Selasa, 13 Desember 2022

MAKALAH PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MELANDASI TUGAS, FUNGSI DAN PRAKTIK BIDAN

 

MAKALAH

PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MELANDASI TUGAS, FUNGSI DAN PRAKTIK BIDAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dosen pengampu :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

JURUSAN KEBIDANAN PRODI D-III KEBIDANAN

TANJUNG KARANG

TAHUN 2022

 

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

 

Puji syukur kami panjatkan kepadat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Etika Profesi dan Perundang-undangan ini dengan tepat waktu yang berjudul “Perundangan yang Melandasi Tugas, Praktik, dan Fungsi Bidan”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya.

Besar harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai informasi ataupun pengetahuan bagi pembaca dan dapat menjadi literatur guna membantu mahasiswa dalam belajar mata kuliah Dokumentasi Kebidanan.

 

 

 

 

 

Bandar Lampung, Oktober 2022

 

 

 

 

 

Penyusun


DAFTAR ISI

 

 


SAMPUL.................................................................................................... i

KATA PENGANTAR............................................................................... ii

DAFTAR ISI............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang........................................................................... 1

1.2            Rumusan Masalah...................................................................... 1

1.3            Tujuan......................................................................................... 2

BAB III PEMBAHASAN

1.      Peraturan perundang-undangan yang melandasi tugas, fungsi dan praktik bidan       3

2.      kepmenkes ri no.900/menkes/sk/vii/2002 tentang   registrasi dan praktik bidan         4

3.      no. 23 tahun 1992 bab iv tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan        6

4.      keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor 369/menkes/sk/iii/2007          7

5.      peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor hk.02.02/menkes/149/2010   tentang   izin   dan  penyelenggaraan praktik bidan............................................................. 9

6.      permenkesri no. 1464/menkes/sk/x/2010     tentang  ijin     dan penyelenggaraan praktek bidan  16

7.      undang-undang tentang aborsi............................................................ 16

8.      undang-undang no.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan 19

BAB III PENUTUP

3.1     Kesimpulan......................................................................................... 21

3.2     Saran                                                                                                    21

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 22


 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

1.1  Latar Belakang

 

Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat setiap individu agar terwujud derajat kesehatan yang optimal seperti diamanatkan Undang- Undang no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Seperti kita ketahui bahwa kaidah hukum diperlukan dalam mengatur hubungan antar manusia di segala aspek kehidupannya, sehingga tidak mengherankan pada saat ini, masalah hukum pun memasuki bidang profesi kebidanan.(Dra. Hj. Suryani Soepardan, Dipl.M, MM & Dadi Anwar Hadi, SH, 2008, 112)

Dalam melaksanakan profesinya, semua tenaga kesehatan termasuk tenaga bidan tidak dapat melepaskan seluruh rangkaian tugas profesional dari lingkup hukum, terutama hukum kesehatan. Bidan harus menyadari bahwa dalam menjalankan tugasnya, mereka tidak saja bertanggung jawab secara kesehatan kepada pasien, namun juga bertanggung jawab di bidang hukum. .(Dra. Hj. Suryani Soepardan, Dipl.M, MM & Dadi Anwar Hadi, SH, 2008, hal. 112 & 113)

Hukum kesehatan adalah rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang mengatur tentang pelayanan medik dan sarana medik. Bidan diharuskan memenuhi persyaratan dan perizinan untuk melaksanakan praktek, praktek kebidanan dikatakan baik apabila memenuhi standar kompetensi praktek kebidanan.(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 77, 78)

 

1.2  Rumusan Masalah

Apa sajakah peraturan perundang-undangan yang mengatur Perundang-Undangan yang Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek bidan?


1.3  Tujuan

Tujuan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami masalah Peraturan dan Perundang-Undangan yang Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek bidan sehingga mahasiswa dapat mengatasi masalah dengan tanggung jawab tenaga kesehatan.


