A., 2012.).

e.       Jenis operasi

Jenis operasi seseorang dapat membuat perbedaan dalam tingkat kecemasan yang dialami. Hasil penelitian Woldegerima dkk. (2018) pasien bedah ortopedi memiliki tingkat kecemasan tertinggi. Ketakutan akan rasa sakit dan kecacatan menyebabkan tingkatkecemasan yang tinggi. Penelitian lain menunjukkan bahwa operasi onkologi dan ginekologi juga memiliki kecemasan yang tinggi.

f.       Status ekonomi

Seseorang yang berpenghasilan yang rendah memiliki kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berpenghasilan tinggi. Kecemasan dapat dikaitkan dengan rasa takut kehilangan sumber pendapatan (Woldegerima, 2018).

 

6.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Dayakisni dan Hudaniah (2012) menyatakan bahwa kecemasan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:

a.       Hubungan sosial yang tidak menyenangkan karena masalah masa lalu.

b.      Keyakinan bahwa individu merasa mereka tidak memiliki kemampuan yang diperlukan untuk berhasil.

Menurut Cervone dan Pervin (2012), faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu:

a.       Faktor biologis

Faktor biologis, termasuk kecenderungan genetik, kelainan pada fungsi neurotransmitter, dan kelainan pada jalur otak yang menandakan bahaya atau yang menghambat perilaku berulang.

b.      Faktor sosial lingkungan

Faktor sosial lingkungan, termasuk paparan peristiwa yang mengancam atau traumatis, mengamati reaksi ketakutan, dan kurangnya dukungan sosial.

c.       Faktor perilaku

Faktor perilaku, termasuk kurangnya peluang untuk kepunahan karena penempatan rangsangan permusuhan dan sebelumnya netral, menghilangkan kecemasan dari ritual kompulsif atau menghindari rangsangan fobia, dan menghindari objek atau situasi yang menakutkan.

d.      Faktor kognitif dan emosional

Faktor kognitif dan emosional, termasuk konflik psikologis yang belum terselesaikan dan faktor kognitif, seperti antisipasi ketakutanyang berlebihan, hipersensitivitas terhadap ancaman, sensitivitas kecemasan, kesalahan alokasi sinyal tubuh.

Seperti yang dijelaskan Supratiknya (2005), ada beberapa faktor penyebab terjadinya gangguan kecemasan, antara lain:

a.       Modelling, yaitu menirukan orangtua yang heboh dan cemas.

b.      Ketidakmampuan mengendalikan emosi yang dapat merugikan atau mengancam ego, seperti rasa permusuhan terhadap seseorang,hasrat seksual, dan sebagainya. Perasaan dan emosi seperti itu akan ditekan.

c.       Membuat keputusan yang menyebabkan kecemasan.

d.      Kekambuhan trauma psikologis yang dialami di masa lalu

Faktor-faktor yang mempengaruhi  kecemasan menurut Feist (2012), yaitu:

a.       Kontribusi biologis

Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa seseorang mewarisi kecenderungan untuk menjadi bersemangat. Seperti gangguan psikologis lainnya, tidak ada gen tunggal yang tampaknya bertanggung jawab atas kecemasan. Sebaliknya, kontribusi kecil dari banyak gen di daerah kromosom yang berbeda secara kolektif membuat seseorang cenderung cemas jika faktor psikologis dan sosial tertentu menguntungkan. Kecenderungan kecemasan dan kepanikan tampak menurun dalam keluarga dan mungkin memiliki komponen genetik. Kecemasan juga terkait dengan sirkuit otak tertentu dan sistem neurotransmitter. Wilayah otak yang paling sering dikaitkan dengan kecemasan adalah sistem limbik, yang berperan sebagai perantara antara batang otak dan korteks. Batang otak memantau dan merasakan perubahan aktivitas fisik, kemudian mengirimkan sinyal Bahasa potensial ini ke proses kortikal yang lebih tinggi melalui sistem limbik.

b.      Kontribusiipsikologis

Freudiimemandang kecemasan sebagai respon emosional terhadap bahaya di seputar pengaktifan kembali situasi masaikanak-kanak yang traumatis. Ahli teori perilaku memandang kecemasan sebagai produk pengkondisian klasik awal, peniruan, dan bentuk pembelajaran lainnya. Alasan lainnya adalah keyakinan bahwa tidak semua peristiwa dapat dikendalikan oleh setiap orang. Persepsi ini paling jelas dalam bentuk kepercayaan yang berbahaya.

c.       Locus oficontrol internal

Perbedaaniitingkat locus of control internal setiap individu berbeda dan mempengaruhi sikap dan gejala yang berbeda pada tingkat kecemasan. Mereka yang memiliki locus of control internal tinggi lebih cenderung mengalami masalah sebagai kenyataan yang dapat dikendalikan oleh dirinya sendiri, sedangkan individu locus of control internal yang rendah cenderung memandang masalah sebagai ancaman yang menimbulkan kecemasanitinggi. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kecemasan dapat dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi trauma psikologis, predisposisi genetic, penyimpangan fungsi neurotransmitter, abnormalitas jalur otak, sensitivitas kecemasan, misatribusi sinyal tubuh, faktor keturunan, locus of control internal, dan harga diri. Faktor eksternal termasuk paparan perilaku stress atau traumatis, kurangnya dukungan sosial, dan pemodelan.

 

7.      Alat Ukur Kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)

Untuk mengetahui apakah tingkat kecemasan seseorang tergolong ringan, sedang, berat atau sangat berat dapat digunakan instrument Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Skala ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing dipecah menjadi gejala yang lebih spesifik. Hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HARS ini adalah sebagai berikut : gejala kecemasan meliputi perasaan cemas, agitasi, ketakutan, gangguan pola tidur, mood depresi (suasana hati), gejala somatik atau fisik (otot), gejala somatik atau sensorik fisik, gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), gejala pernafasan, gejala gastrointestinal (pencernaan), gejala urogenital (perkemihan dan kelamin), gejala autonom dan perilaku (Kurniawan & Armiyati, 2013.). 14 pilihan dari Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), yaitu:

a.       Perasaan cemas: perasaan buruk, ketakutan akan pikiran sendiri, lekas marah

b.      Kegembiraan: merasa gelisah, gemetar, mudah tersinggung dan lesu

c.       Ketakutan: takut pada kegelapan, orang asing, sendirian dan binatang besar.

d.      Gangguan tidur: sulit tidur, terbangun di malam hari, tidak bisa tidur nyenyak dan mengalami mimpi buruk.

e.       Gangguan intelektual: kehilangan ingatan, pelupa dan sulit konsentrasi

f.       Perasaan tertekan: kehilangan minat, berkurangnya kesenangan dalam hobi, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

g.      Gehala somatik: nyeri otot dan kaku, gigi bergemeretak, suara serak dan otot berkedut

h.      Gejala sensorik: perasaan sobek, penglihatan kabur, muka memerah, dan pucat serta merasa lemas.

i.        Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri dada, nadi kaku.

j.        Gejala gangguan pernafasan: perasaan tertekan di dada, perasaan sesak nafas, sering bernafas dalam-dalam dan sesak nafas.

k.       Gejala gastrointestinal: kesulitan menelan, sembelit, penurunan berat badan, mual dan muntah, sakit perut sebelum dan sesudah makan, mulas.

l.        Gejala urogenital: sering buang air kecil, inkontensia urin, amenorhe, ereksi lemah atau impotensi.

m.    Gejala vegetataif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu kuduk berdiri,pusing atau sakit kepala

n.      Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, wajah tegang, tonus otot meningkat, dan nafas pendek serta cepat.

Setiap pilihan yangidiobservasi diberii5 tingkataniskor antarai0 (NoliiPresent) sampaiidengan 4 (severe).

·         Skor 0 =  Tidak ada (tidak ada gejala sama sekali)

·         Skor 1 =  ringan (1 gejala dari pilihan yang ada)

·         Skori2 =  sedangi(separuh gejalaidari pilihaniyangiada)

·         Skor 3 =  berati(lebihidari separuh gejalaiyangiada)

·         Skor 4 = sangatiberat (semuaigejalaiada)

Hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HARSiadalah perasaan cemas, gelisah, takut, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi (mood), gejala somatik atau fisik (otot), gejala somatic atau sensorik fisik, gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), gejala pernafasan, gejala gastrointestinal (pencernaan), gejala urogenital (perkemihan dan kelamin), gejala autonom dan perilaku. Semua gejala kecemasan diukur dengan nilai atau angka (score) yang berkisar antara 0-4. Nilai numerik untuk masing-masing dari 14 kelompok gejala ditambahkan dan dari hasil total menunjukkan tingkat kecemasan seseorang, yaitu :

a)      Kecemasan ringan : Skor 0 – 14

b)      Kecemasan sedang : Skor 15 – 28

c)      Kecemasan berat : Skor 29 – 42

d)     Panik  : Skor 43 – 56

 

 

 

 

 

 

B.     Konsep Perilaku Caring

1.      Pengertian Perilaku Caring Perawat

Caring merupakan keperawatan holistic yang bermanfaat dalam mendukung proses kesembuhan klien dan bagaimana menjalin hubungan caring dengan klien serta bertanggung jawab terhadap kondisiiklien. Teoriiini menyatakan hubungan caring yang dilakukan oleh perawat merupakan proses keperawatan yang unik dalam pelayanan.iCaring adalah kerangka kerja yang mengubah praktis menjadi pratik keperawatan, yaitu caring adalah bentuk dari fundamental dari pratik keperawatan, yang meliputi membatu pasien pulih dari penyakit, memberikan penjelasan tentang penyakit pasien, daniimembangun hubunganidengan pasien. Selain itu membantu perawat lebih baik mengenali intervensi dan kemudian menjadi perhatian dan panduan untuk pemberian (Kozier, 2010.).

Perilaku caring adalah menghibur, penuh kasih sayang, kepedulian, perilaku mengatasi, empati, dukungan dan kepercayaan. Tujuan dari caring itu sendiri adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi manusia dengan menekankan kegiatan yang sehat dan sederhana untuk individu yang disepakati bersama. Menurut Miller pengasuhan adalah tindakan yang disegaja yang menimbulkan rasa aman secara fisik dan emosional yang sebenarnya dilakukan oleh pemberi asuhan dan penerima asuhan keperawatan (Purwaningsih, 2012.). Peduli adalah sikap menghargai, peduli, menghormati satu sama lain yang artinya lebih memperhatikan orang lain dengan mempelajarai cara berfikir dan bertindak orang tersebut. Peduli juga mencakup 3 hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian, tanggung jawab, dan kepedulian yang tulus (Binshop, 2006.).

Pakar keperawatan menempatkan perawatan sebagai fokus perhatian yang sangat mendasar dalam praktik keperawatan, karena banyak peneliti tentang perawatan mengungkapkan bahwa harapan pasien yang tidak terpenuhi jarang terkait dengan kompetensi,tetapi lebih karena pasien merasa perawat tidak peka terhadap kebutuhan mereka atau menghargai sudut pandang mereka “tidak perduli” singkatnya (Gibson, 2015.).

2.      Dimensi dari Perilaku Caring Perawat

Menurut Williams (Kozier, 2010.) disebutkan bahwa dimensi caring dalam pelayanan keperawatan merupakan sikap pelayanan yang dinilai oleh klien, terdapat empat dimensi caring antara lain kehadiran perawat menciptakan lingkungan yang tenang bagi klien, mengenal klien sebagai individu dengan karakteristik yang unik, menjaga hubungan kolaboratif dengan klien, dan memberikan perhatian penuh kepada klien. Klien menilai kinerja perawat pada empat dimensi pemberian pelayanan yang akan dilakukan atau yang diberikan perawat dalam pelaksanaan tugasnya. Pelayanan keperawatan dinilai baik berdasarkan kepuasan klien bagi yang memiliki tujuan dan manfaat yang penting bagi pelayanan kesehatan, kepuasan klien akan menjadi keputusan klien untuk kembali berobat ke rumah sakit.

 

3.      Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Caring Perawat

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku caring perawat, yaitu (Gibson, 2015.):

a)      Faktori individu

Faktoriindividu berkaitan dengan kemampuan, keterampilan, latar belakang, dandemografis. Kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku perawat dalam merawat pasien, dan latar belakang serta demografi merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku perawat dalam merawatipasien.

b)      Faktoripsikologis

Faktoripsikologis perawat dipengaruhi oleh keluarga yang memberikan dukungan dan motivasi, tingkat sosial perawat yang bersangkutan, pengalaman perawat dan karakteristik demografi. Faktor psikologis terdiri dari sikap, kepribadian, pembelajaran dan motivasi. Sikap mencerminkan pemahaman perawat terhadap pasien yang dirawat, perawat dalam keperawatan memahami sikap sangat penting bagi perawat karena sikap perawat dapat meningkatkan kinerjanya dan memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif ke pasien dan keluarganya. Kepribadian seorang perawat pasti mendukung kinerjanya, seorang perawat yang memiliki kepribadian baik akan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pasien. Proses pembelajaran dan motivasi yang diterima perawat baik dari faktor internal dan eksternal dapat memberikan motivasi bagi perawat untuk terus memberikan pelayanan yang baik kepada pasien.

c)      Faktoriorganisasi

Faktoriorganisasi berupa sumber daya, gaya kepemimpinan yang digunakan kepala ruangan, reward yang diterima, struktur organisasi yang digunakan di lingkungan dan modelikerja. Sumberidaya yang dimaksud berupa sumber daya manusia yang terdiri dari tenaga profesional, seperti perawat, dokter, ahli gizi, dan farmasi. Tenaga non profesional, seperti cleaning service, staf administrasi ruangan maupun administrasi pusat atau administrasi rumah sakit, dan klien yang menjalani pengobatan. Sumber daya lainnya adalah sumber daya atas ketersediaan peralatan pendukung, gaya kepemimpinan kepala ruangan juga mempengaruhi kinerja dari perawat. Kepala ruangan yang otoriter pasti membuat perawat tertekan dan tidak nyaman dengan kepala ruangan. Strukturiorganisasi mengacu pada model asuhan keperawatan apa yang dilaksanakan di ruangan, seperti model fungsional, model kasus, model tim dan model utama.

4.      Komponen Perilaku Caring Perawat

Beberapa unsur perilaku caring perawat dijelaskan oleh Jean Watson (Firmansyah, 2019.), sebagai berikut:

a.       Sistem nilai humanistik altruistic

Menurut Watson perawat yang memiliki nilai humanistik dan altruistik dapat disimbolkan dengan menghargai pandangan diri, keyakinan, interaksi dengan budaya yang berbeda, dan pengalaman pribadi seseorang. Melalui sistem nilai humanistik dan altruistik ini, perawat mengembangkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu pada klien. Selain itu, perawat juga menunjukkan efikasi diri dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada klien. Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik mulai berkembang sejak usia dini dengan nilai-nilai yang diturunkan dari orang tuanya. Sistem nilai ini mengarah pada pengalaman hidup dan kemanusiaan bagi seseorang.

b.      Keyakinan dan harapan

Perawatiimemberikan kepercayaan atau keyakinan dengan memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan secara keseluruhan. Dalam hubungan perawat-klien yang efektif, perawat memfasilitasi perasaan optimisme, harapan dan kepercayaan. Perilaku klien dalam mencari pertolongan medis. Keyakinan dan kenyamanan sangat penting untuk proses kreatif dan penyembuhan. Dengan menggunakan faktor kreatif ini akan tercipta perasaan yang baik melalui kepercayaan dan atau keyakinan yang sangat berarti bagi seseorang secara pribadi.

c.       Kepekaan terhadap Diri Sendiri dan Orang Lain

Perawatiibelajar untuk menghormati kepekaan dan perasaan klien sehingga ia sendiri dapat menjadi dirinya sendiri lebih peka, murni dan adil terhadap orang lain. Mengembangan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain, mengeksplorasi kebutuhan perawat untuk mulai mengalami emosi yang timbul dari diri sendir. Hal itu hanya bisa berkembang melalui perasaan diri seseorang yang peka terhadap intraksi dengan orang lain.

d.      Hubungan membantu rasa percaya

Caringiimencakup upaya perawat untuk meningkatkan proses pembelajaran interpersonal, menemukan konsep perawatan diri, mengembangkan hubungan yang saling membantu, menggunakan metode pemecahan masalah yang lebih kreatif, menghargai kekuatan yang ada dalam hidup, terbuka terhadap dimensi spiritual perawatan dan penyembuhan yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah, beroperasi dalam sistem nilai humanistik, menanamkan harapan dan kepekaan terhadap diri sendiri atau orang lain serta memberikan kenyamanan berupa pemenuhan kebutuhan dasar klien dengan penuh penghargaan terhadap klien.

e.       Penerima ungkapan perasaan positif dan negative

Penerimaan ekspresi perasaan positif dan negatif yaitu perawat harus mempersiapkan diri untuk menerima ekspresi perasaan negatif atau positif dariiklien. Dalam menghadapi klien, perawat harus mampu menunjukkan kesediaan untuk mengambil resiko saat berbagi dengan klien (Potter P. A., 2012.). Hal yang dapat dilakukan perawat misalnya memahami setiap ekspresi kecemasan klien, cara klien menunjukkan rasa sakit, nilai atau budaya yang terkait dengan penyakit klien.

f.       Metode pemecahan masalah pada klien

Perawatiharusmemahami bahwa setiap pribadi adalah unik dan memiliki situasi koping penyakit berbeda, sehingga perawat harus mampu menyesuaikan teori keperawatan dengan setiap individu dan situasi dalam menerapkan metode pemecahan masalah.

g.      Proses pengajaran interpersonal

Perawatiimemfasilitasi proses pengajaran dan pembelajaran yang dirancang untuk memungkinkan klien memenuhi kebutuhan individualnya, menyediakan perawatan diri, menentukan kebutuhan individual dan memberikan kesempatan untuk kebutuhan individualiklien.

h.      Lingkungan psikologis

Perawatiiharus menyadari lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi keadaan sehat-sakit klien. Lingkungan internal meliputi kondisi emosional dan spiritual, kondisi sosiokultural, dan keyakinan individu. Sedangkan lingkungan eksternal adalah kenyamanan, privasi, keamanan, kebersihan, dan estetika lingkungan. Sehingga perawat harus mampu memulihkan suasana fisik dan non fisik seta menciptakan keharmonisan, keindahan, dan kenyamanan.

i.        Pemenuhan kebutuhan manusia pada klien

Kebutuhan asuhan keperawatan klien diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, sedangkan perilaku caring perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan atau pemberi asuhan yang harus dilakukan secara komprehensif atau menyeluruh tetapi dalam tindakan preventif. Tindakan preventive dapat dilakukan dalam upaya pemeliharaan kesehatan yang perawat sediakan untuk kebutuhan dasar manusi, yaitu hal-hal yang dibutuhkan manusia untuk menjaga keseimbangan fisiologis dan emosional, seperti makan, minum, berpakaian, istirahat, BAK, BAB, rasa aman dan perlindungan diri.

j.        Kekuatan eksistensi fenomenologis.

Wujud perilaku caring perawat berdasarkan pada izin untuk terbuka terhadap fenomena eksistensial guna mencapai pertumbuhan diri dan pematangan jiwa pasien, memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk menekuni terapi alternative pilihannya, serta memotivasi pasien dan kelurga agar berserah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mempersiapkan pasien dan keluarga pada saat berkabung.

 

5.      Alat Ukur Caring Perawat

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada alat ukur Caring Behaviors Assessment (CBA) Tools yang terdiri dari 36 pernyataan positif berdasarkan teori caring dan sepuluh faktor karatif menurut teori Watson (2012). Kuesioner yang diadaptasi dari penelitian Tumaggor (2013) ini telah melalui proses penerjemah ke bahasa Indonesia. CBA terdiri dari 36 pertanyaan perilaku caring perawat yang dikelompokkan ke dalam subskala yang konsisten dengan 10 faktor karatif Watson. Alat ukur ini menggunakan skala Likert (5 poin) yang mencerminkan perilaku Caring perawat yaitu:

1 = Tidak pernah

2 = Jarang

3 = Kadang-kadang

4 = Sering

5 = Selalu.

Uji validitas telah diuji menggunakan CBA oleh Manogin, Bechtel, dan Rami (Watson, 2012) hasil uji validitas berkisar dari 0,66 sampai 0,90 pada setiap subskala, sedangkan hasil uji reliabilitas menunjukkan 0,93 yang berarti kuisioner penelitian ini layak untuk digunakan.

 

C.     Konsep Pre Operatif

1.      Pengertian Pre Operatif

Pembedahan sebagai metode pengobatan invasif untuk diagnosis, pengobatan, trauma dan kelainan bentuk (HIPKABI., 2014.). Definisi lain menyebutkan bahwa operasi adalah tindakan pembedahan pada bagian tubuh (Bare., 2012.). Perawatan pre operatif merupakan bagian dari keperawatan perioperatif dan merupakan persiapan awal sebelum pembedahan. Konsep pre operatif membahas pengertian operasi, persiapan operasi, indikasi dan klasifikasi pembedahan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien pre operatif.  Pre operatif adalah fase yang dimulai ketika keputusan untuk melakukan intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika klien dikirim ke mejaioperasi. Keperawatan pre operatif merupakan fase awal dari keperawatan perioperative. Tahapan ini merupakan awal dari kesuksesan pada tahapan selanjutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya (HIPKABI., 2014.).

 

2.      Persiapan

Keperawatan pre operasi merupakan fase awal dari keperawatan perioperatif. Perawatan pre operasi merupakan fase pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai pada saat pasien masuk ke ruang penerimaan pasien dan berakhir pada saat pasien dipindahkan ke meja operasi untuk tindakan pembedahan (Mirianti, 2011). Penilaian fisik, biologi, dan integral dari fungsi pasien, termasuk fungsi psikologis sangat penting untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. Persiapan pre operasi sangat penting untuk menunjang keberhasilan operasi pada kasus-kasus tersebut. Persiapan pembedahan meliputi persiapan fisiologis, dimana persiapan ini dilakukan mulai dari persiapan fisik, persiapan penunjang, pemerikaan kondisi anastesi sampai informediconsent. Selain persiapan fisiologis, persiapan psikologis atau persiapan emosional tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena pasien yang tidak siap secara mental atau lebih dapat berpengaruh terhadap kondisi fisik pasien (Bare., 2012.).  Pada pengaturan klien di unit perawatan dengan persiapan fisik. Berbagai persiapan fisik pasien sebelum operasi meliputi status kesehatan fisik secara umum, status gizi, keseimbangan cairan dan elektrolit, pencukuran area operasi, kebersihan diri, pengosongan kandung kemih, dan latihan pre operasi.

Penting untuk memeriksa status kesehatan fisik secara umum, seperti sebelum operasi, identitas klien, riwayat medis seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan status kesehatan umum. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup karena dengan istirahat yang cukup pasien tidak akan mengalami stress fisik, badan lebih rileks sehingga pasien dengan riwayat tekanan darah tinggi, tekanan darahnya dapat stabil dan pasien wanita tidak dapat mulai haid lebih awal.  Kebutuhaninutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albuminidaniglobulin) danikeseimbangan nitrogen. Setiap kekurangan nutrisi harus diperbaiki sebelum operasi untuk menyediakan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Status gizi yang buruk dapat mempengaruhi pasien untuk berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan tinggal di rumah sakit lebih lama. Keseimbangan cairan harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikian juga, kadar elektrolit serum harus dalam batas normal.

Keseimbanganicairan dan elektrolit berkaitan erat dengan fungsi ginjal. Sedangkan ginjal berperan mengatur mekanisme asam-basa dan ekskresi metabolik anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Tujuan muncukur daerah operasi adalah untuk menghindari infeksi pada daerah yang dioperasi, karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat persembunyian kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Namun ada beberapa yang tidak mengharuskan pencukuran sebelum dilakukan  operasi, misalnya pada pasien dengan incisi lengan. Mencukur (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak melukai area yang dicukur. Pasien sering diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman. Area yang akan dicukur tergantung pada jenis operasi dan area yang dioperasi.

Kebersihanitubuh pasien sangat penting dalam persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat menjadi sumber kuman yang dan menyebabkan infeksi pada tempat yangidi operasi. Pasien yang lebih kuat fisik disarankan untuk mandi sendiri dan membersihkan area operasi lebih teliti. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan bantuan dalam memenuhi kebutuhan personalihygiene. Kandung kemih dikosongkan dengan menggunakan kateter. Selain untuk mengosongkan isi kandung kemih, kateterisasi juga diperlukan untuk memantau keseimbangan cairan. Sebelum operasi, pasien membutuhkan berbagai latihan, hal ini sangat penting untuk mempersiapkan pasien menghadapi kondisi pasca operasi, seperti nyeri area operasi,batuk dan banyak lendir di tenggorokan. Latihan yang diberikan kepada pasien sebelum operasi, antara lain latihan nafas dalam, latihan batuk efektif, latihan gerak sendi.

 

 

3.      Persiapan Penunjang

Persiapan tambahan merupakan bagian integral dari operasi. Tanpa hasil tes yang mendukung, tidak mungkin bagi ahli bedah untuk memutuskan operasi mana yang akan dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium, dan pemeriksaan lainnya seperti EKG. Sebelum dokter memutuskan untuk mengoperasi pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait keluhan pasien sehingga dokter dapat mengambil kesimpulan mengenai penyakit pasien. Setelah ahli bedah memutuskan untuk melakukan operasi maka peran ahli anstesi adalah untuk “menentukan apakah kondisi pasien cocok untuk operasi”. Untukiitu ahli anastesi juga memerlukan berbagai pemerikasaan laboratorium, terutama pemeriksaan waktu perdarahan (bledding time) dan waktu pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG. Pemeriksaan status anestesi dan persiapan pendukung termasuk Informed Consent. Keamanan selama operasi membutuhkan pemeriksaan fisik untuk anestesi. Sebelum anestesi dilakukan untuk operasi, pemeriksaan fisik pasien akan dilakukan untuk menentukan sejauh mana risiko anestesi terhadap pasien. Tes yang paling umum digunakan adalah tes dengan menggunakan metode AmericaniSociety ofiAnasthesiologists (ASA).

Tes ini dilakukan karena obat-obatan dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi sistem pernafasan, peredaran darah dan saraf. Selain melakukan berbagai macam pemeriksaan suportif pada pasien, hal lain yang sangat penting adalah terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab serta akuntabilitas, yaitu InformediConsent. Baik pasien maupun keluarganya perlu memahami bahwa prosedur medis, bahkan operasi kecil memiliki resiko. Oleh karena itu, setiap pasien yang akan menjalani pengobatan harus menuliskan surat pernyataan setuju terhadap pengobatan  (pembedahan dan pembiusan ).

 

4.      PersiapaniiMentali/iPsikis

Persiapan mental tidak kalah penting dalam proses persiapan operasi, karena pasien yang mentalnya tidak siap atau labil dapat mempengaruhi kondisi fisiknya. Pembedahan merupakan ancaman potensial ataupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat memicu respon stres fisiologis dan psikologis (Long, 2014). Contoh: Perubahan fisiologis yang disebabkan oleh kecemasan dan ketakutan, misalnya pada pasien dengan riwayat tekanan darah tinggi jika mengalami kecemasan sebelum operasi pasien mungkin mengalami kesulitan tidur dan tekanan darahnya dapat meningkat sebelum operasi dilakukan sehingga operasi bisa dibatalkan

 

D.    Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian sebelumnya yang berjudul “Hubungan Terapeutik Perawat-Pasien Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi” tahun 2017 yang dilakukan oleh Ni Made Artini, Ni Ketut Guru Prapltil dan I Gusti Ngurah Putu ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara terapeutik perawat-pasien dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di RSUP IRNA C Sanglah.

Pada penelitian sebelumnya menggunakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Variabel independen dalam penelitian ini adalah hubungan terapeutik perawat-pasien dan kecemasan pasien pra operasi sebagai variabel dependen. Peneliti menggunakan teknik total sampling yang berjumlah 45 responden untuk pengambilan sampel. Peneliti menggunakan uji korelasi Spearmans Rank dan menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara hubungan terapeutik perawat-pasien dan tingkat kecemasan pasien pre operasi di RSUP IRNA C Sanglah Denpasar.

Penelitian yang dilakukan saat ini adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui Hubungan Perilaku Caring Behavior Perawat dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara. Penelitian ini menggunakan variabel independen perilaku caring perawat dari persepsi pasien dan tingkat kecemasan pasien sebagai variabel dependen. Peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah Purposive Sampling.

 

E.     Kerangka Teori

Tingkat kecemasan

1.      Ringan

2.      Sedang

3.      Berat

4.      Panik

(Stuart G. W., 2016.)

 

Pre Operasi

Perilaku caring perawat

1.      Sistem nilai humanistik altruistic

2.      Keyakinan dan harapan

3.      Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain

4.      Hubungan membantu rasa percaya

5.      Penerimaan ungkapan perasaan negatif dan positif

6.      Metode pemecahan masalah pada klien

7.      Proses pengajaran interpersonal

8.      Lingkungan psikologis

9.      Pemenuhan kebutuhan manusia pada klien

10.  Kekuatan eksistensi fenomenologis

(Binshop, 2006.)

 

 

 

 

 

 

 

 


                                                                                             

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.1 Kerangka Teori

                                                                 


F.     Kerangka Konsep

Kerangka konseptual merupakan pemikiran yang diturunkan dari beberapa macam teori maupun konsep yang sesuai dengan masalah penelitian, sehingga dapat memunculkan asumsi-asumsi yang berbentuk bagan atau alur pemikiran yang dapat dirumuskan ke dalam hipotesis yang dapatidiuji.

 

Variabel Independen                                                   Variabel Dependen

Tingkat kecemasan

Perilaku caring perawat

 

 

 

 


Gambar 2.2 Kerangka konsep

                                                                                                            

 

G.    Hipotesis Penelitian

Hipotesis ialah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu:

Ho : Tidak ada hubungan antara perilaku caring behavior perawat dengan tingkat  kecemasan pasien pre operasi di ruang perawatan RSU Handayani Kotabumi Lampung Utara

H1 : Ada hubungan Antara perilaku caring behavior perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang perawatan RSU Handayani Kotabumi Lampung Utara

 

 

 

 

 

 

 


BAB lll

METODE PENELITIAN

 

 

A.    Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, penelitian ini merupakan penelitian ilmiah yang saling berurutan dan sistematis yang memiliki kriteria seperti: penelitian berdasarkan data, menggunakan prinsip analisis, bebas dari prasangka, menggunakan ukuran objektif, dan menggunakan teknik kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel independen yaitu perilaku caring perawat dengan variabel dependen tingkat kecemasan pasien pre operasi di RSU Handayani Kotabumi Lampung Utara tahun 2023.

B.     Desain Penelitian

Desain dalam penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian deskriptif korelasi adalah penelitian yang digunakan untuk menjelaskan hubungan, hipotesis, dan pengujian teori yang ada antara 2 variabel. Menurut (Nursalam., 2016.) cross sectional berarti suatu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/pengamatan data variabel independen dan dependen yang hanya dilakukan sekali. Peneliti menggunakan desain cross sectionl karana tujuannya untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perilaku caring behavior perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di RSU Handayani Kotabumi Lampung Utara. Variabel perilaku caring perawat dan variabel tingkat kecemasan pasien pre operasi dikumpulkan dan diukur secara bersamaan.

 

C.    Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara. Penyusunan proposal dimulai pada bulan Oktober sampai bulan Desember  2022. Kemudian untuk penelitian mulai dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2023

D.    Populasi dan Sampel Penelitian

1.      Populasi Penelitian

Populasi adalah sekumpulan subyek yang memiliki karakteristik tertentu. Populasi sasaran adalah gambaran dari populasi umum. Dalam penelitian ini, populasi target termasuk pasien pre operasi dan perawat. Populasi terjangkau adalah segmen populasi sasaran yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Populasi sasaran penelitian ini adalah pasien pre operasi yang berada di ruang perawatan di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara pada bulan Januari 2023. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Siti (2021) diruang perawatan di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara dilaporkan bahwa rata-rata pasien operasi per bulan adalah 60 orang.

 

2.      Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian (sub set) dari populasi yang dipilih dengan cara  tertentu sehingga dianggap mewakili populasi. Sampel terdiri dari dua yaitu sampel yang dipilih dan sampel yang diteliti. Sampel dipilih adalah bagian dari populasi yang direncanakan secara langsung untuk diteliti yangmemenuhi kriteria pemilihan. Pada penelitian ini dipilih sampel pasien pre operasi di ruang perawatan Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara yang memenuhi kriteria inklusi. Untuk sampel yang diteliti yaitu tindak lanjut untuk penyelesaian penelitian subjek yang tepat. Untuk menghitung jumlah sampel penelitian, peneliti menggunakan rumus Lemeshow, yaitu:

𝑛 =    Z2 . N. p. q

 


              d2 (N - 1) +  Z2 .p.q

Keterangan;

n= perkiraan besar sampel

N= perkiraan besar populasi

Z= nilai standar normal 1,96

d= tingkat kesalahan yang digunakan yaitu 0,1

p= perkiraan proporsi (jika tidak diketahui 50%)

q= 1-p

 

Perhitungan sampel sebagai berikut:

 n  =     Z2. N. p. q

      d2 (N - 1) + Z2. p. q

 n  =    (1, 96)2. 60. 0, 5. 1-p

       (0, 1)2. (60 - 1) + (1, 96)2. 0, 5. 1-p

 n  =   3, 84. 60. 0, 5. 1-p

         0, 01. 59 + 3, 84. 0, 5. 1-p

 n  =   115, 2. 1-p

          0,59 + 1, 92. 1-p

 n  =   115, 2

          2, 51

n  = 45, 89

n = 46

Berdasarkan perhitungan didapatkan hasil jumlah sampel yaitu 46 orang.

 

3.      Teknik Sampling Penelitian

Teknik pengambilan sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probability sampling melalui purposive sampling. Puposive sampling adalah teknik pengambilan sampling yang menentukan sampel dengan menentukan karakteristik sesuai dengan tujuan  penelitian. Dalam hal ini, menentukan sampel dari populasi pasien pre operasi pada bulan Januari 2023.

Kriteria pengambilan sampel dibagi menjadi 2 kategori, yaitu:

a.       Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik atau atribut yang perlu dipenuhi setiap anggota populasi agar dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018.). Kriteria inklusi untuk penelitian ini meliputi:

1)      Pasien yang dijadwalkan untuk operasi.

2)      Pasien yang bersedia menjadi res.ponden

3)      Pasien yang berusia 15-55 tahun.

4)      Pasien yang telah dirawat di rumah sakit minimal satu hari.

5)      Pasien mampu berkomunikasi dengan baik.

b.      Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria yang karakteristik atau atribut yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018). Kriteria eksklusi untuk penelitian ini adalah:

1)      Pasien bedah darurat

2)      Pasien yang tidak bersedia

3)      Pasien dengan keterbatasan fisik seperti tuli dan buta

4)      Pasien yang tidak stabil secara psikologis (gangguan jiwa) seperti anxiety disorder

 

E.     Variabel Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2018) variabel penelitian adalah suatu variabel yang mengandung pengertian, sifat, ciri, ataupun ukuran yang dimiliki suatu kelompok yang dapat membedakan dengan ciri khas kelompok lain. Didalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabelindependen (bebas) dan variabel dependen (terikat):

1.      Variabel Independen

Variabel independen atau bebas yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi faktor perubahannya atau timbulnya variable dependen/terikat yang disimbolkan dengan simbol (X) (Sugiyono, 2018). Variabel independen pada penelitian ini yaitu perilaku caring perawat.

2.      Variabel Dependen

Variabel dependen atau terikat merupakan variabel yang terpengaruh atau yang diakibatkan karena adanya variabel bebas/indepanden yang disimbolkan dengan simbol (Y) (Sugiyono, 2018). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan

 

F.     Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan tentang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yang memudahkan pembaca untuk memahami dan menginterpretasikan penelitian sehingga tidak ada perbedaan pemahaman (Nursalam., 2016.). Penelitian ini meliputi variabel perilaku caring perawat dan tingkat kecemasan pasien pre operasi. Definisi operasional disajikan pada

 

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel

 

Variabel

Definisi Operasional

Indikator

Alat Ukur

Skala

Hasil Ukur Dan Kategori

Variabel

Independen:

Caring

 

Caring adalah perasaan peduli yang dimiliki oleh perawat saat merawat pasien.

1.      Sistem nilai humanistic altruistic

2.      Keyakinan dan harapan

3.      Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain

4.      Hubungan membantu rasa percaya

5.      Penerimaan ungkapan perasaan postif dan negative

6.      Metode pemecahan masalah pada klien

7.      Proses pengajaran interpersonal

8.      Lingkungan psikologis

9.      Pemenuhan kebutuhan menusia pada klien

10.  Kekuatan eksistensial fenomenologis

Kuisioner Caring Behavior Assessment

(CBA) Tools

Ordinal

Skor:

1.Jika X< (M-1,0 SD) berarati rendah

2.Jika (M-1,0 SD)≤ X< (M+1,0 SD) berarti sedang

3.Jika X≥ (M+1,0 SD) berarti tinggi

 

 

Kategori:

1.Rendah

2.Sedang

3.Tinggi

 

Variabel

Dependen:

Tingkat

Kecemasan

 

Kecemasan adalah

Perasaan khawatir, gelisah atau ketakutan seseorang yang akan menjalani operasi.

 

 

1.      Perasaan cemas

2.      Ketegangan

3.      Ketakutan

4.      Gangguan tidur

5.      Gangguan kecerdasan

6.      Perasaan depresi

7.      Gejala somatic

8.      Gejala sensorik

9.      Gejala kardiovaskuler

10.  Gejala pernafasan

11.  Gejala gastrointestinal

12.  Gejala urogenital

13.  Gejala vegetative

14.  Perilaku sewaktu wawancara

 

Kuisioner Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)

Ordinal

Skor:

1.      Skor 0= tidak ada (tidak ada gejala sama sekali)

2.      Skor 1= ringan (1 gejala dari pilihan yang ada)

3.      Skor 2= sedang (separuh dari ada)

4.      Skor 3= berat (lebih dari separuh gejala yang ada)

5.      Skor 4= Sangat berat(semua gejala ada)

 

Kategori:

1.      0-14 = ringan

2.      15-28 = sedang

3.      29-42= berat

4.      43-56= panik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

G.    Teknik Pengumpulan Data

1.      Sumber Data

a.       Data primer

Data primer merupakan sumber data yang menyediakan data secara langsung kepada pengumpul data (Sugiyono., 2015.). Sumber data penelitian ini diperoleh dari hasil pengisian kuesioner pada pasien pre operasi di ruang perawatan RSU Handayani Kotabumi Lampung Utara. Data primer ini meliputi karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan per bulan dan jenis operasi. Data primer lainnya adalah tingkat kecemasan pasien

b.      Data sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh dari pihak lain maupun tidak langsung (Sugiyono., 2015.). Pada penelitian ini diperoleh data sekunder dari data diruang perawatan Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara yang meliputi data jumlah pasien, dan jadwal operasi.

2.      Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan proses pendekatan subjek dan mengumpulkan ciri-ciri subjek yang dibutuhkan dalam suatu penelitian (Nursalam., 2016.). Teknik pengumpulan data meliputi:

a.       Peneliti mengajukan permohonan ijin penelitian di bidang akademik

b.      Peneliti mengajukan surat izin penelitian kepada Kepala Ruang Perawatan RSU  Handayani Kotabumi Lampung Utara dan merekrut pasien pre operasi untuk pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Peneliti mengkomunikasikan tujuan penelitian dan berbagai pemahaman;

c.       Peneliti memeriksa jadwal operasi yang tertera di ruang perawat dan disaring berdasarkan kriteria inklusi;

d.      Peneliti memperkenalkan dirinya kepada pasien dan membuat kesepakatan;

e.       Pasien yang terpilih menjadi responden akan diberikan penjelasan tentang manfaat, tujuan dan prosedur penelitian;

f.       Pasien yang memberikan persetujuan diberikan formulir persetujuan untuk ditanda tangani dan diberi kesempatan bertanya jika ada yang tidak dimengerti;

g.      Peneliti memberikan kuesioner karakteristik responden, kuesioner CBA Tools dan kuesioner HARS dengan waktu penyelesaian 20-30 menit;

h.      Peneliti membantu menjelaskan secara sederhana jika pasien mengalami kesulitan dalam pengerjaan kuisioner;

i.        Kuisioner diisi di ruang perawatan RSU Handayani Kotabumi Lampung Utara. Kuesioner yang sudah diisi kemudian dikumpulkan dan diperiksa oleh peneliti untuk melihat kelengkapan jawaban;

j.        Setelah semua datadiperoleh, langkah terakhir adalah pengolahan data.

 

H.    Analisis Data

1.      Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mengetahui karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Data kategorikal seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis operasi, persentase pendapatan dianalisis dengan menggunakan distribusi frekuensi.

2.      Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah uji statistik yang digunakan untuk menganalisa dua variabel yang diyakini berhubungan. Skala yang digunakan untuk mengukur perilaku caring dan tingkat kecemasan adalah skala ordinal. Penelitian ini menggunakan uji Kendall’s Tau b, yang merupakan uji non parametrik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel dengan masing-masing ukuran data ordinal atau salah satu skala nominal dan proporsi. Uji Kendall’s Tau b dipilih karena memiliki beberapa keunggulan, seperti p value yang akurat dengan jumlah sampel yang sedikit dan distribusi Kendall’s Tau b memiliki sifat statistik yang lebih baik (Lani, 2010.).

 

I.       Etika Penelitian

1.      Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity)

Dalam kebijakan ini responden memiliki hak untuk berpartisipasi dalam penelitian atau menolak menjadi responden. Pada penelitian ini peneliti harus memberikan penjelasan secara detail kepada responden tentang tujuan atau manfaat penelitian. Peneliti kemudian memberikan kesempatan kepada pasien untuk memutuskan apakah mereka ingin menjadi responden penelitian atau tidak (Nursalam., 2016.). Dalam penelitian ini diterapkan prinsip menghargai dan menghormati hak orang lain dengan cara menjelaskan maksud dan tujuan kepada responden menggunakan lembar informasi. Selanjutnya peneliti memberikan lembar persetujuan untuk ditandatangani oleh responden yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Peneliti memberikan waktu penuh kepada responden untuk mengisi kuesioner.

2.      Kerahasiaan (Confidentiality)

Peneliti harus menjaga baik kerahasiaan responden maupun kerahasiaan informasi atau masalah dalam penelitian (Nursalam., 2016.). Dalam penelitian ini prinsip kerahasiaan  diatur oleh peneliti yang menjaga identitas pasien yang ingin menjadi responden. Identitas responden akan diganti dengan kode anonim yang hanya dimengerti oleh peneliti. Selain itu peneliti tidak menyebarluaskan data, informasi, dan identitas pasien yang menjadi responden penelitian kepada publik. Hasil kuesioner yang diperoleh dari responden disimpan di tempat tertutup dan dibuka saat diperlukan untuk kepentingan penelitian. Selai itu, foto responden yang diambil untuk dokumentasi penelitian juga harus disamarkan oleh peneliti.

3.      Keadilan (Justice)

Peneliti memperlakukan responden secara adil atau tanpa diskriminasi dari awal hingga akhir penelitian (Nursalam., 2016.). Dalam penelitian ini,peneliti tidak membeda-bedakan responden dengan cara apapun selama proses penelitian berlangsung, tidak merugikan responden, serta bersikap jujur dan hati-hati. Selama proses pengumpulan data, peneliti membacakan seluruh pertanyaan dalam kuesioner serta menjawab sesuai penilaian subjektif atau pilihan pasien tanpa memprovokasi, merubah dan memodifikasi jawaban pasien.

4.      Kemanfaatan (Benefience)

Selama melakukan penelitian, peneliti meyakinkan responden bahwa tidak akan ada kerugian maupun kesalahannya dalam bentuk apapun selama penelitian berlangsung (Nursalam., 2016.). Dalam penelitian ini, peneliti menyampaikan manfaat yang diperoleh pasien pre operasi yaitu untuk mengetahui hubungan antara perilaku caring dengan kecemasan pasien pre operasi. Penelitian ini tidak menimbulkan risiko apapun karena responden hanya mengisi kuesioner yang diberikan peneliti.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aliftitah, S. D. (2017.). Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Kecemasan Pasien Pra Operasi Di Ruang Bedah Rsud Dr. Moh. Anwar. Journal Ilmu Kesehatan., 2(1):17-22.

Alwisol, A. (2011.). Psikologi Kepribadian. Malang.: UMM Pers.

Amiman, S. P. (2019.). Gambaran Tingkat Kecemasan Pasien Di Instalasi Gawat Darurat. E-Journal Keperawatan., 7(2):1-6.

Ananda, Y. d. (2018). Hubungan Perilaku Caring Perawat Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Di Ruang Rawat Inap Bedah Pria Dan Wanita Rsup Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(1):1-6.

Arbani, F. A. (2015.). Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo. Surakarta:: Stikes Kusuma Husada.

Artini, N. M. (2017.). Hubungan Teraupetik Perawaat-Pasien Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi. Community Of Publishing In Nursing (COPING)., 5(3):147-152.

Asmaningrum, N. S. (2012.). Pengaruh Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi Di Ruang Bedah Rsd DR. Soebandi. Spirulina., 7(2):101-118.

Ay, A. A. (2014.). Risk Factors For Perioperative Anxiety In Laparoscopic Surgery. JSLS., 18(3)1-7.

Bare., S. D. (2012.). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Dan Suddath Edisi 8 Volume 1. Jakarta:: EGC.

Bedaso, A. D. (2019.). Preoperative Anxiety Among Adult Patients Undergoing Elective Surgery : A Prospective Survey At A General Hospital In Ethiopia. Patient Safety In Surgery., 13(8):1-8.

Binshop, A. H. (2006.). Etika Keperawatan. Jakarta.: EGC.

Budiannur. (2014.). Hubungan Perilaku Caring Perawat Bedah Di Kamar Operasi Instalasi Bedah Sentral. Skripsi. Samarinda.: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah.

Cervone, D., Dan Pervin,L. A. (2012.). Kepribadian: Teori Dan Penelitian. Edisi 10. Buku 2. Alih Bahasa Aliya Tusyani, Evelyn Ridha Manulu, Lala Septiani Sembiring, Petty Gina Gayatri, Dan Putri Nurdina Sofyan. Jakarta.: Salemba Humanika.

Dayakisni, T. D. (2012.). Psikologi Sosial. Malang.: UMM Press.

Firmansyah, C. S. (2019.). Perilaku Caring Perawat Berdasarkan Teori Jean Watson Di Ruang Rawat Inap. Jurnal Kesehatan Vokasional., 4(1):33-48.

Fist, J. D. (2010.). Teori Kepribadian. Buku 2. Edisi 7. Alih Bahasa: Smita Prathita Sjahputri. Jakarta.: Salemba Humanika.

Gibson, J. L. (2015.). Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta.: Erlangga.

Gunarsa, S. D. (2012.). Psikologi Perawatan. Jakarta.: BPK Gunung Mulia.

HIPKABI. (2014.). Buku Pelatihan Dasar-Dasar Keterampilan Bagi Perawat Kamar Bedah. Jakarta.: HIPKABI Press.

 

Kesehatan RI, K. (2018.). Hasil Utama Riskesdas. Jawa Timur.

 

Kozier, B. G. (2010.). Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Alih Bahasa: Esty Wahyu Ningsih, Devi Yuliati, Yuyun Yuningsih Dan Ana Lusiana. Jakarta.: EGC.

 

Kurniawan, A., & Armiyati, Y. D. (2013.). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pre Operasi Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Hernia Di RSUD Kudus. Kudus.

 

Lani, J. (2010.). Kendall's Tau And Spearman's Rank Correlation Coefficient. Statistics Solution., 1-2.

 

Mckelvey, M. M. (2018.). Finding Meaning Through Kristen Swanson's Caring Behaviors: A. Cornerstone Of Healing For Nursing Education. Creative Nursing., 24(1):6-11.

 

Mulugeta, H. M. (2018.). Preoperative Anxiety And Associated Factors Among Adult Surgical Patients In Debre Markos And Felege Hiwot Referral Hospital,. BMC Anesthesiology., Northwest Ethiopia.

 

Nevid, J. S. (2003.). Psikologi Abnormal. Jilid 1. Jakarta.: Erlangga.

 

Nurahayu, D. D. (2019.). Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Katarak Di Ruang Kenanga RSUD Dr. H. Soewondo. Jurnal Surya Muda., 1(1):37-51.

 

Nursalam. (2016.). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis Edisi 4. Jakarta.: Salemba Medika.

 

Potter, P. A. (2012.). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 1. Jakarta.: EGC.

 

Potter, P. A. (2015.). Fundamental Keperawatan, Konsep, Klinis Dan Praktek. Jakarta.: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

 

Prihandhani, I. G. (2015.). Hubungan Faktor Individu Dan Budaya Organisasi Dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Ganesha Gianyar. Publi Health And Preventive Medicine Achive., 3(1):54-59.

Purwaningsih, W. D. (2012.). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta.: Nuha Medika.

 

Savitri. (2008.). Kecemasan. Jakarta.: Pustaka Popular Obor.

 

Sjamsuhidajat, R. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

 

Sobur, A. (2013.). Psikologi Umum. Bandung.: Pustaka Setia.

 

Starke, J. N. (2019.). Anxiety Disorder : From Bench To Bedside And Beyond. Dalam Advance In Psychiatry. Switzerland:: Springer.

 

Starkstein, S. (2018.). Conceptual And Therapeutic Analysis Of Fear. Australia:: Springer.

 

Stuart, G. W. (2015.). Principles Dan Practice Of Psychiatric Nursing: Anxiety Responses And Anxiety Disorder. Mosby.: Missouri.

 

Stuart, G. W. (2016.). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier Inc.

 

Sugiyono. (2015.). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataf R&B. Bandung.: Alfabeta.

Sulastri, A. I. (2019.). Perilaku Caring Menurunkan Kecemasan Pasien Preoperasi. Jurnal Kesehatan., 10(3):382-389.

 

Supratiknya, A. (2005.). Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisisus.

 

Tulloch, I. D. (2018.). Assessment And Management Of Preoperative Anxiety. Journal Of Voice., 33(5)691-696.

 

Vellyana, D. A. (2017.). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperative Di RS Mitra Husada Pringsewu. Jurnal Kesehatan., 8(1):108-113.

 

WHO. (2017.). World Health Organization. Jakarta.: WHO.

 

Wijayanti, A. E. (2019.). Caring Perawat Dan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi: Studi Korelasi. Health Sciences And Pharmacy Journal., 3(3):84-90.

 

Wijayanti, A. E. (n.d.). Caring Perawat Dan Tingkat Kecemasan Pada Pasien PreoperasiL.

Wijayati, A. E. (2019.). Caring Perawat Dan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi : Studi Korelasi. Health Sciences And Pharmacy Journal., 3(3):84-90.

 

Woldegerima, Y. B. (2018). Prevalence And Factors Associated With Preoperative Anxiety Among Elective Surgical Patients At University Of Gondar Hospital. International Journal Of Surgery Open., 10:21-29.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

 

 

LAMPIRAN

 

 

 

 

 

 

 

    

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

            Kuisioner Caring Behavior Assessment (CBA) Tools

 

 

KUISIONER PERILAKU CARING PERAWAT

 

Petunjuk Pengerjaan:

1.      Baca semua pernyataan dengan cermat.

2.      Jawablah pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Jika ada pernyataan atau cara pengerjaan yang kurang jelas, anda dapat mengajukan pertanyaan kepada peneliti.

3.      Berilah tanda centang (√ ) pada kolom sesuai dengan status saat ini dengan pilihan jawaban tidak pernah (TP), pernah (P), kadang-kadang (KD), biasanya (BS), sering (S), dan selalu (SL).

4.      Deskripsi pilihan jawaban:

a.       Tidak pernah (TP) : Perawat tidak pernah melakukan pernyataan tersebut (0 %)

b.      Pernah (P) : Perawat pernah melakukan pernyataan tersebut (1 – 24 %)

c.       Kadang-Kadang (KD) : Perawat jarang/kadang-kadang melakukan pernyataan tersebut (25 – 50 %)

d.      Biasanya (BS) : Perawat biasanya melakukan pernyataan tersebut (51-74%)

e.       Sering (S) : Perawat sering melakukan pernyataan tersebut (75 – 99 %)

f.       Selalu (SL) : Perawat selalu melakukan pernyataan tersebut (100 %)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No.

Pernyataan

TP

P

KD

BS

S

SL

 

1.

Tidak pilih kasih antara pasien satu dengan yang lain

 

 

 

 

 

 

 

2.

Memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga

 

 

 

 

 

 

3.

Berbicara sopan

 

 

 

 

 

 

4.

Merasa puas jika dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan baik

 

 

 

 

 

 

5.

Menanamkan kepercayaan dan harapan akan keberhasilan pengobatan

 

 

 

 

 

 

6.

Memberi semangat pasien dan meyakinkan bahwa pasien dapat sembuh

 

 

 

 

 

 

7.

Memberi semangat jika pasien merasa putus asa

 

 

 

 

 

 

8.

Memfasilitasi pasien dan keluarga untuk alternative pengobatan yang tepat

 

 

 

 

 

 

9.

Menghargai perasan pasien

 

 

 

 

 

 

10.

Merasakan apa yang dirasakan pasien

 

 

 

 

 

 

11.

Mendorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan

 

 

 

 

 

 

12.

Memperkenalkan diri kepadapasien dan keluarga

 

 

 

 

 

 

13.

Memberikan perhatian kepada pasien ketika sedang berbicara

 

 

 

 

 

 

14.

Memberikan respon secara verbal terhadap panggilan atau keluhan pasien dan keluarga

 

 

 

 

 

 

15.

Menjawab pertanyaan pasien dan keluarga dengan baik dan jujur

 

 

 

 

 

 

16.

Tidak menyembunyikan kesalahan dalam melakukan perawatan pada pasien

 

 

 

 

 

 

17.

Menerima ekspresi positif dan negative pasien atau keluarga

 

 

 

 

 

 

18.

Memberikan waktu atau mendengarkan keluhan pasien

 

 

 

 

 

 

19.

Menyusun jadwal kegiatan pasien sesuai dengan kemampuannya

 

 

 

 

 

 

20.

Mendiskusikan masalah yang menjadi kekhawatiran pasien

 

 

 

 

 

 

21.

Memberikan solusi akan keluhan maupun perasaan pasien

 

 

 

 

 

 

22.

Mengidentifikasi masalah yang dihadapi pasien

 

 

 

 

 

 

23.

Menetapkan masalah berdasarkan identifikasi yang ditemukan

 

 

 

 

 

 

24.

Menetapkan rencana tindak lanjut dan penyelesaian masalah

 

 

 

 

 

 

25.

Memberikan informasi yang jelas mengenai perawatan yang dilakukan

 

 

 

 

 

 

26.

Membantu pasien menyelesaikan masalah

 

 

 

 

 

 

27.

Membantu pasien untuk melakukan tindakan dengan mempraktikannya

 

 

 

 

 

 

28.

Memberikan penjelasan atau pengajaran untuk pasien dalam memenuhi kebutuhannya

 

 

 

 

 

 

29.

Memfasilitasi pasien agar dapat melakukan hal-hal yang dapat dikerjakan

 

 

 

 

 

 

30.

Memfasilitasi pasien untuk bersosialisasi dengan lingkungan

 

 

 

 

 

 

31.

Menjaga lingkungan agar tetaap nyaman dan aman

 

 

 

 

 

 

32.

Memberikan tindakan yang memberikan rasa aman dan nyaman

 

 

 

 

 

 

33.

Mengenali kebutuhan pasien

 

 

 

 

 

 

34.

Membantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan, makan, minum, personal hygine sehari-hari yang tidak dapat dilakukan

 

 

 

 

 

 

35.

Memberikan kebebasan pada pasien untuk beribadah meurut agama dan kepercayaan

 

 

 

 

 

 

36.

Memberikan bimbingan rohani pada pasien sesuai kepercayaan dan mensyukuri apa yang saat ini dimiliki

 

 

 

 

 

 

Sumber : Watson (Firmansyah, 2019.),

 

Keterangan:

a)      Jika X< (M-1,0 SD) berarati rendah

b)      Jika (M-1,0 SD)≤ X< (M+1,0 SD) berarti sedang

c)      Jika X≥ (M+1,0 SD) berarti tinggi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kuisioner Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A)

 

 

KUISIONER KECEMASAN

 

Petunjuk Pengisian:

1.      Baca semua pernyataan dengan cermat.

2.      Jawablah pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Jika ada pernyataan atau cara pengisian yang kurang dimengerti dapat ditanyakan kepada peneliti.

3.      Beri tanda centang (√ ) pada kolom berdasarkan kondisi saat ini:

0: Tidak ada (tidak ada gejala sama sekali)

1: Ringan (satu gejala dari pilihan yang ada)

2: Sedang (separuh dari gejala yang ada)

3: Berat (lebihdari separuh gejala yang ada)

4: Sangat berat (Semua gejala ada)

 

No.

Gejala Kecemasan

0

1

2

3

4

1.

Perasaan Cemas (Anxiety)

o   Merasa cemas

o   Prasangka buruk

o   Takut dengan pemikiran sendiri

o   Mudah tersinggung

 

 

 

 

 

2.

Ketegangan

o   Merasa tegang

o   Lesu

o   Ketidakmampuan beristirahat dengan nyaman

o   Mudah terkejut

o   Mudah menangis

o   Gemetar

o   Gelisah

 

 

 

 

 

3.

Ketakutan

o   Takut pada gelap

o   Takut pada orang asing

o   Bila ditinggal sendiri

o   Pada binatang buas

o   Pada keramaian lalu lintas

o   Pada kerumunan orang banyak

 

 

 

 

 

 

4.

Gangguan Tidur

o   Sulit untuk tidur

o   Terbangun di malam hari

o   Tidur tidak nyenyak

o   Bangun dengan lesu

o   Mimpi buruk

o   Mimpi menakutkan

 

 

 

 

 

5.

Gangguan Kecerdasan

o   Sulit berkonsentrasi

o   Penurunan daya ingat

o   Daya ingat yang buruk

 

 

 

 

 

6.

Perasaan Depresi

o   Hilangnya minat

o   Berkurangnya kenikmatan pada waktu luang

o   Sedih

o   Bangun dini hari

o   Perasaan berubah-ubah sepanjang hari

 

 

 

 

 

7.

Gejala Somatic/fisik (otot)

o   Sakit dan nyeri otot-otot

o   Kaku

o   Kedutan otot

o   Gigi gemerutuk

o   Suara tidak stabil

 

 

 

 

 

8.

Gejala Somatik/fisik (sensorik)

o   Tinitus (telinga berdenging)

o   Penglihatan kabur

o   Wajah merah atau pucat

o   Merasa lemas

o   Perasaan ditusuk-tusuk

 

 

 

 

 

9.

Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)

o   Takikardi (detak jantung cepat)

o   Berdebar-debar

o   Nyeri pada dada

o   Rasa lesu/lemas seperti mau pingsan

o   Detak jantung menghilang (berhenti sekejap)

 

 

 

 

 

10.

Gejala respiratori (pernafasan)

o   Rasa tertekan atau sempit pada dada

o   Rasa tercekik

o   Sering menarik nafas

o   Napas pendek/sesak

 

 

 

 

 

11.

Gejala gastrointestinal (pencernaan)

o   Kesulitan menelan

o   Perut melilit

o   Gangguan pencernaan

o   Nyeri sebelum dan sesudah makan

o   Perasaan terbakar diperut

o   Rasa penuh atau kembung pada perut

o   Mual

o   Muntah

o   Penurunan berat badan

o   Buang air besar lembek

o   Kesulitan buang air besar (sembelit)

 

 

 

 

 

12.

Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin)

o   Sering buang air kecil

o   Tidak datang bulan (tidak ada haid)

o   Ereksi lemah

o   Ketidakmampuan menahan kencing

o   Darah menstruasi yang berlebihan

o   Menstruasi sangat lama

o   Menstruasi sangat singkat

o   Menstruasi lebih dari satu kali dalam sebulan

o   Ejakulasi dini

o   Disfungsi ereksi/impotensi

 

 

 

 

 

13.

Gejala autonomy

o   Bibir kering

o   Wajah merah

o   Mudah berkeringat

o   Kepala pusing

o   Kepala terasa berat

o   Kepala terasa sakit

o   Bulu kuduk meremang/berdiri

 

 

 

 

 

14.

Perilaku (sikap)

o   Gelisah

o   Tidak tenang

o   Jari gemetar

o   Mengkerutkan kening/dahi

o   Wajah tegang

o   Wajah merah

o   Stress/kekakuan fisik

o   Nafas pendek dan cepat

 

 

 

 

 

  Keterangan total skor:

a)      Kecemasan ringan: Skor 0-14

b)      Kecemsan sedang: Skor 15-28

c)      Kecemasan berat: Skor 29-42

d)     Panik: Skor 43-46

Tidak ada komentar: