HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUMAH
SAKIT UMUM HANDAYANI KOTABUMI
LAMPUNG UTARA TAHUN 2023
PROPOSAL SKRIPSI
POLTEKKES TANJUNGKARANG KEMENKES RI
JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
PRODI SARJANA TERAPAN
KEPERAWATAN
BANDARLAMPUNG
2023
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembedahan adalah tindakan medis yang menggunakan
prosedur invasif untuk membuka dan merawat bagian tubuh yang akan dioperasi.
Pembukaan bagian tubuh ini biasanya dilakukan dengan membuat sayatan yang akan
dioperasi, dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan luka dan
penjahitan
Jumlah operasi di dunia
sangat besar, dengan studi tahun 2017 di 195 negara menyebutkan jumlah operasi
mencapai 397 juta per tahun, hampir 2 kali jumlah kelahiran per tahun. Dalam
penelitian di negara industri, tingkat komplikasi pembedahan diperkirakan 3-16%
dengan mortalitas 0,4-0,8%. Tingginya tingkat komplikasi dan kematian akibat
pembedahan berarti bahwa pembedahan harus menjadi perhatian kesehatan global
Perilaku
caring perawat merupakan faktor penting dalam mengatasi kecemasan pasien operasi
karena perawat memiliki kesempatan untuk memberikan pelayanan kesehatan berupa
asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu pasien mengatasi kecemasan
dengan memenuhi kebutuhan dasar pasien 24 jam sehari secara holistik dan peduli
Menurut
American Psychiatric Association Kecemasan merupakan
reaksi yang wajar, emosional, dan menghadapi
bahaya yang nyata
Hasil
penelitian terhadap pasien operasi di RSUP Sanglah Denpasar menunjukkan bahwasanya pasien yang mengalami kecemasan sebanyak
91,1% dengan tingkat kecemasan ringan 31,15%, kecemasan sedang 44,4% dan panik
6,7%
Menurut Artini dkk. (2017), Pasien memiliki berbagai macam alasan
kecemasan atau ketakutan saat menjalani operasi, antara lain kecemasan karena
nyeri, kecemasan terhadap body image seperti organ yang cacat atau tidak dapat
berfungsi normal, ketakutan terhadap instrumen bedah, ketakutan akan kematian
saat anestesi, dan ketakutan akan operasi yang gagal Kecemasan pada pasien
pasca operasi dapat dilihat dari karakteristik fisik, perilaku dan kognitif
mereka. Seseorang yang cemas dapat menunjukkan
tanda dan gejala seperti peningkatan denyut nadi dan laju pernapasan, gerakan
tangan yang tidak terkendali, telapak tangan berkeringat, susah tidur, sering
bertanya, dan peningkatan keinginan untuk buang air kecil
Beberapa pasien
yang mengalami kecemasan berat terpaksa harus menunda jadwal operasi karena
pasien merasa belum siap secara mental untuk dilakukan operasi, hal ini sesuai
dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa 42% dari 200 pasien sebelumnya
pernah menunda operasi karena alasan psikologis dan alasan emosional operasi (Artini dkk., 2017). Kecemasan dapat menyebabkan perubahan fisik
dan emosional yang pada akhirnya mempengaruhi prosedur pembedahan, seperti
menunda atau membatalkan operasi. Kecemasan pra operasi dapat dikaitkan dengan
berbagai masalah termasuk nyeri pasca operasi, mual dan muntah pasca operasi,
dan dapat memperpanjang pemulihan dan rawat inap
Penelitian dilakukan pada 60 pasien katarak
pra operasi di Ruang Kenanga RSUD Dr. H. Soewondo Kendal menemukan bahwa hasil
perilaku peduli rendah lebih tinggi daripada tinggi, dengan 66,7% mengatakan
mereka memiliki perilaku peduli rendah dan 33,3% memiliki perilaku peduli
tinggi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prihandhani dkk.
(2015) Mengenai perilaku caring di Rumah Sakit Umum Ganesha,
Guyana, didapatkan hasil bahwa 43,7% perawat memiliki perilaku caring yang
rendah. Studi oleh Paputungan dkk.(2018) di ruang rawat inap RSU GMIM Pancaran
Kasih Manado diketahui dari 78 responden, 44 (56,4%) menilai asuhan keperawatan
baik, sedangkan 34 responden (43,6%) kurang baik. Selanjutnya gambaran perilaku
caring perawat bedah di ruang operasi instalasi bedah sentral RSUD Abdul Wahab
Zahrani Samarinda menunjukkan 62% kurang perawatan.
Rumah Sakit Umum Handayani merupakan salah satu rumah sakit yang
ada di Kotabumi Lampung Utara yang telah lulus akreditasi 5 pelayanan dasar,dan
sekarang telah menjadi rumah sakit tipe C. Menurut informasi yang diterima oleh
peneliti bahwa di RSU Handayani belum ada yang meneliti tentang perilaku caring
perawat. Sehingga belum diketahui apakah prilaku caring perawat di rumah sakit
tersebut tergolong rendah, sedang, ataupun tinggi. Berdasarkan uraian latar
belakang diatas, peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang Hubungan
Perilaku Caring Perawat dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di
Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah
apakah ada hubungan perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan
pada pasien pre operasi di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara ?
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Penelitian ini memiliki
tujuan untuk mengetahui hubungan perilaku caring perawat dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung
Utara.
2. Tujuan
Khusus
a.
Untuk mengidentifikasi
perilaku caring perawat diruang perawatan bedah Rumah Sakit Umum
Handayani Kotabumi Lampung Utara.
b.
Untuk
mengetahui tingkat kecemasan pasien pre operasi di Rumah Sakit Umum Handayani
Kotabumi Lampung Utara.
c.
Untuk
mengetahui hubungan perilaku caring
perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di Rumah Sakit Umum
Handayani Kotabumi Lampung Utara.
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan, yang dapat
memberikan gambaran dan pengetahuan serta menambah wawasan yang lebih luas
tentang pentingnya perilaku caring behavior perawat untuk menurunkan tingkat kecemasan
pasien operasi.
2. Manfaat
Aplikatif
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan masukan terkait pelaksanaan asuhan
keperawatan terkait masalah perilaku caring perawat sehingga dapat diambil
kebijakan untuk mengatasi kecemasan dan meningkatkan pelayanan keperawatan
khususnya perilaku caring untuk menurunkan kecemasan pasien pre operasi.
E. Ruang
Lingkup Penelitian
Penelitian ini
merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelasional menggunakan
pendekatan cross sectional. Populasi
dari penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani tindakan operasi. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pegambilan
sampling purposive ( purposive sampling).
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan Antara perilaku caring
perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di Rumah Sakit Umum
Handayani Kotabumi Lampung Utara Tahun 2023. Penelitian ini dilaksanakan pada
Januari – Maret tahun 2023 di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kecemasan
1. Pengertian kecemasan
Kecemasan merupakan
ketakutan yang bercampur baur samar-samar dan berhubungan dengan perasaan
ketidakpastian dan tidak berdaya, perasaan terisolasi, pengasingan dan kegelisahan.
Kecemasan merupakan pengalaman yang menjengkelkan dimulai dari bayi dan
berlanjut disepanjang kehidupan
Kecemasan merupakan
suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan
tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu yang
buruk akan terjadi
Reaksi kecemasan
tersebut dapat dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, seperti gejolak emosi
yang sangat fluktuatif sehingga berdampak negatif terhadap penampilannya
ataupun muncul reaksireaksi fisiologis seperti kekakuan otot yang tentu
berpengaruh buruk terhadap penampilan. Kecemasan dasar dibarengi permusuhan
dasar, berasal dari perasaan marah, suatu presdiposisi untuk mencurigai orang
lain
2. Tingkat Kecemasan
a.
Tingkatan kecemasan dapat dikelompokkan dalam beberapa tingkatan
diantaranya yaitu kecemasan ringan (Mild anxiety), kecemasan sedang (Moderate
anxiety) dan kecemasan berat (Severeanxiety)
Menurut Stuart (2016)
tingkat kecemasan terbagi menjadi:
1)
Kecemasan
ringan
Kecemasan ringan terjadi
ketika ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kecemasan, seseorang akan
menjadi waspada dan meningkatkan bidang persepsi. Kecemasan pada tingkat ringan
dapat memotivasi belajar dan mengarah pada pertumbuhan dan kreativitas.
2)
Kecemasan
sedang
Pada tingkat kecemasan
sedang, seseorang akan fokus pada hal yang nyata dan mengabaikan yang lainnya.
Bidang persepsi seseorang menyempit sehingga orang tersebut kurang mampu
melihat, mempersepsi atau mendengar. Seseorang pada level ini masih mampu mengikuti
perintah saat diarahkan.
3)
Kecemasan
berat
Kecemasan yang parah
akan sangat mengurangi bidang persepsi pribadi. Seseorang cenderung berfokus pada
hal-hal yang detail dan spesifik dan tidak dapat memikirkan hal yang lain.
Semua langkah yang diambil ditujukan mengurangi ketegangan dan butuh banyak arahan
untuk focus ke area lain.
4)
Tingkat
panik
Terkait dengan
ketakutan dan ketakutan, seseorang akan kehilangan kendali diri, dan tidak akan
mampu melakukan apapun bahkan dengan instruksi. Kepanikan ini dapat menyebabkan
peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan untuk berhubungan dengan
orang lain, persepsi yang menyimpang, dan berkurangnya pemikiran rasional. Respon individu terhadap kecemasan berkisar dari kecemasan
ringan hingga panik.
b.
Menurut Freud
Menurut Freud dalam
Starkstein (2018) kecemasan dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
1)
Kecemasan
objektif
Kecemasan objektif
adalah sesuatu yang dirasakan karena adanya bahaya dari luar. Bahaya adalah
suatu kondisi yang dirasakan seseorang dan dapat mengancam. Perasaan cemas
terjadi ketika seseorang berada pada objek atau situasi tertentu yang dianggap
berbahaya. Misalnya seorang anak takut brada di ruangan gelap. Kecemasan pre
operasi juga merupakan contoh kecemasan objektif.
2)
Kecemasan
neurotis
Kecemasan saraf adalah
kecemasan yang disebabkan oleh bahaya dari dalam atau bawaan. Kecemasan ini
terdiri dari 3 bagian yaitu:
·
Kecemasan
yang disebabkan oleh penyesuaian terhadap lingkungan. Siapapun yang mengalami
kecemasan ini akan merasa cemas karena mengira akan terjadi sesuatu pada
dirinya.
·
Kecemasan
yang tidak rasional atau phobia. Ketakutan di besar-besarkan, seperti saat
seseorang berlari dan berteriak saat melihat karet.
·
Reaksi
gugup yaitu reaksi yang terjadi secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.
3)
Kecemasan
moral
Kecemasan yang
disebabkan oleh sifat pribadi seseorang. Sifat-sifat seperti benci, iri hati,
dendam, marah dan lain-lain akan membuat seseorang merasa khawatir, cemas dan
gelisah
3. Penyebab
Kecemasan
Menurut Stuart (2016)
penyebab kecemasan dapat dibagi menjadi 2
kategori, yaitu:
a.
Faktor
Predisposisi
1)
Biologis
Perubahan pada berbagai
sistem termasuk sistem GABA (Neurotransmitter gama-aminobutirat acid) dapat
menyebabkan kecemasan. GABA berperan dalam mengatur aktivitas neuron yang
menciptakan situasi yang memicu kondisi kecemasan.
2)
Keluarga
Lingkungan yang dimana ada
interaksi atau konflik keluarga yang dapat menimbulkan kecemasan pada diri
seseorang.
3)
Psikologis
Siapa pun yang sedang
dalam kecemasan parah di awal kehidupan sering mengalami kecemasan di kemudian
hari. Harga diri juga bisa menjadi faktor kecemasan seseorang. Orang dengan
harga diri rendah sangat mudah mengalami kecemasan. Selain itu juga, faktor
ketahanan terhadap stres juga dapat mempengaruhi terjadinya kecemasan.
4)
Perilaku
Apapun yang mengganggu
pencapaian tujuan yang diingikan dapat menyebabkan kecemasan.
b.
Faktor
Presipitasi
1)
Ancaman
Integritas Fisik
Ancaman termasuk
potensi cacat fisik atau pengurangan kegiatan sehari-hari. Ancaman bisa datang
dari dalam seperti, sistem kekebalan tubuh, pengaturan suhu, atau dari luar
seperti, infeksi, cedera, dan resiko keamanan.
2)
Ancaman
terhadap Sistem Diri
Ancaman terhadap
pengaturan diri termasuk ancaman terhadap identitas, harga diri, dan fungsi sosial
yang terintegrasi. Sistem diri internal seperti masalah interpersonal di rumah,
sedangkan sumber eksternal seperti kematian, relokasi atau perceraian.
4. Kecemasan
Pra Operasi
Saat waktu operasi
semaki dekat, pasien akan menghadapi berbagai stresor. Operasi yang sangat
ditunggu-tunggu pelaksanaannya dapat menimbulkan kecemasan pada pasien. Pembedahan
pada pasien dikaitkan dengan perasaan sakit, peluang untuk cacat, ketergantungan
pada orang lain dan perasaan kematian. Pasien juga khawatir tentang pendapatan atau
kompensasi asuransi karena perawatan di rumah sakit
Kecemasan pre operasi merupakan
masalah umum yang sering terjadi pada pasien pre operasi. Kecemasan tersebut dimulai
dari tanggal perencanaan operasi hingga saat operasi dilakukan. Keadaan kecemasan
pre operasi sangat menyusahkan pasien. Gejala kecemasan pada pasien pre operasi
adalah stres dan ketidaknyamanan. Kecemasan pre operasi mempengaruhi kenyamanan
pasien, kualitas hidup, kesulitan mengambil keputusan, penurunan fungsi kognitif,
bahkan kesulitan mengelola nyeri bedah periode pasca operasi
5. Faktor Yang
Mempengaruhi Kecemasan Pra Operasi
a. Usia
Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Woldegerima dkk. (2018) menyatakan bahwa
perbedaan usia dapat dijadikan sebagai faktor individu yang mengalami stress
dan kecemasan akibat proses penuaan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
semakin tua pasien, semakin rendah tingkat kecemasannya.
b.
Jenis
kelamin
Kecemasan lebih sering
terjadi pada wanita karena banyaknya stres dan kepekaan emosional, fluktuasi
hormon estrogen dan progesteron pada wanita juga dapat menyebabkan perubahan
suasana hati dan kecemasan
c.
Tingkat
Pendidikan
Tingkat pendidikan
merupakan faktor yang sering dikutip sebagai mempengaruhi kecemasan pre
operasi. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa jika status pendidikan seseorang
tinggi maka tingkat kecemasan seseorang akan meningkat. Hal ini karena orang
yang berpendidikan tinggi cenderung mengungkapkan perasaannya, mencari sumber
informasi dan sadar akan kompleksitas. Namun penelitian yang dilakukan pada
tahun 2017 menemukan bahwa orang yang kurang berpendidikan akan lebih banyak mengalami
kecemasan daripada orang yang berpendidikan tinggi
d.
Pengalaman
operasi sebelumnya
Pengalaman bedah
sebelumnya dapat menjadi faktor yang mempengaruhi respon fisik dan emosional pasien terhadap
prosedur pembedahan. Jenis operasi sebelumnya, ketidaknyamanan, hasil dan semua
faktor yang lain akan diingat oleh pasien. Untuk mengatasi hal ini, perawat harus
melakukan penilaian menyeluruh terhadap kompleksitas pengalaman pasien. Hasil
informasi assessment membantu perawat
mengantisipasi kebutuhan pasien pre operasi dan pasca operasi. Pengalaman bedah
sebelumnya akan mempengaruhi tingkat perawatan fisik yang dibutuhkan pasien
setelah operasi
e.
Jenis
operasi
Jenis operasi seseorang
dapat membuat perbedaan dalam tingkat kecemasan yang dialami. Hasil penelitian
Woldegerima dkk. (2018) pasien bedah ortopedi memiliki tingkat kecemasan
tertinggi. Ketakutan akan rasa sakit dan kecacatan menyebabkan tingkatkecemasan
yang tinggi. Penelitian lain menunjukkan bahwa operasi onkologi dan ginekologi
juga memiliki kecemasan yang tinggi.
f.
Status
ekonomi
Seseorang yang
berpenghasilan yang rendah memiliki kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang yang berpenghasilan tinggi. Kecemasan dapat dikaitkan dengan rasa
takut kehilangan sumber pendapatan
6.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kecemasan
Dayakisni dan Hudaniah
(2012) menyatakan bahwa kecemasan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
a. Hubungan sosial yang tidak menyenangkan karena masalah masa lalu.
b. Keyakinan bahwa individu merasa mereka tidak memiliki kemampuan
yang diperlukan untuk berhasil.
Menurut Cervone dan Pervin
(2012), faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu:
a.
Faktor biologis
Faktor biologis,
termasuk kecenderungan genetik, kelainan pada fungsi neurotransmitter, dan
kelainan pada jalur otak yang menandakan bahaya atau yang menghambat perilaku
berulang.
b.
Faktor
sosial lingkungan
Faktor sosial lingkungan,
termasuk paparan peristiwa yang mengancam atau traumatis, mengamati reaksi ketakutan,
dan kurangnya dukungan sosial.
c.
Faktor
perilaku
Faktor perilaku,
termasuk kurangnya peluang untuk kepunahan karena penempatan rangsangan
permusuhan dan sebelumnya netral, menghilangkan kecemasan dari ritual kompulsif
atau menghindari rangsangan fobia, dan menghindari objek atau situasi yang
menakutkan.
d.
Faktor
kognitif dan emosional
Faktor kognitif dan
emosional, termasuk konflik psikologis yang belum terselesaikan dan faktor
kognitif, seperti antisipasi ketakutanyang berlebihan, hipersensitivitas terhadap
ancaman, sensitivitas kecemasan, kesalahan alokasi sinyal tubuh.
Seperti yang dijelaskan
Supratiknya (2005), ada beberapa faktor penyebab terjadinya gangguan kecemasan,
antara lain:
a. Modelling, yaitu
menirukan orangtua yang heboh dan cemas.
b. Ketidakmampuan mengendalikan emosi yang dapat merugikan atau
mengancam ego, seperti rasa permusuhan terhadap seseorang,hasrat seksual, dan sebagainya. Perasaan
dan emosi seperti itu akan ditekan.
c.
Membuat
keputusan yang menyebabkan kecemasan.
d. Kekambuhan trauma psikologis yang dialami di masa lalu
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan menurut Feist (2012),
yaitu:
a.
Kontribusi
biologis
Semakin banyak bukti
menunjukkan bahwa seseorang mewarisi kecenderungan untuk menjadi bersemangat.
Seperti gangguan psikologis lainnya, tidak ada gen tunggal yang tampaknya
bertanggung jawab atas kecemasan. Sebaliknya, kontribusi kecil dari banyak gen
di daerah kromosom yang berbeda secara kolektif membuat seseorang cenderung
cemas jika faktor psikologis dan sosial tertentu menguntungkan. Kecenderungan
kecemasan dan kepanikan tampak menurun dalam keluarga dan mungkin memiliki komponen
genetik. Kecemasan juga terkait dengan sirkuit otak tertentu dan sistem
neurotransmitter. Wilayah otak yang paling sering dikaitkan dengan kecemasan
adalah sistem limbik, yang berperan sebagai perantara antara batang otak dan
korteks. Batang otak memantau dan merasakan perubahan aktivitas fisik, kemudian
mengirimkan sinyal Bahasa potensial ini ke proses kortikal yang lebih tinggi
melalui sistem limbik.
b.
Kontribusiipsikologis
Freudiimemandang kecemasan
sebagai respon emosional terhadap bahaya di seputar pengaktifan kembali situasi
masaikanak-kanak yang traumatis. Ahli teori perilaku memandang kecemasan
sebagai produk pengkondisian klasik awal, peniruan, dan bentuk pembelajaran lainnya. Alasan lainnya
adalah keyakinan bahwa tidak semua peristiwa dapat dikendalikan oleh setiap
orang. Persepsi ini paling jelas dalam bentuk kepercayaan yang berbahaya.
c. Locus oficontrol internal
Perbedaaniitingkat locus of
control internal setiap individu
berbeda dan mempengaruhi sikap dan gejala yang berbeda pada tingkat kecemasan. Mereka yang
memiliki locus of control internal
tinggi lebih cenderung mengalami masalah sebagai kenyataan yang dapat
dikendalikan oleh dirinya sendiri, sedangkan individu locus of control internal yang rendah cenderung memandang
masalah sebagai ancaman yang menimbulkan kecemasanitinggi. Berdasarkan uraian
diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kecemasan dapat
dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
meliputi trauma psikologis, predisposisi genetic, penyimpangan fungsi
neurotransmitter, abnormalitas jalur otak, sensitivitas kecemasan, misatribusi
sinyal tubuh, faktor keturunan, locus of control internal, dan harga
diri. Faktor eksternal termasuk paparan perilaku stress atau traumatis, kurangnya
dukungan sosial, dan pemodelan.
7.
Alat
Ukur Kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
Untuk mengetahui apakah
tingkat kecemasan seseorang tergolong ringan, sedang, berat atau sangat berat dapat digunakan
instrument Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Skala ini
terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing dipecah menjadi gejala yang
lebih spesifik. Hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HARS ini adalah sebagai berikut : gejala kecemasan meliputi perasaan cemas,
agitasi, ketakutan, gangguan pola tidur, mood depresi
(suasana hati), gejala somatik atau fisik (otot), gejala somatik
atau sensorik fisik, gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), gejala
pernafasan, gejala gastrointestinal (pencernaan), gejala urogenital (perkemihan
dan kelamin), gejala autonom dan perilaku
a.
Perasaan
cemas: perasaan buruk, ketakutan akan pikiran sendiri, lekas marah
b.
Kegembiraan:
merasa gelisah, gemetar, mudah tersinggung dan lesu
c.
Ketakutan:
takut pada kegelapan, orang asing, sendirian dan binatang besar.
d.
Gangguan
tidur: sulit tidur, terbangun di malam hari, tidak bisa tidur nyenyak dan
mengalami mimpi buruk.
e.
Gangguan
intelektual: kehilangan ingatan, pelupa dan sulit konsentrasi
f.
Perasaan
tertekan: kehilangan minat, berkurangnya kesenangan dalam hobi, sedih, perasaan
tidak menyenangkan sepanjang hari.
g.
Gehala
somatik: nyeri otot dan kaku, gigi bergemeretak, suara serak dan otot berkedut
h.
Gejala
sensorik: perasaan sobek, penglihatan kabur, muka memerah, dan pucat serta
merasa lemas.
i.
Gejala
kardiovaskuler: takikardi, nyeri dada, nadi kaku.
j.
Gejala gangguan
pernafasan: perasaan tertekan di dada, perasaan sesak nafas, sering bernafas
dalam-dalam dan sesak nafas.
k.
Gejala gastrointestinal: kesulitan menelan,
sembelit, penurunan berat badan, mual dan muntah, sakit perut sebelum dan
sesudah makan, mulas.
l.
Gejala
urogenital: sering buang air kecil, inkontensia urin, amenorhe, ereksi lemah
atau impotensi.
m. Gejala vegetataif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah,
bulu kuduk berdiri,pusing atau sakit kepala
n.
Perilaku
sewaktu wawancara: gelisah, jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, wajah
tegang, tonus otot meningkat, dan nafas pendek serta cepat.
Setiap pilihan yangidiobservasi diberii5 tingkataniskor antarai0 (NoliiPresent) sampaiidengan 4 (severe).
·
Skor 0
= Tidak ada (tidak ada gejala sama
sekali)
·
Skor 1
= ringan (1 gejala dari pilihan yang
ada)
·
Skori2
= sedangi(separuh gejalaidari pilihaniyangiada)
·
Skor 3
= berati(lebihidari separuh gejalaiyangiada)
·
Skor 4 =
sangatiberat (semuaigejalaiada)
Hal-hal yang dinilai dalam alat ukur” HARSiadalah perasaan cemas,
gelisah, takut, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi (mood),
gejala somatik atau fisik (otot), gejala somatic atau sensorik
fisik, gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), gejala pernafasan,
gejala gastrointestinal (pencernaan), gejala urogenital (perkemihan
dan kelamin), gejala autonom dan perilaku. Semua gejala kecemasan diukur
dengan nilai atau angka (score) yang berkisar antara 0-4. Nilai numerik
untuk masing-masing dari 14 kelompok gejala ditambahkan dan dari hasil total
menunjukkan tingkat kecemasan seseorang, yaitu :
a) Kecemasan ringan : Skor 0 – 14
b)
Kecemasan
sedang : Skor 15 – 28
c)
Kecemasan
berat : Skor 29 – 42
d) Panik : Skor 43 – 56
B. Konsep Perilaku Caring
1.
Pengertian
Perilaku Caring Perawat
Caring merupakan keperawatan holistic yang bermanfaat dalam mendukung
proses kesembuhan klien dan bagaimana menjalin hubungan caring dengan klien
serta bertanggung jawab terhadap kondisiiklien. Teoriiini menyatakan hubungan caring
yang dilakukan oleh perawat merupakan proses keperawatan yang unik dalam pelayanan.iCaring adalah kerangka kerja yang mengubah praktis menjadi pratik
keperawatan, yaitu caring adalah bentuk dari fundamental dari pratik
keperawatan, yang meliputi membatu pasien pulih dari penyakit, memberikan
penjelasan tentang penyakit pasien, daniimembangun hubunganidengan pasien. Selain itu
membantu perawat lebih baik mengenali intervensi dan kemudian menjadi perhatian
dan panduan untuk pemberian
Perilaku caring
adalah menghibur, penuh kasih sayang, kepedulian, perilaku mengatasi, empati,
dukungan dan kepercayaan. Tujuan dari caring itu sendiri adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi
manusia dengan menekankan kegiatan yang sehat dan sederhana untuk individu yang
disepakati bersama. Menurut Miller pengasuhan adalah tindakan yang disegaja
yang menimbulkan rasa aman secara fisik dan emosional yang sebenarnya dilakukan
oleh pemberi asuhan dan penerima asuhan keperawatan
Pakar keperawatan
menempatkan perawatan sebagai fokus perhatian yang sangat mendasar dalam praktik
keperawatan, karena banyak peneliti tentang perawatan mengungkapkan bahwa
harapan pasien yang tidak terpenuhi jarang terkait dengan kompetensi,tetapi
lebih karena pasien merasa perawat tidak peka terhadap kebutuhan mereka atau menghargai
sudut pandang mereka “tidak perduli” singkatnya
2.
Dimensi
dari Perilaku Caring Perawat
Menurut Williams
3.
Faktor yang
Mempengaruhi Perilaku Caring Perawat
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku caring perawat, yaitu
a)
Faktori
individu
Faktoriindividu “berkaitan dengan kemampuan,
keterampilan, latar belakang, dan”demografis. Kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi perilaku perawat dalam merawat pasien, dan latar belakang serta
demografi merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku perawat dalam
merawatipasien.
b)
Faktoripsikologis
Faktoripsikologis perawat dipengaruhi
oleh keluarga yang memberikan dukungan dan motivasi, tingkat sosial perawat
yang bersangkutan, pengalaman perawat dan karakteristik demografi. Faktor
psikologis terdiri dari sikap, kepribadian, pembelajaran dan motivasi. Sikap mencerminkan
pemahaman perawat terhadap pasien yang dirawat, perawat dalam keperawatan memahami
sikap sangat penting bagi perawat karena sikap perawat dapat meningkatkan
kinerjanya dan memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif ke pasien dan
keluarganya. Kepribadian seorang perawat pasti mendukung kinerjanya, seorang perawat yang memiliki
kepribadian baik akan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pasien. Proses pembelajaran dan
motivasi yang diterima perawat baik dari faktor internal dan eksternal dapat
memberikan motivasi bagi perawat untuk terus memberikan pelayanan yang baik
kepada pasien.
c)
Faktoriorganisasi
Faktoriorganisasi “berupa sumber daya, gaya
kepemimpinan yang digunakan kepala ruangan, reward yang diterima, struktur
organisasi yang digunakan di lingkungan dan” modelikerja. Sumberidaya yang dimaksud berupa
sumber daya manusia yang terdiri dari tenaga profesional, seperti perawat,
dokter, ahli gizi, dan farmasi. Tenaga non profesional, seperti cleaning service,
staf administrasi ruangan maupun administrasi pusat atau administrasi rumah
sakit, dan klien yang menjalani pengobatan. Sumber daya lainnya adalah sumber
daya atas ketersediaan peralatan pendukung, gaya kepemimpinan kepala ruangan
juga mempengaruhi kinerja dari perawat. Kepala ruangan yang otoriter pasti membuat perawat
tertekan dan tidak nyaman dengan kepala ruangan. Strukturiorganisasi mengacu pada model
asuhan keperawatan apa yang dilaksanakan di ruangan, seperti model fungsional, model
kasus, model tim dan model utama.
4.
Komponen
Perilaku Caring Perawat
Beberapa unsur perilaku
caring perawat dijelaskan oleh Jean Watson
a.
Sistem
nilai humanistik altruistic
Menurut Watson perawat
yang memiliki nilai humanistik dan altruistik dapat disimbolkan dengan
menghargai pandangan diri, keyakinan, interaksi dengan budaya yang berbeda, dan
pengalaman pribadi seseorang. Melalui sistem nilai humanistik dan altruistik
ini, perawat mengembangkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu pada klien. Selain itu, perawat
juga menunjukkan efikasi diri dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada
klien. Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik mulai berkembang
sejak usia dini dengan nilai-nilai yang diturunkan dari orang tuanya. Sistem nilai ini mengarah
pada pengalaman hidup dan kemanusiaan bagi seseorang.
b.
Keyakinan
dan harapan
Perawatiimemberikan kepercayaan
atau keyakinan dengan memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan secara
keseluruhan. Dalam hubungan perawat-klien yang efektif, perawat memfasilitasi
perasaan optimisme, harapan dan kepercayaan. Perilaku klien dalam mencari pertolongan medis.
Keyakinan dan kenyamanan sangat penting untuk proses kreatif dan penyembuhan.
Dengan menggunakan faktor kreatif ini akan tercipta perasaan yang baik melalui
kepercayaan dan atau keyakinan yang sangat berarti bagi seseorang secara
pribadi.
c.
Kepekaan
terhadap Diri Sendiri dan Orang Lain
Perawatiibelajar untuk
menghormati kepekaan dan perasaan klien sehingga ia sendiri dapat menjadi
dirinya sendiri lebih peka, murni dan adil terhadap orang lain. Mengembangan kepekaan terhadap diri sendiri
dan orang lain, mengeksplorasi kebutuhan perawat untuk mulai mengalami emosi
yang timbul dari diri sendir. Hal itu hanya bisa berkembang melalui perasaan
diri seseorang yang peka terhadap intraksi dengan orang lain.
d.
Hubungan
membantu rasa percaya
Caringiimencakup “upaya perawat untuk
meningkatkan proses pembelajaran interpersonal, menemukan konsep perawatan
diri, mengembangkan hubungan yang saling membantu, menggunakan metode pemecahan
masalah yang lebih kreatif, menghargai kekuatan yang ada dalam hidup, terbuka terhadap
dimensi spiritual perawatan dan penyembuhan yang tidak dapat dijelaskan secara
ilmiah, beroperasi dalam sistem nilai humanistik, menanamkan harapan dan
kepekaan terhadap diri sendiri atau orang lain serta memberikan kenyamanan berupa
pemenuhan kebutuhan dasar klien dengan penuh penghargaan terhadap klien.
e.
Penerima
ungkapan perasaan positif dan negative
Penerimaan ekspresi perasaan
positif dan negatif yaitu perawat harus mempersiapkan diri untuk menerima
ekspresi perasaan negatif atau positif dariiklien. Dalam menghadapi klien, perawat harus mampu menunjukkan kesediaan
untuk mengambil resiko saat berbagi dengan klien
f.
Metode
pemecahan masalah pada klien
Perawatiharus “memahami bahwa setiap
pribadi adalah unik dan memiliki situasi koping penyakit berbeda, sehingga
perawat harus mampu menyesuaikan teori keperawatan dengan setiap individu dan
situasi dalam menerapkan metode pemecahan masalah.
g.
Proses pengajaran
interpersonal
Perawatiimemfasilitasi “proses pengajaran dan
pembelajaran yang dirancang untuk memungkinkan klien memenuhi kebutuhan
individualnya, menyediakan perawatan diri, menentukan kebutuhan individual dan
memberikan kesempatan untuk kebutuhan individualiklien.
h.
Lingkungan
psikologis
Perawatiiharus “menyadari lingkungan
internal dan eksternal yang mempengaruhi keadaan sehat-sakit klien. Lingkungan
internal meliputi kondisi emosional dan spiritual, kondisi sosiokultural, dan
keyakinan individu. Sedangkan lingkungan eksternal adalah kenyamanan, privasi,
keamanan, kebersihan, dan estetika lingkungan. Sehingga perawat harus mampu memulihkan
suasana fisik dan non fisik seta menciptakan keharmonisan, keindahan, dan
kenyamanan.
i.
Pemenuhan
kebutuhan manusia pada klien
Kebutuhan asuhan
keperawatan klien diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, sedangkan
perilaku caring perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan atau pemberi asuhan
yang harus dilakukan secara komprehensif atau menyeluruh tetapi dalam tindakan
preventif. Tindakan preventive dapat dilakukan dalam upaya pemeliharaan kesehatan
yang perawat sediakan untuk kebutuhan dasar manusi, yaitu hal-hal yang
dibutuhkan manusia untuk menjaga keseimbangan fisiologis dan emosional, seperti
makan, minum, berpakaian, istirahat, BAK, BAB, rasa aman dan perlindungan diri.
j.
Kekuatan
eksistensi fenomenologis.
Wujud perilaku caring
perawat berdasarkan pada izin untuk terbuka terhadap fenomena eksistensial guna
mencapai pertumbuhan diri dan pematangan jiwa pasien, memberikan kesempatan
kepada pasien dan keluarga untuk menekuni terapi alternative pilihannya, serta
memotivasi pasien dan kelurga agar berserah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Mempersiapkan pasien dan keluarga pada saat berkabung.
5. Alat Ukur
Caring Perawat
Kuesioner yang digunakan
dalam penelitian ini didasarkan pada alat ukur Caring Behaviors Assessment
(CBA) Tools yang terdiri dari 36 pernyataan positif berdasarkan teori
caring dan sepuluh faktor karatif menurut teori Watson (2012). Kuesioner yang
diadaptasi dari penelitian Tumaggor (2013) ini telah melalui proses penerjemah
ke bahasa Indonesia. CBA terdiri dari 36 pertanyaan perilaku caring
perawat yang dikelompokkan ke dalam subskala yang konsisten dengan 10 faktor
karatif Watson. Alat ukur ini menggunakan skala Likert (5 poin) yang mencerminkan
perilaku Caring perawat yaitu:
1 = Tidak pernah
2 = Jarang
3 = Kadang-kadang
4 = Sering
5 = Selalu.
Uji validitas telah diuji menggunakan CBA oleh Manogin, Bechtel,
dan Rami (Watson, 2012) hasil uji validitas berkisar dari 0,66 sampai 0,90 pada
setiap subskala, sedangkan hasil uji reliabilitas menunjukkan 0,93 yang berarti
kuisioner penelitian ini layak untuk digunakan.
C. Konsep Pre Operatif
1. Pengertian
Pre Operatif
Pembedahan sebagai
metode pengobatan invasif untuk diagnosis, pengobatan, trauma dan kelainan
bentuk
2. Persiapan
Keperawatan “pre operasi merupakan fase awal
dari keperawatan perioperatif. Perawatan pre operasi merupakan
fase pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai
pada saat pasien masuk ke ruang penerimaan pasien dan berakhir pada saat pasien
dipindahkan ke meja operasi untuk tindakan pembedahan
(Mirianti, 2011). Penilaian fisik, biologi, dan integral dari fungsi pasien,
termasuk fungsi psikologis sangat penting untuk keberhasilan
dan kesuksesan suatu operasi. Persiapan pre operasi sangat penting untuk menunjang keberhasilan operasi pada kasus-kasus tersebut. Persiapan
pembedahan meliputi persiapan fisiologis, dimana persiapan ini dilakukan mulai
dari persiapan fisik, persiapan penunjang, pemerikaan kondisi anastesi sampai informediconsent. Selain persiapan fisiologis, persiapan psikologis atau
persiapan emosional tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi
karena pasien yang tidak siap secara mental atau lebih dapat berpengaruh
terhadap kondisi fisik pasien
Penting untuk memeriksa
status kesehatan fisik secara umum, seperti sebelum operasi, identitas klien,
riwayat medis seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga,
pemeriksaan fisik lengkap, status hemodinamika, status kardiovaskuler, status
pernafasan, fungsi ginjal dan status kesehatan umum. Selain itu pasien harus
istirahat yang cukup karena dengan istirahat yang cukup pasien tidak akan
mengalami stress fisik, badan lebih rileks sehingga pasien dengan riwayat
tekanan darah tinggi, tekanan darahnya dapat stabil dan pasien wanita tidak dapat
mulai haid lebih awal. Kebutuhaninutrisi ditentukan dengan
mengukur tinggi dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar
protein darah (albuminidaniglobulin) danikeseimbangan nitrogen. Setiap kekurangan nutrisi harus diperbaiki sebelum
operasi untuk menyediakan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Status gizi yang buruk
dapat mempengaruhi pasien untuk berbagai komplikasi pasca operasi dan
mengakibatkan tinggal di rumah sakit lebih lama. Keseimbangan cairan harus dipertimbangkan dalam
kaitannya dengan input dan output cairan. Demikian juga, kadar elektrolit serum harus dalam batas normal.
Keseimbanganicairan dan elektrolit berkaitan
erat dengan fungsi ginjal. Sedangkan ginjal berperan mengatur mekanisme
asam-basa dan ekskresi metabolik anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi
dapat dilakukan dengan baik. Tujuan muncukur daerah operasi adalah untuk menghindari
infeksi pada daerah yang dioperasi, karena rambut yang tidak dicukur dapat
menjadi tempat persembunyian kuman dan juga mengganggu/menghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Namun ada beberapa yang tidak mengharuskan pencukuran sebelum
dilakukan operasi, misalnya pada pasien dengan
incisi lengan. Mencukur (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati agar
tidak melukai area yang dicukur. Pasien sering diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri
agar pasien merasa lebih nyaman. Area yang akan dicukur tergantung pada jenis operasi dan area
yang dioperasi.
Kebersihanitubuh pasien sangat penting dalam
persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat menjadi sumber kuman yang dan menyebabkan infeksi pada tempat yangidi operasi. Pasien yang
lebih kuat fisik disarankan untuk mandi sendiri dan membersihkan area operasi
lebih teliti. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal
hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan bantuan dalam memenuhi kebutuhan
personalihygiene. Kandung kemih
dikosongkan dengan menggunakan kateter. Selain untuk mengosongkan isi kandung
kemih, kateterisasi juga diperlukan untuk memantau keseimbangan cairan. Sebelum
operasi, pasien membutuhkan berbagai latihan, hal ini sangat penting untuk mempersiapkan
pasien menghadapi kondisi pasca operasi, seperti nyeri area operasi,batuk dan
banyak lendir di tenggorokan. Latihan yang diberikan kepada pasien sebelum
operasi, antara lain latihan nafas dalam, latihan batuk efektif, latihan gerak
sendi.
3. Persiapan
Penunjang
Persiapan tambahan merupakan
bagian integral dari operasi. Tanpa hasil
tes yang mendukung, tidak mungkin bagi ahli bedah
untuk memutuskan operasi mana yang akan dilakukan pada pasien. Pemeriksaan
penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium,
dan pemeriksaan lainnya seperti EKG. Sebelum dokter memutuskan untuk mengoperasi
pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan
terkait keluhan pasien sehingga dokter dapat
mengambil kesimpulan mengenai penyakit pasien. Setelah ahli bedah memutuskan untuk melakukan operasi maka peran
ahli anstesi adalah untuk “menentukan apakah kondisi pasien cocok untuk operasi”.
Untukiitu ahli
anastesi juga memerlukan berbagai pemerikasaan
laboratorium, terutama pemeriksaan waktu perdarahan
(bledding
time) dan waktu pembekuan (clotting time) darah pasien,
elektrolit serum, hemoglobin, protein darah,
dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto
thoraks dan EKG.
Pemeriksaan status anestesi dan persiapan pendukung
termasuk Informed Consent. Keamanan selama operasi membutuhkan
pemeriksaan fisik untuk anestesi. Sebelum anestesi dilakukan untuk operasi,
pemeriksaan fisik pasien akan dilakukan untuk menentukan sejauh mana risiko
anestesi terhadap pasien. Tes yang paling umum digunakan adalah tes dengan
menggunakan metode AmericaniSociety ofiAnasthesiologists (ASA).
Tes ini dilakukan
karena obat-obatan dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi sistem
pernafasan, peredaran darah dan saraf. Selain melakukan berbagai macam pemeriksaan suportif pada pasien,
hal lain yang sangat penting adalah terkait dengan aspek hukum dan tanggung
jawab serta akuntabilitas, yaitu” InformediConsent. Baik pasien
maupun keluarganya perlu memahami bahwa prosedur medis, bahkan operasi kecil memiliki
resiko. Oleh karena itu, setiap pasien yang akan menjalani pengobatan harus menuliskan surat pernyataan setuju terhadap
pengobatan (pembedahan dan pembiusan ).
4. PersiapaniiMentali/iPsikis
Persiapan mental tidak
kalah penting dalam proses persiapan operasi, karena pasien
yang mentalnya tidak siap atau labil dapat
mempengaruhi kondisi fisiknya. Pembedahan merupakan ancaman potensial ataupun aktual
pada integeritas seseorang yang dapat memicu respon stres fisiologis dan psikologis
(Long, 2014). Contoh: Perubahan fisiologis yang disebabkan oleh kecemasan dan
ketakutan, misalnya pada pasien dengan riwayat tekanan darah tinggi jika mengalami
kecemasan sebelum operasi pasien mungkin mengalami kesulitan tidur dan tekanan
darahnya dapat meningkat sebelum operasi dilakukan sehingga operasi bisa
dibatalkan
D. Hasil
Penelitian Yang Relevan
Penelitian sebelumnya yang berjudul “Hubungan Terapeutik Perawat-Pasien
Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi” tahun 2017 yang dilakukan oleh
Ni Made Artini, Ni Ketut Guru Prapltil dan I Gusti Ngurah Putu ini bertujuan untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara terapeutik perawat-pasien dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi di RSUP IRNA C Sanglah.
Pada penelitian sebelumnya menggunakan penelitian kuantitatif
dengan desain penelitian cross sectional. Variabel independen dalam penelitian
ini adalah hubungan terapeutik perawat-pasien dan kecemasan pasien pra operasi
sebagai variabel dependen. Peneliti menggunakan teknik total sampling
yang berjumlah 45 responden untuk pengambilan sampel. Peneliti menggunakan uji
korelasi Spearmans Rank dan menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara hubungan terapeutik perawat-pasien dan tingkat kecemasan pasien pre
operasi di RSUP IRNA C Sanglah Denpasar.
Penelitian yang dilakukan saat ini adalah penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui Hubungan Perilaku Caring Behavior Perawat dengan
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi
Lampung Utara. Penelitian ini menggunakan variabel independen perilaku caring
perawat dari persepsi pasien dan tingkat kecemasan pasien sebagai variabel
dependen. Peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah Purposive
Sampling.
E.
Kerangka Teori
Tingkat
kecemasan 1.
Ringan 2.
Sedang 3.
Berat 4.
Panik Pre
Operasi Perilaku
caring perawat 1. Sistem
nilai humanistik altruistic 2. Keyakinan
dan harapan 3. Kepekaan
terhadap diri sendiri dan orang lain 4. Hubungan
membantu rasa percaya 5. Penerimaan
ungkapan perasaan negatif dan positif 6. Metode
pemecahan masalah pada klien 7. Proses
pengajaran interpersonal 8. Lingkungan
psikologis 9. Pemenuhan
kebutuhan manusia pada klien 10. Kekuatan
eksistensi fenomenologis
Gambar 2.1 Kerangka Teori
F. Kerangka Konsep
Kerangka konseptual merupakan
pemikiran yang diturunkan dari beberapa macam teori maupun konsep yang sesuai dengan
masalah penelitian, sehingga dapat memunculkan asumsi-asumsi yang berbentuk
bagan atau alur pemikiran yang dapat dirumuskan ke dalam hipotesis yang dapatidiuji.
Variabel Independen Variabel
Dependen
Tingkat
kecemasan Perilaku caring perawat
Gambar 2.2 Kerangka konsep
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis ialah jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini, yaitu:
Ho : Tidak ada hubungan
antara perilaku caring behavior
perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre
operasi di ruang perawatan RSU Handayani Kotabumi Lampung Utara
H1 : Ada hubungan Antara perilaku caring behavior perawat
dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang perawatan RSU Handayani Kotabumi
Lampung Utara
BAB lll
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, penelitian ini
merupakan penelitian ilmiah yang saling berurutan dan sistematis yang memiliki
kriteria seperti: penelitian berdasarkan data, menggunakan prinsip analisis,
bebas dari prasangka, menggunakan ukuran objektif, dan menggunakan teknik
kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara
variabel independen yaitu perilaku caring perawat dengan variabel dependen
tingkat kecemasan pasien pre operasi di RSU Handayani Kotabumi Lampung Utara
tahun 2023.
B. Desain Penelitian
Desain dalam penelitian
ini menggunakan desain deskriptif korelasional dengan pendekatan cross
sectional. Penelitian deskriptif korelasi adalah penelitian yang digunakan
untuk menjelaskan hubungan, hipotesis, dan pengujian teori yang ada antara 2
variabel. Menurut
C. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara. Penyusunan
proposal dimulai pada bulan Oktober sampai bulan Desember 2022. Kemudian untuk penelitian mulai
dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2023
D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Penelitian
Populasi adalah
sekumpulan subyek yang memiliki karakteristik
tertentu. Populasi sasaran adalah gambaran dari
populasi umum. Dalam penelitian ini, populasi
target termasuk pasien pre operasi dan perawat. Populasi terjangkau adalah segmen populasi sasaran yang dibatasi oleh ruang dan
waktu. Populasi sasaran penelitian ini adalah
pasien pre operasi yang berada di ruang perawatan di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara pada
bulan Januari 2023. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan oleh Siti (2021) diruang perawatan di Rumah Sakit Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara dilaporkan
bahwa rata-rata pasien operasi per bulan adalah 60 orang.
2. Sampel
Penelitian
Sampel adalah sebagian (sub
set) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga
dianggap mewakili populasi. Sampel terdiri dari dua yaitu sampel yang dipilih dan sampel yang diteliti. Sampel
dipilih adalah bagian dari populasi yang
direncanakan secara langsung untuk diteliti yangmemenuhi kriteria pemilihan. Pada
penelitian ini dipilih sampel pasien pre operasi di ruang perawatan Rumah Sakit
Umum Handayani Kotabumi Lampung Utara yang memenuhi kriteria inklusi. Untuk
sampel yang diteliti yaitu tindak lanjut untuk
penyelesaian penelitian subjek yang tepat. Untuk menghitung jumlah sampel
penelitian, peneliti menggunakan rumus Lemeshow,
yaitu:
𝑛 = Z2 . N. p. q
d2 (N - 1) + Z2 .p.q
Keterangan;
n= perkiraan besar sampel
N= perkiraan besar populasi
Z= nilai standar normal 1,96
d= tingkat kesalahan yang digunakan yaitu 0,1
p= perkiraan proporsi (jika tidak diketahui 50%)
q= 1-p
Perhitungan sampel sebagai berikut:
d2 (N - 1) + Z2. p.
q
(0, 1)2. (60 - 1) + (1, 96)2. 0,
5. 1-p
0, 01. 59 + 3, 84. 0,
5. 1-p
0,59 + 1, 92. 1-p
2, 51
n = 45, 89
n = 46
Berdasarkan perhitungan
didapatkan hasil jumlah sampel yaitu 46 orang.
3. Teknik
Sampling Penelitian
Teknik pengambilan
sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probability sampling
melalui purposive sampling. Puposive sampling adalah teknik pengambilan
sampling yang menentukan sampel dengan menentukan karakteristik sesuai dengan
tujuan penelitian. Dalam hal ini,
menentukan sampel dari populasi pasien pre operasi pada bulan Januari 2023.
Kriteria pengambilan
sampel dibagi menjadi 2 kategori, yaitu:
a.
Kriteria
Inklusi
Kriteria inklusi adalah
karakteristik atau atribut yang perlu dipenuhi setiap anggota populasi agar
dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018.). Kriteria inklusi untuk
penelitian ini meliputi:
1)
Pasien yang
dijadwalkan untuk operasi.
2)
Pasien yang
bersedia menjadi res.ponden
3)
Pasien yang
berusia 15-55 tahun.
4)
Pasien yang
telah dirawat di rumah sakit minimal satu hari.
5)
Pasien
mampu berkomunikasi dengan baik.
b.
Kriteria
Eksklusi
Kriteria eksklusi
adalah kriteria yang karakteristik atau atribut yang tidak dapat diambil
sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018). Kriteria eksklusi untuk penelitian ini
adalah:
1)
Pasien
bedah darurat
2)
Pasien yang
tidak bersedia
3)
Pasien
dengan keterbatasan fisik seperti tuli dan buta
4)
Pasien yang
tidak stabil secara psikologis (gangguan jiwa) seperti anxiety disorder
E. Variabel
Penelitian
Menurut Notoatmodjo
(2018) variabel penelitian adalah suatu variabel yang mengandung pengertian,
sifat, ciri, ataupun ukuran yang dimiliki suatu kelompok yang dapat membedakan
dengan ciri khas kelompok lain. Didalam penelitian ini variabel yang digunakan
adalah variabelindependen (bebas) dan variabel dependen (terikat):
1.
Variabel
Independen
Variabel independen
atau bebas yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi faktor
perubahannya atau timbulnya variable dependen/terikat yang disimbolkan dengan
simbol (X) (Sugiyono, 2018). Variabel independen pada penelitian ini yaitu
perilaku caring perawat.
2.
Variabel
Dependen
Variabel dependen atau
terikat merupakan variabel yang terpengaruh atau yang diakibatkan karena adanya
variabel bebas/indepanden yang disimbolkan dengan simbol (Y) (Sugiyono, 2018).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan
F. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah
penjelasan tentang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yang memudahkan
pembaca untuk memahami dan menginterpretasikan penelitian sehingga tidak ada perbedaan
pemahaman
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
Variabel |
Definisi Operasional |
Indikator |
Alat Ukur |
Skala |
Hasil Ukur Dan Kategori |
Variabel Independen: Caring |
Caring adalah perasaan peduli
yang dimiliki oleh perawat saat merawat pasien. |
1.
Sistem nilai humanistic altruistic 2.
Keyakinan
dan harapan 3.
Kepekaan
terhadap diri sendiri dan orang lain 4.
Hubungan
membantu rasa percaya 5.
Penerimaan
ungkapan perasaan postif dan negative 6.
Metode
pemecahan masalah pada klien 7.
Proses
pengajaran interpersonal 8.
Lingkungan
psikologis 9.
Pemenuhan
kebutuhan menusia pada klien 10.
Kekuatan
eksistensial fenomenologis |
Kuisioner Caring Behavior
Assessment (CBA)
Tools |
Ordinal |
Skor: 1.Jika X< (M-1,0 SD) berarati rendah 2.Jika (M-1,0 SD)≤ X< (M+1,0 SD) berarti sedang 3.Jika X≥ (M+1,0 SD) berarti tinggi Kategori: 1.Rendah 2.Sedang 3.Tinggi |
Variabel Dependen: Tingkat Kecemasan |
Kecemasan adalah Perasaan khawatir, gelisah atau ketakutan seseorang yang akan
menjalani operasi. |
1.
Perasaan cemas 2.
Ketegangan 3.
Ketakutan 4.
Gangguan tidur 5.
Gangguan kecerdasan 6.
Perasaan depresi 7.
Gejala somatic 8.
Gejala sensorik 9.
Gejala kardiovaskuler 10. Gejala pernafasan 11. Gejala gastrointestinal 12. Gejala urogenital 13. Gejala vegetative 14. Perilaku sewaktu wawancara |
Kuisioner Hamilton Anxiety Rating
Scale (HARS) |
Ordinal |
Skor: 1.
Skor 0= tidak ada (tidak
ada gejala sama sekali) 2.
Skor 1= ringan (1 gejala
dari pilihan yang ada) 3.
Skor 2= sedang (separuh
dari ada) 4.
Skor 3= berat (lebih dari
separuh gejala yang ada) 5.
Skor 4= Sangat berat(semua
gejala ada) Kategori: 1.
0-14 = ringan 2.
15-28 = sedang 3.
29-42= berat 4.
43-56= panik |
G. Teknik Pengumpulan Data
1.
Sumber Data
a. Data primer
Data primer merupakan sumber
data yang menyediakan data secara langsung kepada pengumpul data
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan
sumber data yang diperoleh dari pihak lain maupun tidak langsung
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
merupakan proses pendekatan subjek dan mengumpulkan ciri-ciri subjek yang dibutuhkan
dalam suatu penelitian
a.
Peneliti
mengajukan permohonan ijin penelitian di bidang akademik
b.
Peneliti mengajukan
surat izin penelitian kepada Kepala Ruang Perawatan RSU Handayani Kotabumi Lampung Utara dan merekrut
pasien pre operasi untuk pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
Peneliti mengkomunikasikan tujuan penelitian dan berbagai pemahaman;
c.
Peneliti memeriksa
jadwal operasi yang tertera di ruang perawat dan disaring berdasarkan kriteria
inklusi;
d.
Peneliti
memperkenalkan dirinya kepada pasien dan membuat kesepakatan;
e.
Pasien yang
terpilih menjadi responden akan diberikan penjelasan tentang manfaat, tujuan
dan prosedur penelitian;
f.
Pasien yang
memberikan persetujuan diberikan formulir persetujuan untuk ditanda tangani dan
diberi kesempatan bertanya jika ada yang tidak dimengerti;
g.
Peneliti
memberikan kuesioner karakteristik responden, kuesioner CBA Tools dan kuesioner
HARS dengan waktu penyelesaian 20-30 menit;
h.
Peneliti
membantu menjelaskan secara sederhana jika pasien mengalami kesulitan dalam
pengerjaan kuisioner;
i.
Kuisioner
diisi di ruang perawatan RSU Handayani Kotabumi Lampung Utara. Kuesioner yang sudah
diisi kemudian dikumpulkan dan diperiksa oleh peneliti untuk melihat
kelengkapan jawaban;
j.
Setelah
semua datadiperoleh, langkah terakhir adalah pengolahan data.
H. Analisis Data
1.
Analisis
Univariat
Analisis univariat
digunakan untuk mengetahui karakteristik masing-masing variabel yang diteliti.
Data kategorikal seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis
operasi, persentase pendapatan dianalisis dengan menggunakan distribusi
frekuensi.
2.
Analisis
Bivariat
Analisis bivariat adalah
uji statistik yang digunakan untuk menganalisa dua variabel yang diyakini berhubungan.
Skala yang digunakan untuk mengukur perilaku caring dan tingkat kecemasan adalah skala
ordinal. Penelitian ini menggunakan uji Kendall’s Tau b, yang merupakan uji
non parametrik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel
dengan masing-masing ukuran data ordinal atau salah satu skala nominal dan
proporsi. Uji Kendall’s Tau b dipilih karena memiliki beberapa keunggulan,
seperti p value yang akurat dengan jumlah sampel yang sedikit dan
distribusi Kendall’s Tau b memiliki sifat statistik yang lebih baik
I.
Etika
Penelitian
1.
Prinsip
Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity)
Dalam kebijakan ini responden memiliki hak untuk berpartisipasi
dalam penelitian atau menolak menjadi responden. Pada penelitian ini peneliti
harus memberikan penjelasan secara detail kepada responden tentang tujuan atau
manfaat penelitian. Peneliti kemudian memberikan kesempatan kepada pasien untuk
memutuskan apakah mereka ingin menjadi responden penelitian atau tidak
2.
Kerahasiaan
(Confidentiality)
Peneliti harus menjaga baik kerahasiaan responden maupun kerahasiaan
informasi atau masalah dalam penelitian (Nursalam., 2016.). Dalam penelitian
ini prinsip kerahasiaan diatur oleh peneliti yang menjaga identitas
pasien yang ingin menjadi responden. Identitas responden akan diganti dengan kode
anonim yang hanya dimengerti oleh peneliti. Selain itu peneliti tidak menyebarluaskan data, informasi, dan identitas pasien yang
menjadi responden penelitian kepada publik.
Hasil kuesioner yang diperoleh dari responden disimpan di tempat tertutup dan
dibuka saat diperlukan untuk kepentingan penelitian. Selai itu, foto responden
yang diambil untuk dokumentasi penelitian juga harus disamarkan oleh peneliti.
3.
Keadilan (Justice)
Peneliti memperlakukan responden secara adil atau tanpa
diskriminasi dari awal hingga akhir penelitian
4.
Kemanfaatan
(Benefience)
Selama melakukan penelitian, peneliti meyakinkan responden bahwa
tidak akan ada kerugian maupun kesalahannya dalam bentuk apapun selama penelitian
berlangsung (Nursalam., 2016.). Dalam penelitian ini, peneliti menyampaikan
manfaat yang diperoleh pasien pre operasi yaitu untuk mengetahui hubungan
antara perilaku caring dengan kecemasan pasien pre operasi. Penelitian ini
tidak menimbulkan risiko apapun karena responden hanya mengisi kuesioner yang
diberikan peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Aliftitah, S. D. (2017.). Hubungan Perilaku Caring
Perawat Dengan Kecemasan Pasien Pra Operasi Di Ruang Bedah Rsud Dr. Moh.
Anwar. Journal Ilmu Kesehatan., 2(1):17-22.
Alwisol, A. (2011.). Psikologi
Kepribadian. Malang.: UMM Pers.
Amiman, S. P.
(2019.). Gambaran Tingkat Kecemasan Pasien Di Instalasi Gawat Darurat. E-Journal
Keperawatan., 7(2):1-6.
Ananda, Y. d. (2018).
Hubungan Perilaku Caring Perawat Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre
Operasi Di Ruang Rawat Inap Bedah Pria Dan Wanita Rsup Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Ilmu Kesehatan, 2(1):1-6.
Arbani, F. A.
(2015.). Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Pasien
Pre Operasi Di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo. Surakarta:: Stikes Kusuma
Husada.
Artini, N. M.
(2017.). Hubungan Teraupetik Perawaat-Pasien Terhadap Tingkat Kecemasan
Pasien Pre Operasi. Community Of Publishing In Nursing (COPING).,
5(3):147-152.
Asmaningrum, N. S.
(2012.). Pengaruh Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tingkat
Kecemasan Pasien Pra Operasi Di Ruang Bedah Rsd DR. Soebandi. Spirulina.,
7(2):101-118.
Ay, A. A. (2014.).
Risk Factors For Perioperative Anxiety In Laparoscopic Surgery. JSLS.,
18(3)1-7.
Bare., S. D. (2012.).
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Dan Suddath Edisi 8 Volume 1.
Jakarta:: EGC.
Bedaso, A. D.
(2019.). Preoperative Anxiety Among Adult Patients Undergoing Elective
Surgery : A Prospective Survey At A General Hospital In Ethiopia. Patient Safety
In Surgery., 13(8):1-8.
Binshop, A. H.
(2006.). Etika Keperawatan. Jakarta.: EGC.
Budiannur. (2014.). Hubungan
Perilaku Caring Perawat Bedah Di Kamar Operasi Instalasi Bedah Sentral.
Skripsi. Samarinda.: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah.
Cervone, D., Dan
Pervin,L. A. (2012.). Kepribadian: Teori Dan Penelitian. Edisi 10. Buku 2.
Alih Bahasa Aliya Tusyani, Evelyn Ridha Manulu, Lala Septiani Sembiring,
Petty Gina Gayatri, Dan Putri Nurdina Sofyan. Jakarta.: Salemba Humanika.
Dayakisni, T. D. (2012.).
Psikologi Sosial. Malang.: UMM Press.
Firmansyah, C. S.
(2019.). Perilaku Caring Perawat Berdasarkan Teori Jean Watson Di Ruang Rawat
Inap. Jurnal Kesehatan Vokasional., 4(1):33-48.
Fist, J. D. (2010.). Teori
Kepribadian. Buku 2. Edisi 7. Alih Bahasa: Smita Prathita Sjahputri.
Jakarta.: Salemba Humanika.
Gibson, J. L.
(2015.). Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta.: Erlangga.
Gunarsa, S. D.
(2012.). Psikologi Perawatan. Jakarta.: BPK Gunung Mulia.
HIPKABI. (2014.). Buku
Pelatihan Dasar-Dasar Keterampilan Bagi Perawat Kamar Bedah. Jakarta.:
HIPKABI Press.
Kesehatan RI, K.
(2018.). Hasil Utama Riskesdas. Jawa Timur.
Kozier, B. G.
(2010.). Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Alih Bahasa: Esty Wahyu
Ningsih, Devi Yuliati, Yuyun Yuningsih Dan Ana Lusiana. Jakarta.: EGC.
Kurniawan, A., &
Armiyati, Y. D. (2013.). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pre Operasi
Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Hernia Di RSUD Kudus.
Kudus.
Lani, J. (2010.).
Kendall's Tau And Spearman's Rank Correlation Coefficient. Statistics
Solution., 1-2.
Mckelvey, M. M.
(2018.). Finding Meaning Through Kristen Swanson's Caring Behaviors: A.
Cornerstone Of Healing For Nursing Education. Creative Nursing.,
24(1):6-11.
Mulugeta, H. M.
(2018.). Preoperative Anxiety And Associated Factors Among Adult Surgical
Patients In Debre Markos And Felege Hiwot Referral Hospital,. BMC
Anesthesiology., Northwest Ethiopia.
Nevid, J. S. (2003.).
Psikologi Abnormal. Jilid 1. Jakarta.: Erlangga.
Nurahayu, D. D.
(2019.). Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pada
Pasien Pre Operasi Katarak Di Ruang Kenanga RSUD Dr. H. Soewondo. Jurnal
Surya Muda., 1(1):37-51.
Nursalam. (2016.). Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis Edisi 4. Jakarta.: Salemba
Medika.
Potter, P. A.
(2012.). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 1. Jakarta.:
EGC.
Potter, P. A.
(2015.). Fundamental Keperawatan, Konsep, Klinis Dan Praktek.
Jakarta.: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Prihandhani, I. G.
(2015.). Hubungan Faktor Individu Dan Budaya Organisasi Dengan Perilaku
Caring Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Ganesha
Gianyar. Publi Health And Preventive Medicine Achive., 3(1):54-59.
Purwaningsih, W. D.
(2012.). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta.: Nuha Medika.
Savitri. (2008.). Kecemasan.
Jakarta.: Pustaka Popular Obor.
Sjamsuhidajat, R.
(2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Sobur, A. (2013.). Psikologi
Umum. Bandung.: Pustaka Setia.
Starke, J. N. (2019.).
Anxiety Disorder : From Bench To Bedside And Beyond. Dalam Advance In
Psychiatry. Switzerland:: Springer.
Starkstein, S.
(2018.). Conceptual And Therapeutic Analysis Of Fear. Australia::
Springer.
Stuart, G. W.
(2015.). Principles Dan Practice Of Psychiatric Nursing: Anxiety Responses
And Anxiety Disorder. Mosby.: Missouri.
Stuart, G. W.
(2016.). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier Inc.
Sugiyono. (2015.). Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitataf R&B. Bandung.: Alfabeta.
Sulastri, A. I.
(2019.). Perilaku Caring Menurunkan Kecemasan Pasien Preoperasi. Jurnal
Kesehatan., 10(3):382-389.
Supratiknya, A.
(2005.). Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisisus.
Tulloch, I. D.
(2018.). Assessment And Management Of Preoperative Anxiety. Journal Of
Voice., 33(5)691-696.
Vellyana, D. A.
(2017.). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien
Preoperative Di RS Mitra Husada Pringsewu. Jurnal Kesehatan.,
8(1):108-113.
WHO. (2017.). World
Health Organization. Jakarta.: WHO.
Wijayanti, A. E.
(2019.). Caring Perawat Dan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi: Studi
Korelasi. Health Sciences And Pharmacy Journal., 3(3):84-90.
Wijayanti, A. E.
(n.d.). Caring Perawat Dan Tingkat Kecemasan Pada Pasien PreoperasiL.
Wijayati, A. E.
(2019.). Caring Perawat Dan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi : Studi
Korelasi. Health Sciences And Pharmacy Journal., 3(3):84-90.
Woldegerima, Y. B.
(2018). Prevalence And Factors Associated With Preoperative Anxiety Among
Elective Surgical Patients At University Of Gondar Hospital. International
Journal Of Surgery Open., 10:21-29.
LAMPIRAN
Kuisioner
Caring Behavior Assessment (CBA) Tools
KUISIONER PERILAKU CARING PERAWAT
Petunjuk Pengerjaan:
1. Baca
semua pernyataan dengan cermat.
2. Jawablah
pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Jika ada pernyataan
atau cara pengerjaan yang kurang jelas, anda dapat mengajukan pertanyaan kepada
peneliti.
3. Berilah
tanda centang (√ ) pada kolom sesuai dengan status saat ini dengan pilihan
jawaban tidak pernah (TP), pernah (P), kadang-kadang (KD), biasanya (BS), sering
(S), dan selalu (SL).
4. Deskripsi
pilihan jawaban:
a. Tidak pernah (TP) : Perawat
tidak pernah melakukan pernyataan tersebut (0 %)
b. Pernah (P) : Perawat
pernah melakukan pernyataan tersebut (1 – 24 %)
c. Kadang-Kadang (KD) : Perawat
jarang/kadang-kadang melakukan pernyataan tersebut (25 – 50 %)
d. Biasanya (BS) : Perawat
biasanya melakukan pernyataan tersebut (51-74%)
e. Sering (S) : Perawat
sering melakukan pernyataan tersebut (75 – 99 %)
f. Selalu (SL) : Perawat
selalu melakukan pernyataan tersebut (100 %)
No. |
Pernyataan |
TP |
P |
KD |
BS |
S |
SL |
|
||||
1. |
Tidak
pilih kasih antara pasien satu dengan yang lain |
|
|
|
|
|
|
|||||
2. |
Memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga |
|
|
|
|
|
|
|||||
3. |
Berbicara
sopan |
|
|
|
|
|
|
|||||
4. |
Merasa
puas jika dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan baik |
|
|
|
|
|
|
|||||
5. |
Menanamkan
kepercayaan dan harapan akan keberhasilan pengobatan |
|
|
|
|
|
|
|||||
6. |
Memberi
semangat pasien dan meyakinkan bahwa pasien dapat sembuh |
|
|
|
|
|
|
|||||
7. |
Memberi
semangat jika pasien merasa putus asa |
|
|
|
|
|
|
|||||
8. |
Memfasilitasi
pasien dan keluarga untuk alternative pengobatan yang tepat |
|
|
|
|
|
|
|||||
9. |
Menghargai
perasan pasien |
|
|
|
|
|
|
|||||
10. |
Merasakan
apa yang dirasakan pasien |
|
|
|
|
|
|
|||||
11. |
Mendorong
pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan |
|
|
|
|
|
|
|||||
12. |
Memperkenalkan
diri kepadapasien dan keluarga |
|
|
|
|
|
|
|||||
13. |
Memberikan
perhatian kepada pasien ketika sedang berbicara |
|
|
|
|
|
|
|||||
14. |
Memberikan
respon secara verbal terhadap panggilan atau keluhan pasien dan keluarga |
|
|
|
|
|
|
|||||
15. |
Menjawab
pertanyaan pasien dan keluarga dengan baik dan jujur |
|
|
|
|
|
|
|||||
16. |
Tidak
menyembunyikan kesalahan dalam melakukan perawatan pada pasien |
|
|
|
|
|
|
|||||
17. |
Menerima
ekspresi positif dan negative pasien atau keluarga |
|
|
|
|
|
|
|||||
18. |
Memberikan
waktu atau mendengarkan keluhan pasien |
|
|
|
|
|
|
|||||
19. |
Menyusun
jadwal kegiatan pasien sesuai dengan kemampuannya |
|
|
|
|
|
|
|||||
20. |
Mendiskusikan
masalah yang menjadi kekhawatiran pasien |
|
|
|
|
|
|
|||||
21. |
Memberikan
solusi akan keluhan maupun perasaan pasien |
|
|
|
|
|
|
|||||
22. |
Mengidentifikasi
masalah yang dihadapi pasien |
|
|
|
|
|
|
|||||
23. |
Menetapkan
masalah berdasarkan identifikasi yang ditemukan |
|
|
|
|
|
|
|||||
24. |
Menetapkan
rencana tindak lanjut dan penyelesaian masalah |
|
|
|
|
|
|
|||||
25. |
Memberikan
informasi yang jelas mengenai perawatan yang dilakukan |
|
|
|
|
|
|
|||||
26. |
Membantu
pasien menyelesaikan masalah |
|
|
|
|
|
|
|||||
27. |
Membantu
pasien untuk melakukan tindakan dengan mempraktikannya |
|
|
|
|
|
|
|||||
28. |
Memberikan
penjelasan atau pengajaran untuk pasien dalam memenuhi kebutuhannya |
|
|
|
|
|
|
|||||
29. |
Memfasilitasi
pasien agar dapat melakukan hal-hal yang dapat dikerjakan |
|
|
|
|
|
|
|||||
30. |
Memfasilitasi
pasien untuk bersosialisasi dengan lingkungan |
|
|
|
|
|
|
|||||
31. |
Menjaga
lingkungan agar tetaap nyaman dan aman |
|
|
|
|
|
|
|||||
32. |
Memberikan
tindakan yang memberikan rasa aman dan nyaman |
|
|
|
|
|
|
|||||
33. |
Mengenali
kebutuhan pasien |
|
|
|
|
|
|
|||||
34. |
Membantu
pasien dalam pemenuhan kebutuhan, makan, minum, personal hygine sehari-hari
yang tidak dapat dilakukan |
|
|
|
|
|
|
|||||
35. |
Memberikan
kebebasan pada pasien untuk beribadah meurut agama dan kepercayaan |
|
|
|
|
|
|
|||||
36. |
Memberikan
bimbingan rohani pada pasien sesuai kepercayaan dan mensyukuri apa yang saat
ini dimiliki |
|
|
|
|
|
|
|||||
Sumber
: Watson
Keterangan:
a)
Jika X<
(M-1,0 SD) berarati rendah
b)
Jika (M-1,0
SD)≤ X< (M+1,0 SD) berarti sedang
c)
Jika X≥
(M+1,0 SD) berarti tinggi
Kuisioner Hamilton Rating Scale For
Anxiety (HRS-A)
KUISIONER KECEMASAN
Petunjuk Pengisian:
1. Baca
semua pernyataan dengan cermat.
2. Jawablah
pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Jika ada pernyataan
atau cara pengisian yang kurang dimengerti dapat ditanyakan kepada peneliti.
3. Beri
tanda centang (√ ) pada kolom berdasarkan kondisi saat ini:
0:
Tidak ada (tidak ada gejala sama sekali)
1:
Ringan (satu gejala dari pilihan yang ada)
2:
Sedang (separuh dari gejala yang ada)
3:
Berat (lebihdari separuh gejala yang ada)
4:
Sangat berat (Semua gejala ada)
No. |
Gejala
Kecemasan |
0 |
1 |
2 |
3 |
4 |
1. |
Perasaan Cemas
(Anxiety) o
Merasa cemas o
Prasangka buruk o
Takut dengan pemikiran sendiri o
Mudah tersinggung |
|
|
|
|
|
2. |
Ketegangan o
Merasa tegang o
Lesu o
Ketidakmampuan beristirahat dengan
nyaman o
Mudah terkejut o
Mudah menangis o
Gemetar o
Gelisah |
|
|
|
|
|
3. |
Ketakutan o
Takut pada gelap o
Takut pada orang asing o
Bila ditinggal sendiri o
Pada binatang buas o
Pada keramaian lalu lintas o
Pada kerumunan orang banyak |
|
|
|
|
|
4. |
Gangguan Tidur o
Sulit untuk tidur o
Terbangun di malam hari o
Tidur tidak nyenyak o
Bangun dengan lesu o
Mimpi buruk o
Mimpi menakutkan |
|
|
|
|
|
5. |
Gangguan
Kecerdasan o
Sulit berkonsentrasi o
Penurunan daya ingat o
Daya ingat yang buruk |
|
|
|
|
|
6. |
Perasaan
Depresi o
Hilangnya minat o
Berkurangnya kenikmatan pada waktu
luang o
Sedih o
Bangun dini hari o
Perasaan berubah-ubah sepanjang hari |
|
|
|
|
|
7. |
Gejala
Somatic/fisik (otot) o
Sakit dan nyeri otot-otot o
Kaku o
Kedutan otot o
Gigi gemerutuk o
Suara tidak stabil |
|
|
|
|
|
8. |
Gejala
Somatik/fisik (sensorik) o
Tinitus (telinga berdenging) o
Penglihatan kabur o
Wajah merah atau pucat o
Merasa lemas o
Perasaan ditusuk-tusuk |
|
|
|
|
|
9. |
Gejala
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) o
Takikardi (detak jantung cepat) o
Berdebar-debar o
Nyeri pada dada o
Rasa lesu/lemas seperti mau pingsan o
Detak jantung menghilang (berhenti
sekejap) |
|
|
|
|
|
10. |
Gejala
respiratori (pernafasan) o
Rasa tertekan atau sempit pada dada o
Rasa tercekik o
Sering menarik nafas o
Napas pendek/sesak |
|
|
|
|
|
11. |
Gejala
gastrointestinal (pencernaan) o
Kesulitan menelan o
Perut melilit o
Gangguan pencernaan o
Nyeri sebelum dan sesudah makan o
Perasaan terbakar diperut o
Rasa penuh atau kembung pada perut o
Mual o
Muntah o
Penurunan berat badan o
Buang air besar lembek o
Kesulitan buang air besar (sembelit) |
|
|
|
|
|
12. |
Gejala
urogenital (perkemihan dan kelamin) o
Sering buang air kecil o
Tidak datang bulan (tidak ada haid) o
Ereksi lemah o
Ketidakmampuan menahan kencing o
Darah menstruasi yang berlebihan o
Menstruasi sangat lama o
Menstruasi sangat singkat o
Menstruasi lebih dari satu kali dalam
sebulan o
Ejakulasi dini o
Disfungsi ereksi/impotensi |
|
|
|
|
|
13. |
Gejala autonomy o
Bibir kering o
Wajah merah o
Mudah berkeringat o
Kepala pusing o
Kepala terasa berat o
Kepala terasa sakit o
Bulu kuduk meremang/berdiri |
|
|
|
|
|
14. |
Perilaku
(sikap) o
Gelisah o
Tidak tenang o
Jari gemetar o
Mengkerutkan kening/dahi o
Wajah tegang o
Wajah merah o
Stress/kekakuan fisik o
Nafas pendek dan cepat |
|
|
|
|
|
Keterangan
total skor:
a) Kecemasan
ringan: Skor 0-14
b) Kecemsan
sedang: Skor 15-28
c) Kecemasan
berat: Skor 29-42
d) Panik:
Skor 43-46
Tidak ada komentar:
Posting Komentar