BAB II

PEMBAHASAN

 

 

2.1  Peraturan Perundang-Undangan Yang Melandasi Tugas, Fungsi Dan Praktik Bidan

Hukum kesehatan adalah rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang mengatur tentang pelayanan medic dan sarana medis. Perumusan hukum kesehatan mengandung pokok-pokok pengertian sebagai berikut:(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 77)

a.       Kesehatan menurut WHO, adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, jiwa dan sosial, bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Adapun istilah kesehatan dalam undang-undang Kesehatan No.23 Tahun 1992 adalah keadaan sejahtera (well being) badan, jiwa dan sosial, yang memungkinkan seseorang hidup produktif secara ekonomi dan sosial. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 77)

b.      Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 77)

c.       Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 78)

d.      Tenaga kesehatan meliputi tenaga kesehatan sarjana, sarjana muda. Adapun yang dimaksud tenaga kesehatan adalah tenaga kesehatan pada tingkat sarjana dan sarjana muda. Di bidang kebidanan adalah bidan yang terdiri dari diploma tiga dan empat kebidanan.(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 78)

e.       Sarana medis meliputi rumah sakit umum, rumah sakit khusus, rumah sakit bersalin, prkatik berkelompok, balai pengobatan atau klinik dan sarana lain yang ditetapkan menteri kesehatan.(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 78)

f.       Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 78)

g.      Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis utnuk memindahkan organ dan atau jaringa tubub manusia yang berasal dari tubuh seseorang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dnegan baik.(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 78)

2.2  KEPMENKES RI NO.900/MENKES/SK/VII/2002 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN

Merupakan revisi dari Permenkes No. 572/Menkes/Per/VI/1996 yang mengatur tentang registrasi dan praktik bidan. Kepmenkes ini terdiri dari 11 bab dan 47 pasal.(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 78)

i.            Bab I Ketentuan umum

ii.             Bab II Pelaporan dan registrasi

iii.             Bab III Masa bakti

iv.            Bab IV Perizinan

1)      Pasal 9

a)      Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB.

b)      Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan/atau perorangan.

(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 154)

 

2)      Pasal 10

a.       SIPB

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 154)

b.      Permohonan

Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan persyaratan, antara lain meliputi:

a)      fotokopi SIB yang masih berlaku;

b)      fotokopi ijazah Bidan;

c)      surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai pegawai negeri atau pegawai pada sarana kesehatan.

d)     surat keterangan sehat dari dokter;

e)      rekomendasi dari organisasi profesi;

f)       pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 155)

 

c.       Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, setelahterlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadapkode etik profesi serta kesanggupan melakukan praktik bidan. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 155)

3)      Pasal 11

d.      SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 155)

a.       Pembaharuan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan :

(a)      fotokopi SIB yang masih berlaku;

(b)       fotokopi SIPB yang lama;

(c)        surat keterangan sehat dari dokter;

(d)       pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2(dua) lembar;

(e)       rekomendasi dari organisasi profesi; (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 155)

 

4)      Pasal 12

e. Bidan pegawai tidak tetap dalam rangka pelaksanaan masa bakti tidak memerlukan SIPB. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 156)

5)      Pasal 13

Setiap bidan yang menjalankan praktik berkewajiban meningkatkan kemampuankeilmuan dan/atau keterampilannya melalui pendidikan dan/atau pelatihan. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 156)

v.            Bab V Praktik Bidan

1)      Pasal 14

Bidan    dalam    menjalankan    praktiknya    berwenang    untuk    memberikan pelayanan yang meliputi :

a.   pelayanan kebidanan;

 

b.  pelayanan keluarga berencana;

 

c.   pelayanan kesehatan masyarakat.

 

(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 156)

2)      Pasal 15

a.       Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu dan anak.

b.      Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval).

c.       Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balitadan masa pra sekolah.

(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 156)

 

vi.            Bab VI Pencatatan dan pelaporan

vii.             Bab VII Pejabat yang berwenang mengeluarkan dan mencabut ijin praktik.

viii.             Bab VIII Pembinaan dan pengawasan

ix.            Bab IX Sanksi

x.            Bab X Ketentuan peralihan

xi.            Bab XI Ketentuan penutup.

 

 

 

2.3  NO. 23 TAHUN 1992 BAB IV TENTANG TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB TENAGA KESEHATAN

Pasal 6

Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan.

Pasal 7

Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.

 

Pasal 8

Pemerintah bertugas menggerakkan peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi sosial sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu tetap terjamin.

Pasal 9

Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 140)

 

 

2.4  KEPUTUSAN    MENTERI    KESEHATAN    REPUBLIK    INDONESIA    NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007

Secara Umum Isi Kepmenkes ini mencakup : Definsi dan pengertian bidan, asuhan kebidanan, praktek bidan dan standar kompetensi bidan (pengetahuan maupun keterampilan). Hal-hal tersebut yang mendasari praktek bidan. Praktek kebidanan dikatakan baik apabila memenuhi standar kompetensi sebagia berikut :

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2007, hal.3)

 

 

1)      STANDAR KOMPETENSI BIDAN

Kompetensi ke 1 : Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2007, hal. 10)

2)      PRA KONSEPSI, KB, DAN GINEKOLOGI

Kompetensi ke-2 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2007, hal. 11)

3)      ASUHAN DAN KONSELING SELAMA KEHAMILAN

Kompetensi ke-3 : Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2007, hal. 12)

4)      ASUHAN SELAMA PERSALINAN DAN KELAHIRAN

Kompetensi ke-4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2007, hal. 15)

5)      ASUHAN PADA IBU NIFAS DAN MENYUSUI

Kompetensi ke-5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2007, hal. 17)

6)      ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR

Kompetensi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2007, hal. 18)

7)      ASUHAN PADA BAYI DAN BALITA

Kompetensi ke-7 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan 5 tahun). (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2007, hal. 20)

8)      KEBIDANAN KOMUNITAS

Kompetensi ke-8 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2007, hal. 21)

9)      ASUHAN PADA IBU/WANITA DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI Kompetensi ke-9 : Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2007, hal. 22)

2.5  PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

Dalam peraturan ini, berisi mengenai ketentuan-ketentuan yang harus di lakukan bidan untuk menyelenggarakan praktek kebidanan sesuai dengan standar kebidanan yang ada. Ketentuan-ketentuan tersebut secara khusus diatur yaitu mengenai perizinan dan penyelenggaraan praktik. Yang tertuang pada BAB II dan III sebagai berikut.(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 3)

a.       BAB II PERIZINAN

1)   Pasal 2

Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri dan/atau praktik mandiri. .(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 3)

Bidan yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan minimal Diploma III (D III) kebidanan. .(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 3)

2)        Pasal 3

Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB.(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 3)

Kewajiban memiliki SIPB dikecualikan bagi bidan yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri atau Bidan yang menjalankan tugas pemerintah sebagai Bidan Desa. .(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 3)

3)        Pasal 4

 

SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota. SIPB berlaku selama STR masih berlaku. .(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 3)

 

4)        Pasal 5

 

Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, bidan harus mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan:

a.  Fotocopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir

 

b.  Surat keterangan sehat fisik dari Dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;

 

c.  Surat pernyataan memiliki tempat praktik

 

d.  Pasfoto berwarna terbaru ukuran 4×6 sebanyak 3 (tiga ) lembar; dan

 

e.  Rekomendasi dari Organisasi Profesi

 

.(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 3)


Surat permohonan memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana tercantum dalam Formulir I (terlampir). .(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 3)

SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat praktik. .(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 3)

SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir. .(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 3)

 

5)   Pasal 6

 

Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi tempat praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan. Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran peraturan ini. Dalam menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan wajib memasang nama praktik kebidanan. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 3)

6)   Pasal 7

 

SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:

 

1.              Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB

 

2.              Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang

 

3.              Dicabut atas perintanh pengadilan

 

4.              Dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi

 

5.                Yang bersangkutan meninggal dunia

 

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 4)

 

 

 

 

b.      BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK

1.      Pasal 8

Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi:

(a)   Pelayanan kebidanan

 

(b)   Pelayanan reproduksi perempuan; dan

 

(c)   Pelayanan kesehatan masyarakat

 

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 4)

 

2.      Pasal 9

Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan kepada ibu dan bayi.

Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa menyusui.

Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 4)

3.      Pasal 10Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) meliputi:

(a)   Penyuluhan dan konseling (b).Pemeriksaan fisik

(c)   Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

 

(d)  Pertolongan persalinan normal

 

(e)   Pelayanan ibu nifas normal

 

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 4)

 

Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) meliputi:

(a)   Pemeriksaan bayi baru lahir

 

(b)   Perawatan tali pusat

 

(c)   Perawatan bayi

 

(d)  Resusitasi pada bayi baru lahir

 

(e) Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah; dan

(f)  Pemberian penyuluhan

 

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 5)

 

4.      Pasal 11

Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk:

a.       Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah

b.      Bimbingan senam hamil

c.       Episiotomi

d.      Penjahitan luka episiotomy

e.       Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;

f.       Pencegahan anemi

g.      Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif

h.      Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia

i.        Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;

j.        Pemberian minum dengan sonde/pipet

k.      Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala III;

l.        Pemberian surat keterangan kelahiran

m.    Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 5)

5.      Pasal 12

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk;

a)      Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;

b)      Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter;

c)      Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi

d)     Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan

e)      Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil.

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 5)

 

6.      Pasal 13

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf c, berwenang untuk:

a.  Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi;

 

b.  Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan

 

c.      Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 6)

7.      Pasal 14

Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.

Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.

Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 6)

8.      Pasal 15

Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter

Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan sesuai dengan modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri.

Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh sertifikat.

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 6)

9.      Pasal 16

Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan dengan pendidikan Diploma I kebidanan yang telah mengikuti pelatihan. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 6)

10.  Pasal 17

Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 6)

 

11.  Pasal 18

 

1.  Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk:

 

a.  Menghormati hak pasien

 

b.  Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu.

 

c.      Menyimpan    rahasia    kedokteran   sesuai    dengan    ketentuan    peraturan perundang-undangan;

d.  Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;

e.  Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan;

 

f.  Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis;

 

g.  Mematuhi standar; dan

 

h.  Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahirana dan kematian.

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 7)

 

2.    Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 7)

12.  Pasal 19

Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak:

a.       Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik sepanjang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan;

b.      Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/ atau keluarganya;

c.       Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan standar pelayanan; dan

d.      Menerima imbalan jasa profesi.

 

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, hal. 7)

 

2.6  Permenkes      RI      No.      1464/Menkes/SK/X/2010            TENTANG      IJIN      DAN PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN

Secara Garis Besar Permenkes RI no. 1464 ini merupakan pembaruan dari Permenkes No.149, hanya beberapa perbedaan yaitu :

1.      Pada Pasal II ayat 2 ditiadakan

2.      Terdapat Revisi pada pasal III menjadi 3 ayat

3.      Setiap bidan yang bekerja di fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB

4.      Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB

5.      SIKB dan SIPB sebagaimana di maksud ayat 1 dan 2 berlaku untuk satu tempat.

6.      Terdapat Revisi pada Pasal 4, 5

7.      Pasal 8 pada permenkes ini masuk Pada Bab III

8.       Bab III direvisi sampai dengan Pasal 19 (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,2010, hal. 3)

 

 

2.7  UNDANG-UNDANG TENTANG ABORSI

 

Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup diluar rahim, yaitu sebelum 20 minggu. Aborsi juga berarti penghentian kehamilan setelah


tertanamnya ovum yang telah dibuahi dalam rahim sebelum usia janin mencapai 20 minggu.(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 79)

Macam-macam abortus :

 

a.       Abortus spontaneous

Yaitu abortus yang terjadi tanpa disengaja.

b.      Abortus provocatus

Abortus yang dilakukan dengan sengaja atau dibuat, ada dua macam abortus provocatus, yaitu :

1.      Abortus provocatus therapiticua

Abortus provocatus kriminalis (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 79)

Dasar hukum abortus adalah sebagai berikut :

 

a.       HP Bab XIX tentang Kejahatan terhadap nyawa orang

1)      KUHP Pasal 299

Ayat 1 memberikan harapan dan digugurkan dihukum 4 tanun penjara. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 79)

Ayat 2 Mengambil keuntungan dari pengguguran tersebut hukuman 4 tahun penjara ditambah sepertiganya.

Ayat 3 Menggugurkan kandungan orang menjadi suatu profesi, dicabut haknya dan dipidana pendara.

(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 80)

2)      KUHP Pasal 322

Ayat 2 Pengguguran dikerjakan hanya orang tertentu tergantung atas pengaduan itu.

3)        KUHP Pasal 436

Seorang wanita dengan sengaja menggugurkan kandungannya, dihukum 4 tahun.

4)        KUHP Pasal 347

Sengaja menggugurkan hingga menyebabkan kematian dihukum maksimal 15 tahun.

5)        KUHP Pasal 348

Senggaja menggugurkan dan atas persetujuan pasien maka dihukum maksimal 7 tahun


6)        KUHP Pasal 349

Seorang dokter, bidan dan apoteker membantu kejahatan tersebut, dapat dicabut haknya.

(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 80)

b.      Undang-undang Kesehatan NO. 23 Tahun 1992

1.      Pasal 15 ayat 1

Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 80)

2.      Pasal 15 ayat 2

Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksut dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan :

a.    Berdasarkan indikasi mendis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.

b.   Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dilakukan sesuai dengan tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.

c.    Dengan persetujuan bu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarga.

d.   Pada sarana kesehatan tertentu.

 

(Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 80)

 

3.      Pasal 15 ayat 3 ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagai mana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan peraturan pemerintah. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 81)

Penjelasan dari undang-undang tersebut diatas adalah, bahwa tindakan medis dalam bentuk appaun pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena bertentangan dengan norma hokum, norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 81)

Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar menghasruskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan atau janinnya terancam bahaya maut. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 81)

Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga kesehatan yang memiliki keahkian dan kewenangan untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Sebelum melakuakn tindakan medis tertentu tenaga kesehatan harus terlebih dahulu meminta pertimbangan tim ahli yang dapat terdiri dari berbagai bidang seperti medis, agama, hokum, dan psikologi. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 81)

Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 81)

Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan antara lain yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 81)

4.      Ketentuan pidana pasal 80 ayat 1 adalah barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medit tertentu kepada ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 15 ayat 1 dan ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 81 & 82)

5.      Barang siapa denga sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak terbentuk badan hokum dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksakan ketentuan tentang jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pasal 66 ayat 2 dan ayat 3 dipidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 82)

 

2.8  UNDANG-UNDANG NO.13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

 

Bidan termasuk kategori tenaga kerja yang mempunyai peranan dan kedudukan yang sangata penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sebagai unsur tenaga kerja, bidan juga berhak memperoleh perlindungan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Bidan sebagai tenaga kerja juga berhak mendapat perlindungan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja atau buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Sehingga bidan memebuhi kaidah unsur sebagai tenaga kerja. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 85)

a.       Pasal 81 ayat 1 pekerja atau buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua haid. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 85)

b.      Pasal 81 ayat 2 pelaksaaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam perjajian kerja, peraturan perusahaaan atau perjanjian kerja bersama. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 85)

c.       Pasal 82 ayat 1 Pekerja atau buruhperempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melairkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 85)

d.      Pasal 82 ayat 2 Pekerja atau buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 85)

e.       Pasal 83 Pekerja atau buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu bekerja. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 86)

f.       Pasal 84 Setiap pekerja atau buruh yang menggunakan hal waktu istirahatnya mendapat upah atau gaji penuh. (Heni Puji Wahyuningsih, 2006, hal. 86)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

 

Bidan sebagai profesi yang telah memiliki standar praktik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang telah diatur dalam perundang-undangan yang ada. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur perundang-undangan yang melandasi tugas, fungsi dan praktek bidan :

a)      KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN

b)      NO. 23 TAHUN 1992 TENTANG TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB TENAGA KESEHATAN

c)      KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN

d)     PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

e)      Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 TENTANG IJIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN

f)       UNDANG-UNDANG TENTANG ABORSI

 

 

3.2  Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini selain menjadi salah satu referensi juga diharapkan bisa sebagai panduan secara teori mengenai peraturan perundang-undangan yang mengatur Perundang-Undangan yang Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek bidan.


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Puji Heni, Wahyuni, 2009. Etika Profesi Kebidanan; Fitramaya; Yogyakarta Soepardan, Suryani, dkk. 2007. Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC Bertens, K. 2007. Etika (cetakan kesepuluh). Jakarta: Gramedia Pustaka

KEPUTUSAN     MENTERI      KESEHATAN     REPUBLIK     INDONESIA     NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007

PERATURAN     MENTERI      KESEHATAN     REPUBLIK     INDONESIA     NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010

Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010

Tidak ada komentar: